• Login
    View Item 
    •   Home
    • LECTURER SCIENTIFIC PUBLICATION (Publikasi Ilmiah)
    • Karya Deposit Ilmiah
    • Fakultas Hukum
    • View Item
    •   Home
    • LECTURER SCIENTIFIC PUBLICATION (Publikasi Ilmiah)
    • Karya Deposit Ilmiah
    • Fakultas Hukum
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA

    Thumbnail
    View/Open
    REKONSTRUKSI KEDUDUKAN.pdf (11.02Kb)
    Date
    2014-01-24
    Author
    Antikowati
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak jelas mengatur tentang kedudukan dan tata hubungan kerja antara Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial di Indonesia. Pengaturan ketiga lembaga tersebut dalam UUD 1945 ditempatkan dalam Chapter (Bab) dan judul (title) yang sama, yaitu: Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman. Pengaturan yang demikian ini memberikan kesan bahwa ketiganya merupakan lembaga yudikatif. Akan tetapi dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 yang terkait dengan pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, ratio decidendi Majelis menyatakan, bahwa kedudukan Komisi Yudisial bukanlah sebagai pemegang kekuasaan yudikatif, akan tetapi hanya supporting atau auxiliary state body (lembaga penunjang) saja. Komisi Yudisial tidak dapat disetarakan sebagai main state body (lembaga negara utama). Dalam praktik, penafsiran Mahkamah Konstitusi yang demikian ini tentu saja berdampak pada tumpulnya fungsi pengawasan (control) Komisi Yudisial terhadap praktik-praktik peradilan yang korup (mafia peradilan). Komisi Yudisial tidak dapat menjangkau praktik-praktik mafia peradilan, baik di lingkungan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Walaupun pada saat sekarang, setelah melewati dinamika konflik dengan Mahkamah Agung, Komisi Yudisial sudah berangsur-angsur dapat menjalankan fungsi pengawasannya, tetapi dalam praktik, perbedaan-perbedaan pandangan antara Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung terkait dengan implementasi fungsi pengawasan Komisi Yudisial masih belum optimal. Objek pengawasan Komisi Yudisial pun juga dibatasi hanya pada perilaku hakim di bawah Mahkamah Agung. Konstruksi Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 yang hanya mengarahkan kewenangan Komisi Yudisial untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, juga memberikan dampak, disorientasi fungsi Komisi Yudisial dalam mencegah dan memberantas praktik-praktik kotor dan korup di pengadilan. Ini disebabkan, karena faktanya, praktik mafia peradilan ternyata tidak hanya melibatkan oknum hakim an sich, akan tetapi juga dapat melibatkan unsur panitera, pegawai peradilan, jaksa, advokat, dan lain-lain. Undang-Undang Dasar 1945, rasanya tidak memadai mengkonstruksi norma Pasal 24B ayat (1) yang hanya memfokuskan objek pengawasan Komisi Yudisial hanya pada perilaku hakim saja, dan itupun terbatas hakim di bawah Mahkamah Agung dan di luar Mahkamah Konstitusi.
    URI
    http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/23174
    Collections
    • Fakultas Hukum [157]

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository
     

     

    Browse

    All of RepositoryCommunities & CollectionsBy Issue DateAuthorsTitlesSubjectsThis CollectionBy Issue DateAuthorsTitlesSubjects

    My Account

    LoginRegister

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository