dc.description.abstract | Perjanjian kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah bukanlah tanpa
risiko, karena suatu risiko mungkin saja terjadi. Risiko yang umumnya terjadi
adalah risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan. Keadaan tersebut
sangatlah berpengaruh kepada kesehatan bank, karena uang yang dipinjamkan
kepada debitor berasal atau bersumber dari masyarakat yang disimpan pada bank
itu sehingga risiko tersebut sangat berpengaruh atas kepercayaan masyarakat
kepada bank yang sekaligus kepada keamanan dana masyarakat tersebut.
Kredit yang diberikan oleh bank tentu saja mengandung risiko, sehingga
dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang
sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi
kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang
harus diperhatikan oleh bank.
Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit adalah
keadaan dimana debitor lalai untuk melakukan kewajibannya atau yang biasanya
disebut dengan wanprestasi, dalam hal ini debitor yang melakukan wanprestasi
akan menjual sendiri atas kekuasaannya pada obyek hak tanggungan sesuai
dengan perjanjian yang terlebih dahulu dengan pihak kreditor.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis berkeinginan
untuk membahasnya dalam suatu karya tulis ilmiah berbentuk skripsi dengan
judul “ASPEK HUKUM J ANJI MENJ UAL ATAS KEKUASAAN
SENDIRI OBYEK HAK TANGGUNGAN APABI LA TERJ ADI
WANPRESTASI ”.
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian
yuridis normatif, pendekatan masalah berupa pendekatan perundang-undangan
(Statue Approach), bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Metode pengumpulan bahan hukum dengan cara studi
kepustakaan, serta analisa bahan hukum yang digunakan adalah analisa deskriptif
normatif, yaitu suatu metode untuk memperoleh gambaran singkat mengenai permasalahan yang tidak didasarkan pada bilangan statistik melainkan didasarkan
pada analisa yang diuji dengan norma-norma dan kaidah-kaidah hukum yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas.
Berdasarkan uraian yang tedapat dalam latar belakang tersebut, maka
diambil permasalahan sebagai berikut :
1. Akibat hukum janji menjual atas kekuasaan sendiri obyek tanggungan
apabila debitur wanprestasi ?
2. Pemegang hak tanggungan yang memuat klausula janji menjual atas
kekuasaannya sendiri obyek hak tanggungan dapat bertindak sebagai
pembeli obyek hak tanggungan tersebut ?
3. Akibat hukum janji menjual atas kekuasaan sendiri obyek hak tanggungan
dengan surat kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT) jika debitor
wanprestasi ?
Kesimpulan kreditor pemegang hak tanggungan dapat memperjanjikan
suatu hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri, menurut
pengaturan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan, hak menjual tersebut diberikan kepada kreditor pertama, sehingga
bermakna bahwa tanpa diperjanjikan kreditur pertama tetap mempunyai hak untuk
menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri. Pihak kreditor atas dasar
janji menjual atas kekuasaan sendiri dapat bertindak sebagai pembeli terhadap
obyek jaminan dengan dasar asas kebebasan berkontrak dan ketentuan-ketentuan
yang terdapat di dalam KUHPerdata yang berkaitan dengan larangan jual beli
merupakan hukum pelengkap saja, sehingga dapat dikesampingkan. Debitor yang
melakukan wanprestasi atas perjanjian kredit ketika belum ditandatanganinya
APHT dan hanya berupa SKMHT mengakibatkan pihak kreditor berkedudukan
sebagai kreditor konkuren dengan jaminan berupa jaminan umum sebagaimana
diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata | en_US |