Show simple item record

dc.contributor.authorZAKI ANDHI ROSADI
dc.date.accessioned2014-01-27T01:10:03Z
dc.date.available2014-01-27T01:10:03Z
dc.date.issued2014-01-27
dc.identifier.nimNIM050710101148
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/24770
dc.description.abstractUnsur-unsur negara hukum setidaknya ada beberapa hal yaitu adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak, adanya pengakuan/jaminan terhadap hak-hak asasi, dan adanya pemisahan kekuasaan negara/pembagian kekuasaan. Melalui perubahan ke 3 (tiga) UUD 1945 pada Pasal 24C ayat (1) yang kemudian dijelaskan secara rinci melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi maka Indonesia secara formal telah mempunyai Mahkamah Konstitusi. MK (Mahkamah Konstitusi) merupakan salah satu perwujudan riil bagaimana suatu negara menyikapi atas terbentuknya cita negara hukum. Indonesia merupakan negara ke–78 sebagai negara yang mempunyai Mahkamah Konstitusi di dunia dan MKRI (Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia) merupakan MK pertama yang dibentuk pada Abad ke–20. Kedudukan dan peranan Mahkamah Konstitusi berada pada posisi strategis dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. Kehadiran Mahkamah Konstitusi di Indonesia merupakan keniscayaan atau keharusan konseptual, yang menurut sifatnya bahkan dapat dikatakan paradigmatik, sebagai akibat dilakukannya perubahan fundamental terhadap UUD 1945. Sebab, perubahan tersebut telah mengubah secara mendasar penyelenggaraan kehidupan ketatanegaraan di Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis (democratische rechsstaat) dan sekaligus negara demokrasi yang berdasar atas hukum (constitutional democracy). Keberadaan Mahkamah Konstitusi sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil, dan juga merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir ganda terhadap konstitusi. Oleh karena itu, selain sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution), MK juga merupakan penafsir tertinggi konstitusi (the sole intrepeter of constitution). Bahkan, Mahkamah Konstitusi juga merupakan pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights). Untuk melakukan kontrol yudisial, maka lembaga peradilan adalah pilihannya. Kontrol yudisial salah satunya yaitu pengujian peraturan perundangundangan, hal ini juga dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan. Bahkan Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan diberi kewenangan penuh untuk menguji peraturan perundang-undangan mulai dari tingkatan terendah sampai yang tertinggi. Perlunya kontrol yudisial dalam sistem ketatanegaraan disuatu negara merupakan salah satu bentuk check and balances sehingga dapat terjadi keseimbangan antar lembaga negara yang akhirnya akan dapat dengan mudah mewujudkan cita-cita atau tujuan negara tersebut (baik Indonesia maupun Afrika Selatan). Metode penelitian meliputi tipe penelitian yuridis-normatif, pendekatan masalah yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan perundangundangan (statute approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) serta legal principle approach (asas-asas hukum). Sumber bahan hukum, penyusunan skripsi ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisis bahan penelitian tersebut kemudian diuraikan dalam pembahasan guna menjawab permasalahan yang dajukan hingga sampai pada kesimpulan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada pembahasan, maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut : Pertama, mengenai hak uji materiil terhadap peraturan perundang-undangan di Indonesia dikenal ada 2 (dua) jenis sistem pengujian peraturan perundang-undangan. Pertama adalah sistem pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar yang berada di bawah otoritas Mahkamah Konstitusi; dan Kedua adalah sistem pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, yang berada di bawah otoritas Mahkamah Agung. Di Afrika Selatan, pengujian peraturan perundang-undangan semua berada di bawah otoritas Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan sepenuhnya, sehingga dapat meminimalisir akan adanya pertentangan kewenangan dan putusan antar lembaga penguji peraturan perundang-undangan. Kedua, bahwa untuk mengawal konstitusi, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai kewenangan menangani perkaraperkara konstitusi dan ketatanegaraan tertentu. Sedangkan Mahkamah Konstitusi Republik Afrika Selatan merupakan satu-satunya lembaga kekuasaan kehakiman yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara konstitusional Ketiga, konsep pengujian peraturan perundang-undangan di Indonesia berada di bawah otoritas Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, perlu adanya konsep tingkatan peradilan mengenai pengujian peraturan perundang-undangan, dan Mahkamah Konstitusi juga menjadi lembaga peradilan yang menangani banding atas perkara konstitusional. Saran penulis, Pertama, perlu diadakan sentralisasi pengujian peraturan perundang-undangan di bawah otoritas Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Kedua, perlu juga memasukkan konsep Mahkamah Konstitusi yang bertingkat seperti yang terjadi di MK Afrika Selatan. Ketiga, kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu ditambah lagi dengan konsep pengujian beschicking dan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menjadi peradilan tingkat banding atas perkara khusus yang menyangkut konstitusionalen_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries050710101148;
dc.subjectURIDIS-KOMPARATIF TENTANG PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DAN KONSTITUSI AFRIKA SELATANen_US
dc.titleKAJIAN YURIDIS-KOMPARATIF TENTANG PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DAN KONSTITUSI AFRIKA SELATANen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record