dc.description.abstract | Untuk memperoleh sebuah putusan yang sesuai dengan apa yang dicari dalam
KUHAP yakni kebenaran materiil maka hakim dalam melaksanakan pemeriksaan
harus mengindahkan aturan-aturan tentang pembuktian, ketidakpastian hukum dan
kesewenang-wenangan akan timbul apabila hakim dalam melaksanakan tugasnya
diperbolehkan menyandarkan putusannya hanya atas keyakinan, biarpun itu sangat
kuat dan sangat murni. Hal tersebut mencerminkan bahwa hakim dalam memutuskan
perkara berdasarkan alat bukti dan rasio pemikiran hakim (keyakinan), barulah
hakim boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang melalui suatu putusan.
Pembuktian ini menjadi penting apabila suatu perkara tindak pidana telah memasuki
tahap penuntutan di depan sidang pengadilan, karena dalam hal penuntutan Jaksa
Penuntut Umum harus menunjukkan segala fakta yang terungkap di persidangan
terhadap apa yang menjadi dakwaan dalam Surat Dakwaan. Dengan berdasar alat
bukti yang cukup serta proses yang menimbulkan keyakinan hakim. Putusan Nomor
795/Pid.B/2010/PN.Jr didasari oleh pemecahan perkara pidana (splitzing) dalam
perkara pidana dengan penyertaan. Berdasarkan hal tersebut permasalahan yang
akan dibahas ada 2 (dua) yaitu : pertama, apakah penuntutan dengan splitzing sudah
tepat apabila tindak pidana dilakukan dengan penyertaan dan kedua pertimbangan
hakim yang menyatakan bahwa terdakwa bersalah dalam Putusan Nomor
795/Pid.B/2010/PN.Jr sudah sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan
melakukan tindak pidana pembunuhan berencana ? Tujuan penulisan skripsi ini
ialah untuk menganalisis maksud dari permasalahan yang dibahas yaitu untuk
menganalisis kesesuaian penuntutan dengan splitzing apabila tindak pidana
dilakukan dengan penyertaan dan menganalisis pertimbangan hakim yang
menyatakan bahwa terdakwa bersalah dalam Putusan Nomor 795/Pid.B/2010/PN.Jr
sudah sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan melakukan tindak pidana
pembunuhan berencan.
Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif, Pendekatan
masalah menggunakan pendekatan Undang-undang (statute approach) dan
pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber bahan hukum yang
digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, dengan tipe
penelitian yuridis normatif, bahan hukum yang dipergunakan adalah bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder serta analisis bahan hukum deduktif.
Kesimpulan dalam skripsi ini adalah : Pertama, Penuntutan dalam Perkara
Nomor 795/Pid.B/2010/Pn.Jr sudah tepat apabila dilakukan pemecahan perkara
pidana (splitzing) dengan memecah satu berkas perkara menjadi beberapa berkas
perkara. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh saksi terkait pembuktian dalam
kasus tindak pidana. Dalam hal ini terdakwa yang melakukan tindak pidana bersamasama
diajukan sebagai saksi untuk membuktikan dakwaan penuntut umum, yang
perkaranya dipisah karena kurangnya alat bukti.. Kedua, Pertimbangan hakim dalam
Putusan Nomor 795/Pid.B/2010/Pn.Jr bertentangan dengan ketentuan Pasal 183
KUHAP, yakni terdakwa bisa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana
sekurang-kurangnya 2 alat bukti disertai keyakinan hakim. Dalam hal ini walaupun
alat bukti sudah memenuhi syarat minimal, namun belum mendukung terjadinya
tindak pidana oleh terdakwa. Berdasarkan uraian pembahasan terhadap permasalahan
maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : Hendaknya penuntut umum
segera mengadakan koordinasi dengan penyidik jika penuntut umum beranggapan
bahwa terhadap suatu berkas perkara yang dilimpahkan kepadanya perlu dilakukan
pemecahan berkas perkara.. Seharusnya Hakim lebih memperhatikan ketentuan Pasal
183 KUHAP sehingga Hakim dalam memutus suatu perkara yang seperti contoh
kasusdaam pehasn dimana fakta yang terungkap dalam persidangan tidak sesuai
dengan tindak pidana yang dilakukan terdakwa dapat mengambil suatu Putusan yang
Objektif dan berdasar pada ketentuan KUHAP. Kepada terdakwa dapat melakukan
upaya hukum banding satas putusan tersebut tentunya dengan formulasi alasan
hukum yang tepat dan sesuai atas kasus tersebut. | en_US |