Show simple item record

dc.contributor.authorMELPI SOVIA
dc.date.accessioned2014-01-26T14:05:48Z
dc.date.available2014-01-26T14:05:48Z
dc.date.issued2014-01-26
dc.identifier.nimNIM040710101183
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/24321
dc.description.abstractPernikahan merupakan sunatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT, sebagai jalan bagi makhluknya untuk berkembang biak dan melestarikan hidup. Pernikahan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai perkawinan. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I Pasal 1 disebutkan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan demikian perkawinan adalah suatu akad yang secara keseluruhan aspeknya dikandung dalam kata nikah atau tazwij dan merupakan ucapan seremonial yang sakral. Sering kali apa yang menjadi tujuan perkawinan kandas diperjalanan. Perkawinan harus putus ditengah jalan. Sebenarnya putusnya perkawinan merupakan hal yang wajar, karena makna dasar sebuah akad nikah adalah ikatan atau dapat juga dikatakan perkawinan pada dasarnya adalah kontrak. Perlu diketahui bahwa perceraian hendaknya hanya dilakukan sebagai tindakan terakhir setelah ikhtiar dan segala daya upaya yang dilakukan untuk perbaikan perkawinan dan ternyata tidak ada jalan lagi kecuali hanya dengan perceraian. Dengan kata lain bahwa perceraian adalah sebagai jalan keluar atau pintu darurat bagi suami istri demi kebahagiaan yang diharapkan setelah terjadinya perceraian. Penulisan skripsi ini dilatar belakangi bahwa kenyataan yang sering terjadi di masyarakat, bahwa banyak sekali suami yang setelah menjatuhkan talak kepada istrinya, dia lupa untuk melaksanakan dan memenuhi kewajibannya dalam hal pemberian nafkah kepada istri yang telah ditalaknya. Karena istri masih berada dalam masa tunggu (masa iddah), maka istri tersebut berhak untuk mendapatkan nafkah dari suaminya. Seperti yang terjadi pada putusan Pengadilan Agama Jember Nomor: 1300/Pdt.G/2008/PA.Jr. Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah apakah pembayaran nafkah iddah akibat perceraian memberikan perlindungan hukum bagi istri, apakah akibat hukum bagi suami yang tidak melaksanakan kewajibannya dalam hal pembayaran nafkah iddah terhadap istri yang masih dalam masa iddah, dan apakah ratio decidendi hakimen_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries040710101183;
dc.subjectPERCERAIANen_US
dc.titleGUGATAN PEMBAYARAN NAFKAH IDDAH AKIBAT PERCERAIAN (Kajian Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor: 1300/Pdt.G/2008/PA.Jr)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record