Show simple item record

dc.contributor.authorTika Ayuning Tyas
dc.date.accessioned2014-01-24T05:38:33Z
dc.date.available2014-01-24T05:38:33Z
dc.date.issued2014-01-24
dc.identifier.nimNIM060910101073
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/23420
dc.description.abstractDengan adanya globalisasi, secara tidak langsung negara-negara dipaksa untuk menjalin kerja sama guna mempertahankan eksistensinya di dunia internasional. Sebagai salah satu negara yang terkena imbas globalisasi, Indonesia mau tidak mau menyesuaikan diri dengan perkambangan terkini oleh karena itu saat ini Indonesia menjalin kerja sama dengan berbagai negara. Kerja sama pun memiliki berbagai macam bentuk yaitu kerja sama bilateral, kerja sama regional, dan kerja sama multilateral. Indonesia lebih cenderung memilih kerja sama regional karena dianggap lebih bisa menguntungkan Indonesia, salah satu kerja sama regional yang dijalin Indonesia yaitu ASEAN. ASEAN merupakan kerja sama regional di kawasan ASIA Tenggara yang beranggota negara Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja. Di mana kerja sama ini melingkupi berbagai bidang, salah satunya yaitu bidang ekonomi yang dapat dijalankan melalui perdagangan bebas. Kerja sama di bidang ini tidak hanya melibatkan negara-negara anggota ASEAN saja, ada pula yang melibatkan negara lain, salah satunya yaitu China. ASEAN memilih China sebagai rekan dalam menjalankan kerja sama perdaganagn bebas karena China dikenal sebagai negara yang memiliki kekuatan ekonomi sangat kuat. Kerja sama antara ASEAN dan China tersebut dikenal dengan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Kesepakatan perjanjian perdangangan bebas ini pertama kali ditandatangani pada tanggal 5 November 2002 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 2010. Dimulainya pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) pada tanggal 1 Januari 2010 menimbulkan berbagai reaksi, khususnya dari masyarakat Indonesia. Ada pihak yang pro terhadap pemberlakuan kesepakatan tersebut karena ACFTA dianggap sebagai kesempatan emas bagi Indonesia untuk mencapai tujuan nasional melalui kerja sama internasional, sedangkan pihak yang kontra berpendapat bahwa disepakatinya perjanjian perdagangan bebas ASEANChina oleh Indonesia tersebut berdasar pada optimisme pemerintah yang berlebihan tanpa melihat kemampuan dalam negeri sehingga dikhawatirkan kondisi pasar Indonesia yang tidak siap menerima serbuan produk impor akan kalah bersaing dengan produk impor tersebut sehingga kerugian lah yang akan diperoleh Indonesia. Terlepas dari adanya pro dan kontra tersebut, dalam karya ilmiah ini, penulis ingin menjelaskan tentang dampak dari pemberlakuan ACFTA. Meskipun kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China baru dilaksanakan ± 1 tahun, dampaknya sudah mulai bisa dirasakan industri Indonesia. Dampak negatif dari pemberlakuan ACFTA terhadap industri Indonesia adalah defisitnya neraca ekspor impor Indonesia-China dan menurunnya jumlah industri dalam negeri (deindustrialisasi). Dengan melihat dampak negatif dari pemberlakuan ACFTA tersebut, diharapkan ada upaya peningkatan atau perbaikan sehingga tujuan utama disepakatinya ACFTA tersebut dapat tercapai.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060910101073;
dc.subjectDampak Negatif Pemberlakuanen_US
dc.titleDampak Negatif Pemberlakuan ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreement) terhadap Industri Indonesia; Tika Ayuning Tyas, 060910101073en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record