Show simple item record

dc.contributor.authorDWI APRI AINUN INSANI
dc.date.accessioned2014-01-25T02:40:16Z
dc.date.available2014-01-25T02:40:16Z
dc.date.issued2014-01-25
dc.identifier.nimNIM090720101021
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/23938
dc.description.abstractManusia memiliki tabiat hidup bermasyarakat, demikian pula halnya suatu negara atau subyek hukum yang lainnya tidak mungkin hidup mengisoler diri jauh dari keramaian dunia. Terlebih lagi dalam perkembangan masyarakat internasional, sebagai akibat dari kemajuan teknologi. Suatu negara pasti akan mengadakan kerjasama dengan negara lain yang diwujudkan dengan suatu kesepakatan atau perjanjian, baik yang bersifat multilateral ataupun bilateral, dan memiliki tujuan yang berbeda-beda dari setiap persetujuan atau perjanjian yang disepakati. Indonesia memahami bahwa penanaman modal asing berperan penting bagi keberlangsungan roda perekonomian di Indonesia, oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan penanaman modal asing, maka Indonesia pada tanggal 25 Juni 2006 di Pulau Batam, mendatangani Memorandum of Understanding antara Indonesia dan Singapura tentang Kerjasama Ekonomi, dengan tujuan mempromosikan dan meningkatkan kemajuan ekonomi di Batam, Bintan, dan Karimun sebagai objek pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus. Dalam Memorandum of Understanding terdapat 10 klausula yang telah disepakati, Penandatanganan Memorandum of Understanding dari Indonesia diwakili Dr.Boediono (MenKo Perekonomian),dan Pihak singapura diwakili oleh Mr.Lim Hing Kiang ( Menteri Perdagangan dan Perindustrian). Dan kerjasama antara Indonesia dengan Iran tentang Promosi dan Perlindungan Timbal Balik Penanaman Modal yang ditandatangani 22 Juni 2005, di Teheran. Memorandum of Understanding sering dipraktekkan dalam berbagai bidang di Indonesia, dengan mengadopsi apa yang dipraktekkan secara internasional, perjanjian yang tidak terlalu formal ini diintrodusir ke dalam hukum perdata Belanda oleh Rudolf Von Jhering pada tahun 1906. Sejak itulah beragam jenis perjanjian pendahuluan bermunculan dalam praktek dalam nama yang berbeda-beda sekalipun esensinya sama. Di Indonesia pun jenis persetujuan ini sudah tidak asing lagi, sekalipun belum ada aturan hukumnya di Indonesia. Dari kedua perjanjian kerjasama dibidang ekonomi khusus yang dilakukan Indonesia dengan Singapura dalam wujud memorandum of understanding, dan Persetujuan dengan Iran yang tertuang dalam perjanjian, memiliki perbedaan dari segi kekuatan hukum serta akibat hukum dari persetujuan yang dilakukan Indonesia dengan negara lain. Menilik dari latarbelakang, maka penulis bermaksud untuk menelaah perjanjian kerjasama bidang ekonomi khusus antara Indonesia dengan negara lain. Tipe penelitian yang digunakan dalam penyelesaian tesis ini adalah tipe penelitian yuridis normatif artinya dengan mendasarkan kedua persetujuan bidang ekonomi khusus yang dilakukan Indonesia dengan negara lain( Singapura dan Iran) terhadap pendekatan segi hukum perjanjian yaitu asas-asas perjanjian untuk menjawab beberapa rumusan masalah. Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, maka metodologi dalam penelitian tesis ini menggunakan tiga macam pendekatan, yakni pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) , pendekatan perbandingan, dan pendekatan Konseptual (Conseptual Approarch). Dalam pengumpulan bahan hukum ini penulis menggunakan metode dengan mengklasifikasikan, mengkategorisasikan dan menginventarisasi bahan-bahan hukum yang dipakai dalam menganalisis dan memecahkan permasalahan, yaitu kajian pustaka, identifikasi bahan hukum, analisis dan mengeliminasi hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang akan dipecahkan, pengumpulan bahan-bahan hukum yang dipandang memiliki relevansi terhadap isu hukum,melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan, menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum, memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun dalam kesimpulan. Tesis ini lebih menekankan pada asas-asas hukum perjanjian yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan perjanjian kerjasama bidang ekonomi khusus yang dilakukan Indonesia dengan negara lain. Dan Kedua persetujuan/perjanjian kerjasama bidang ekonomi khusus tersebut tertuang dalam memorandum of understanding dan Perjanjian Internasional dengan obyek yang sama yaitu bidang penanaman modal-modal, karena Memorandum of understanding merupakan perjanjian pendahuluan yang belum diatur dalam sistem hukum positif di Indonesia, namun pelaksanaannya dapat berpedoman pada asas-asas hukum perjanjian, Buku III KUHPerdata yang memiliki sifat open sytem. Aturan-aturan hukum yang menguasai kontrak sebenarnya merupakan penjelmaan dari dasar-dasar filosofis yang terdapat pada asas-asas hukum secara umum dan menjadi landasan berpikir yaitu dasar ideologi aturan-aturan hukum. Asas hukum merupakan landasan bagi norma hukum. Dengan demikian asas hukum sebagai landasan norma menjadi alat uji bagi norma hukum yang ada. Asas-asas perjanjian tersebut diantaranya asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas Pacta Sunt Servanda, asas itikad baik, asas personalitas, asas kepercayaan, asas persamaan hukum,asas kepastian hukum, dan asas kepatutan. Salah satu asas yang penting dalam perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, maka para pihak tersebut diberikan kebebasan untuk menentukan materi muatan atau substansi memorandum of understanding akan mengatur apa saja, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum, serta penyusunan Memorandum of understanding memenuhi syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata). Asas-asas perjanjian pada dasarnya tidak terpisah satu sama lain, namun dalam berbagai hal saling mengisi dan melengkapi. Akan tetapi berdasarkan teori hukum klasik perjanjian, asas itikad baik belum dapat diterapkan dalam perjanjian pendahuluan karena belum memenuhi syarat seperti halnya perjanjian. Begitu juga halnya mengenai kekuatan hukum mengikat dari memorandum of understanding Indonesia dengan Singapura belum mempunyai kekuatan hukum jika didasarkan pada teori hukum klasik perjanjian, karena teori hukum klasik perjanjian menginginkan kepastian hukum dalam setiap perjanjian, sehingga janji-janji prakontrak belum mengakibatkan adanya hak dan kewajiban, mka tidak menimbulkan akibat hukum, dan jika salahsatu ingkar janji, maka hanya sanksi moral saja yang diterima. Berbeda halnya dengan Perjanjian Indonesia dengan Iran yang telah mencerminkan perjanjian, apabila salahsatu pihak ingkar janji maka dapat dikatakan wanprestasi. Menyikapi situasi tersebut maka memorandum of understanding perlu adanya payung hukum guna melindungi pihak-pihak yang dirugikan dalam memorandum of understanding, kepentingan para pihak dalam tahap perjanjian pendahuluan memerlukan pelindungan hukum, seperti halnya di negara-negara yang menganut sistem common law.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries090720101021;
dc.subjectPERJANJIAN KERJASAMA BIDANG EKONOMI KHUSUS ANTARA INDONESIA DENGAN NEGARA LAINen_US
dc.titlePERJANJIAN KERJASAMA BIDANG EKONOMI KHUSUS ANTARA INDONESIA DENGAN NEGARA LAINen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record