dc.description.abstract | Perekonomian nasional Indonesia menganut prinsip demokrasi ekonomi.
Demokrasi ekonomi dalam perekonomian nasional berdampak positif terhadap
laju perkembangan perekonomian nasional. Pertumbuhan perekonomian yang
telah dicapai tidak luput dari adanya tantangan dan hambatan, misalnya adanya
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan persaingan
Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini mengatur tiga larangan pokok yaitu,
perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan posisi dominan dalam pasar.
Salah satu kegiatan yang dilarang adalah persekongkolan tender (bid rigging).
Kasus persekongkolan tender yang mengemuka pada tahun 2007 adalah
persekongkolan tender pengadaan Liquid Crystal Display (LCD) di Biro
Administrasi Wilayah Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta. Kasus ini telah
diputus oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bersalah telah
melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Permasalahan dalam
skripsi ini, pertama bagaimana pengaturan tentang larangan persekongkolan
tender dalam Hukum Persaingan Usaha. Kedua, bagaimana kriteria larangan
persekongkolan tender dalam Hukum Persaingan Usaha. Ketiga, bagaimana
kajian hukum terhadap pertimbangan Majelis KPPU dalam memutus perkara No.
04/KPPU-L/2007.
Tujuan penulisan skrispi ini terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum pada intinya penulisan skripsi ini adalah untuk diajukan sebagai
tugas akhir untuk mendapat gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jember. Tujuan khusus untuk memberikan jawaban atas permasalahan
yang diangkat. Metode penulisan skripsi ini menggunakan tipe yuridis normatif,
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang, pendekatan
konseptual, dan pendekatan kasus. Bahan hukum terdiri atas bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Analisis bahan hukum
menggunakan metode diskripsi teoritis.
Larangan persekongkolan tender dalam Hukum Persaingan Usaha diatur
dalam ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Pedoman
Pasal 22 Undang-Undang Nomr 5 Tahun 1999. Pendekatan yang digunakan oleh
undang-undang ini untuk menindak praktek persekongkolan tender adalah Rule Of
Reason. Kriteria larangan persekongkolan tender dapat diketahui dengan
menelisik unsur-unsur persekongkolan tender dalam Pasal 22 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 dan Pedoman Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999. Unsur persekongkolan tender terdiri atas: unsur pelaku usaha, unsur
bersekongkol unsur Pihak Lain, unsur Mengatur dan atau Menentukan Pemenang
Tender, unsur persaingan Usaha Tidak Sehat. Berdasarkan Pedoman Pasal 22
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, ada 3 bentuk persekongkolan yakni,
persekongkolan yang dilakukan sesama peserta tender (persekongkolan
horizontal), Persekongkolan yang dilakukan antara peserta tender dengan panitia
tender dan atau pemberi pekerjaan (persekongkolan vertikal), dan
persekongkolan gabungan (vertikal-horizontal). Dasar pertimbangan hukum
Majelis Komisi dalam perkara persekongkolan tender sudah tepat, sebab Majelis
Komisi dalam pertimbangan hukumnya telah mendasarkan pada peraturan hukum
yang berlaku, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Putusan Majelis
Komisi yang menyatakan para terlapor telah melanggar Pasal 22 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 sudah sesuai dengan regulasi peraturan perundangundangan
yang melarang praktek persekongkolan tender. Putusan ini juga telah
mencerminkan keadilan dan kepastian hukum, maksudnya putusan tersebut dapat
menciptakan persaingan yang sehat berdasar pada mekanisme pasar yang
menyamakan kesempatan yang sama pada pelaku usaha lain dengan tujuan untuk
menghindari adanya monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Sedangkan
kepastian hukumnya adalah menyatakan bahwa kegiatan persekongkolan tender
tidak boleh dilakukan oleh siapapun sekaligus memberikan sanksi bagi yang
melanggarnya. | en_US |