dc.description.abstract | Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana peran kepala desa perempuan dalam proses pengambilan keputusan di desa Glagah Wero Kecamatan Kalisat. Sepanjang sejarah, kehidupan perempuan selalu dalam posisi subordinat baik di dalam keluarga maupun di masyarakat. Namun, setelah dekade 80-an mulai tumbuh kesadaran kolektif terutama di kalangan perempuan itu sendiri untuk menuntut adanya persamaan hak dengan kaum laki-laki. Di Indonesia sendiri, telah mampu menempatkan perempuan dalam jabatan strategis (pemimpin) di berbagai level dan sektor, contohnya adalah kepala desa. Keberhasilan perempuan untuk menjadi pemimpin desa, bisa terjadi karena antara lain didukung oleh adanya peluang yang diberikan oleh peraturan daerah, lunturnya budaya patriarki masyarakat, lebih terbukanya pemahaman masyarakat terhadap hukum agama, dan adanya penilaian positif dari masyarakat terhadap kaum perempuan.
Memiliki kedudukan sebagai kepala desa perempuan, berarti secara otomatis harus menjalankan berbagai peranannya sesuai dengan kedudukan yang dimilikinya. Peranan yang selalu melekat pada seorang pemimpin (kepala desa) ialah mengambil dan membuat keputusan dalam organisasi yang dipimpinnya yaitu pemerintahan desa. Salah satu tolak ukur utama yang biasa digunakan untuk mengukur efektivitas kepemimpinan seseorang yang menduduki suatu jabatan pemimpin dalam suatu organisasi ialah kemampuan dan kemahirannya dalam mengambil keputusan. Penelitian ini menggunakan konsep proses pengambilan dan pembuatan keputusan, di mana keputusan itu merupakan jenis keputusan yang bersifat strategis baik dibidang keuangan, keamanan, kesejahteraan masyarakat dan lain sebagainya. Sumber data penelitian ini lebih banyak menggunakan data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi partisipatif, dan juga didukung oleh data sekunder yang diperoleh melalui dokumentasi dan studi kepustakaan. Penelitian ini juga menggunakan teknik uji keabsahan data (tiangulasi) melalui metode dan sumber. Informan dalam penelitian ini terdiri dari Kepala desa dan aparat desa lainnya, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Ketua Karang taruna, Kelompok Barong, Tokoh Agama, dan anggota masyarakat lainnya. Analisi data dilakukan dengan model analisis interkatif (Miles dan Huberman, 1992) yang terbagi dalam tahap reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu Sovia Diana dalam menjalankan peranannya sebagai pemimpin desa dalam proses pengambilan keputusan, dapat dikatakan pasif atau sama sekali tidak efektif. Dari serangkain prosesi pengambilan keputusan, ibu Sovia Diana hanya mampu berperan pada tahap pengumpulan informasi (pengumpulan data) saja. Hal tersebut bisa terjadi karena ada beberapa faktor yang menghambatnya dan menimbulkan ketidakefektifan peranan ibu Sovia Diana dalam proses pengambilan keputusan. Pertama, kemampuan (kapabilitas) yang dimiliki ibu Sovia Diana masih sangat kurang (minim sekali) dan masih jauh dari harapan. Kedua, adanya bias gender yaitu perempuan masih tidak diberikan kesempatan untuk berperan sebagai pengambil dan pembuat keputusan karena perempuan masih dianggap dan diidentikan dengan sifat lemah, tidak tegas, takut resiko, tidak rasional, tidak bisa tepat. Ketiga, adanya hegemoni kekuasaan yang memang sengaja dilakukan/dijalankan oleh bapak Didik (suaminya/mantan kepala desa), di mana ibu Sovia Diana hanya dijadikan sebagai “alat” atau “boneka” saja, agar bapak Didik tetap mampu mempertahankan kekuasaannya yang sebelumnya pernah dinikmatinya selama 2 (dua) periode secara beturut-turut. Asumsinya, bahwa apabila ibu Sovia Diana telah berhasil menjadi kepala desa, maka roda organisasi pemerintahan desa akan tetap mendapatkan pengaruh atau kontrol secara langsung oleh bapak Didik. Dapat dipastikan juga bahwa faktor yang ketiga (hegemoni kekuasaan) inilah yang sebenarnya lebih dominan.
Dari fenomena yang telah ditemukan di lapangan, penulis memberikan saran agar ibu Sovia Diana sebagai kepala desa lebih meningkatkan kemampuannya (kapabilitas) agar mampu menunjukkan kepemimpinan yang jauh lebih efektif dan menampilkan kualitas pemimpin yang lebih baik sesuai dengan yang diharapkan. Sebaiknya juga perlu dibentuk peraturan organisasi diinternal pemetintahan desa, agar ada aturan main yang lebih jelas terutama masalah wewenang/legitimasi. | en_US |