Show simple item record

dc.contributor.authorDWI ASTARINA
dc.date.accessioned2014-01-25T02:42:50Z
dc.date.available2014-01-25T02:42:50Z
dc.date.issued2014-01-25
dc.identifier.nimNIM060710101148
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/23943
dc.description.abstractSecara umum kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu bentuk perbuatan yang mengakibatkan suatu penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga. Tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga sendiri pada dasarnya telah diatur di dalam hukum pidana positif kita, akan tetapi dari fakta yang ada dari tahun ke tahun jumlah korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga terus meningkat, korbannya adalah anak-anak dengan usia di bawah 18 tahun. Undang-Undang Perlindungan Anak telah berlaku hampir 8 tahun akan tetapi belum mampu memberikan perlindungan yang memadai terhadap anak sebagai korban kejahatan khususnya anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk membahasnya dalam skripsi dengan judul “VIKTIMISASI TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA” dengan rumusan masalah sebagai berikut: pertama, bagaimanakah perlindungan hukum bagi anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga dalam hukum positif di Indonesia? kedua, upaya-upaya non penal apakah yang dapat dilakukan untuk mengatasi viktimisasi terhadap anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga? Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengkaji dan menganalisa perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana kekerasan dalam ruamh tangga dalam hukum pidana positif dan untuk mengkaji dan menganalisa bentuk upaya-upaya non penal yang dapat dilakukan untuk mengatasi anak sebagai korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Metode penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif, dengan pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan undangundang (statute approach). Sumber bahan hukum yang digunakan meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan menggunakan analisa bahan hukum sebagai langkah terakhir. Kesimpulannya bahwa hukum positif Indonesia pada dasarnya telah menjamin perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, meskipun sebagain besar masih bersifat in abstracto dan tidak secara langsung dan konkret terhadap korban. Upaya-upaya non penal yang tepat dilakukan untuk mengatasi kekerasan terhadap anak yaitu dapat dilakukan sebelum dan sesudah adanya korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Sebelum adanya korban lebih menitik beratkan pada upaya pencegahan antara lain dengan dengan menumbuhkan minat, perhatian dan simpati seluruh masyarakat terhadap masalah tindak kekerasan yang di alami oleh anak. Langkah awal yang dibutuhkan adalah bagaimana menyadarkan bahwa masalah ini tidak cukup hanya disikapi dengan sekedar belas kasihan kepada anak yang menjadi korban atau mengutuk keras perlakuan orang tua yang telah tega menganiaya anaknya sendiri. Sedangkan setelah anak menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga perlu dilakukan perlindungan hukum misalnya dengan pemberian ganti rugi dalam bentuk kompensasi, restitusi yang diselesaikan diluar hukum pidana, upaya rehabilitasi, layanan konseling dan pelayanan atau bantuan medis, bantuan hukum, serta pelayanan kesejahteraan bagi anak. Dalam membuat undang-undang sebaiknya perumus undang-undang tidak mengabaikan hukum positif dan hukum internasional yang terkait dengan perlindungan korban khususnya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Diharapkan kepada penegak hukum dalam membuat produk hukum khususnya terhadap perlindungan anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga lebih memperhatikan upayaupaya perlindungan korban secara in concreto. Dengan demikian anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga bisa memperoleh perlindungan secara langsung dan konkret . Upaya yang dapat dilakukan terhadap anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya dilakukan melalui jalur hukum pidana saja, tetapi dapat juga diselesaikan diluar jalur hukum pidana. Penyelesaian melalui jalur hukum pidana dan diluar hukum pidana harus dilakukan secara seimbang agar terjadi kesimbangan dalam upaya melindungi anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga. Oleh karena itu, pemerintah, penegak hukum, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat harus bekerjasama.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060710101148;
dc.subjectVIKTIMISASI TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGAen_US
dc.titleVIKTIMISASI TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record