Show simple item record

dc.contributor.authorMOCH. IQBAL
dc.date.accessioned2013-12-02T07:12:39Z
dc.date.available2013-12-02T07:12:39Z
dc.date.issued2013-12-02
dc.identifier.nimNIM060710101153
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/2388
dc.description.abstractPenyelesaian sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah yang terjadi dan dilakukan Mahkamah Konstitusi pasti mendapat perlawanan dari pihak-pihak tertentu, yang merasa dirugikan, termasuk diantaranya penyelenggara Pemilihan Umum sendiri, yang telah menetapkan hasil pemilihan umum kepala daerah tertentu, yang sesungguhnya dipengaruhi oleh satu proses yang tidak serasi dengan prinsip konstitusi, dalam melaksanakan kewenangan untuk menguji permohonan berkaitan perselisihan hasil pemilihan umum, MK telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), yaitu PMK No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala daerah. Contoh kasus pada sengketa hasil pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Lamongan, yang menyangkut persoalan apakah surat suara yang dicoblos tembus pada bagian lain, tetapi tidak menembus kotak pasangan calon Bupati peserta pemilukada lainnya, dianggap sah, sehingga dapat diperhitungkan dalam perolehan suara pasangan calon Permasalahan dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimanakah keabsahan suara dalam perhitungan surat suara pemilukada atas putusan MK No. 27/PHPU.D-VIII/2010 Mengenai Perselisihan hasil Pemilihan umum Kepala Daerah Kabupaten Lamongan? 2. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa hasil pemilukada itu dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi? Tujuan dari penulisan ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini yaitu: untuk memenuhi syarat yang diperlukan guna meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, Sedangkan tujuan khususnya yaitu untuk mengetahui dan mengkaji permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Tipe penulisan dalam skripsi ini adalah yurisis normatif sedangkan pendekatan masalah yaitu dengan mengunakan Undang-Undang dan konseptual. Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer, sumber bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum serta analisa bahan hukum. Pada bab pembahasan, akan membahas mengenai 2 (dua) hal yang terdapat dalam rumusan masalah. Keabsahan surat suara yang coblos tembus sah atau tidak timbul dari surat KPU Nomor 313/KPU/V/2010 tertanggal 25 Mei 2010, yang menyatakan bahwa surat suara yang coblos tembus sah, akan tetapi tidak berlaku surut, sedangkan berdasarkan Surat Edaran KPU Kabupaten Lamongan Nomor 164/KPULMG.014.329744/V/2010 tanggal 21 Mei 2010 kepada seluruh PPS dan KPPS yang menyatakan surat suara coblos tembus harus dihitung sebagai surat suara tidak sah. Dalam hal ini, MK sebelum memberikan putusan akhir, dalam Putusan Sela memerintahkan penangguhan Keputusan KPU tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara dan memerintahkan KPU untuk menghitung ulang surat suara pada seluruh kotak suara di Kabupaten Lamongan dengan menerapkan surat KPU Nomor 313/KPU/V/2010 tanggal 25 mei 2010 yang menyatakan coblos tembus dihitung sebagai suara sah, jika tidak mengenai kolom pasangan calon lain, dan dilaporkan kembali dalam waktu 30 (tigapuluh) hari. Proses penyelesaian sengketa hasil pemulikada di atas adalah dengan melalui mekanisme persidangan sebagaimana yang telah diatur dalam PMK No. 15 Tahun 2008 Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah, yang pada dasarnya sama dengan hukum acara sengketa hasil Pemilu Legislatif dan Pilpres. Diantaranya meliputi proses Pengajuan Permohonan dan Registrasi Perkara, persidangan, Rapat Permusyawaratan Hakim, dan penjatuhan putusan oleh MK. Saran penulis, Pertama, untuk menghindari coblos tembus yang dapat mengakibatkan suaranya tidak sah untuk menghindari terjadinya hal tersebut, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota perlu mengadakan bimbingan teknis sebelum pemungutan suara bagi para anggota KPPS agar pemilih tidak keliru dalam pembukaan surat suara, dan perlu diadakannya revisi pada peraturan KPU Nomor 72 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Di Tempat Pemungutan Suara, yang pada intinya menyatakan bahwa suara sah jika tanda coblos hanya pada salah satu pasangan calon atau coblos dua kali tetapi masih dalam satu kolom, harus menambahkan ketentuan lebih lanjut apabila terjadi coblos tembus, suara pada surat suara dinyatakan sah sepanjang coblos tembus tersebut tidak mengenai kolom pasangan calon lainnya. Kedua, karena Putusan MK dalam masalah PHPU bersifat final dan mengikat, maka KPU Kabupaten Lamongan sebagai penyelenggara Pemilu disarankan agar melaksanakan Putusan itu secara konsekuen.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060710101153;
dc.subjectsengketa pemilukadaen_US
dc.titleKAJIAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA HASIL PEMILUKADA OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI (Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PHPU.D-VIII/2010)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record