dc.description.abstract | Lembaga mediasi mengalami perkembangan secara cepat. Hal tersebut terbukti dikeluarkannya Undang-undang yang secara parsial mengatur mediasi. Bahkan MARI sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2008, mengeluarkan SEMA yang kemudian diganti PERMA, dan yang terkini adalah PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Pengintegrasian mediasi ke dalam proses pengadilan merupakan sebuah dinamika hukum, sebab terdapat sistem mekanisme dari kedua lembaga berbeda. Oleh karena itu perlu dikaji secara mendalam, apa yang menjadi latar belakang lahirnya mediasi di ranah litigasi ; apakah Integrasi Mediasi ke ranah litigasi dapat meletakkan dasar sebagai perubahan terhadap sistem Hukum Acara Perdata ; serta apakah Integrasi Mediasi ke ranah litigasi dapat mewujudkan karakteristik pada pengembangan hukum teoritis dan praktis.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisa yang menjadi latar belakang lahirnya mediasi di ranah litigasi ; untuk mengkaji dan menganalisa integrasi mediasi ke ranah litigasi telah dapat atau tidaknya meletakkan dasar sebagai perubahan terhadap sistem Hukum Acara Perdata ; untuk mengkaji dan menganalisa integrasi mediasi ke ranah litigasi dapat atau tidaknya mewujudkan karakteristik terhadap pengembanan hukum teoritis dan pengembanan hukum praktis.
Metode penelitian ini merupakan tipe penelitian normatif, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan konseptual (Conceptual Approach), pendekatan historis berlakunya Peraturan Perundang-undangan (Rechts Historische) dan pendekatan sistem hukum. Pisau analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode grand theories, tataran midlle range (teori sistem hukum) dan applied (hermeneutika dan konstruktivisme).
Hasil penelitian ini antara lain : 1). Sebagai latar belakang lahirnya mediasi ke ranah litigasi secara filosofi merupakan penyelesaian sengketa secara musyawarah bersifat tertutup yang dilakukan oleh para pihak dengan itikad baik dibantu pihak ketiga selaku mediator dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan perdamaian dalam mengakhiri sengketa secara cepat, biaya murah dan sederhana sehingga memenuhi rasa keadilan bagi para pihak. Berdasarkan kewenangan MARI dalam mengatur kekosongan hukum dan kekurangan hukum dalam proses peradilan, MARI mengeluarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dengan pertimbangan pengintegrasian mediasi ke dalam proses acara di Pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif dalam mengatasi penumpukan perkara di Pengadilan. Berhasilnya mediasi di Pengadilan, menjadikan akta perdamaian mempunyai kekuatan eksekutorial. 2). Integrasi mediasi ke ranah litigasi telah membawa perubahan dalam sistem Hukum Acara Perdata, terutama lembaga mediasi di Pengadilan merupakan lembaga baru yang berbentuk Pra Yudisial, hakim berperan ganda satu sisi mempunyai kewenangan untuk memutus, dan sisi lain sebagai hakim mediator yang tidak mempunyai kewenangan untuk memutus. Pada tahap perdamaian berdasarkan Pasal 130 HIR/ 154 RBg, hakim bersifat pasif, tetapi dalam mediasi, hakim mediator bersifat aktif sebagai fasilitator para pihak yang bersengketa. Proses mediasi di Pengadilan bersifat dwingen recht, adapun yurisdiksi institusional di Pengadilan mutlak kompetensi Pengadilan Tingkat Pertama, sedangkan yurisdiksi substansi perkara yang dapat dimediasikan bersifat terbatas. 3). Integrasi mediasi di Pengadilan mewujudkan karakteristik pengembanan hukum teoritis dan pengembanan hukum praktis.
Sebagai saran bagi para mediator tidak jemu-jemunya untuk menambah wawasan terhadap teori-teori mediasi. Bagi lembaga legislatif, agar segera membentuk RUU tentang mediasi. Bagi akademik, khususnya fakultas hukum menjadikan mata kuliah Pilihan Penyelesaian Sengketa sebagai mata kuliah wajib umum, agar setiap mahasiswa mengerti, memahami serta dapat mempraktekkan tentang mediasi karena berguna dan bermanfaat dalam menyelesaikan sengketa
Kata Kunci : mediasi, ranah litigasi | en_US |