Show simple item record

dc.contributor.authorZULFIKAR ARDIWARDANA WANDA
dc.date.accessioned2014-01-23T14:59:51Z
dc.date.available2014-01-23T14:59:51Z
dc.date.issued2014-01-23
dc.identifier.nimNIM080710101163
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/22622
dc.description.abstractPenyelenggaraan kehidupan politik dan ketatanegaraan di Indonesia, di samping negara lazimnya berada dalam keadaan normal (ordinary condition), pada praktiknya terkadang timbul keadaan yang tidak normal atau darurat (emergency condition). Berangkat atas asumsi tersebut, bisa saja pemerintah selaku penguasa atau badan/pejabat tata usaha negara menggunakan kekuasaannya untuk menerbitkan peraturan maupun kebijakan tertentu yang muatannya sarat dengan pelanggaran hakhak konstitusional warga negara maupun Hak Asasi Manusia (HAM) dengan menggunakan dalih “negara berada dalam keadaan darurat/bahaya” dan “keadaan mendesak untuk kepentingan umum” yang sebenarnya hanya dimaksudkan untuk memperkokoh rezim kekuasaannya. Berdasarkan latar belakang inilah penulis merumuskan rumusan masalah apa dasar pertimbangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak berwenang dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara dalam hal Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN, bagaimana tolok ukur keadaan mendesak untuk kepentingan umum sebagaimana yang termaktub dalam huruf (sub) b Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN sehingga diinterpretasikan oleh PTUN untuk dinyatakan tidak berwenang untuk disengketakan, dan bagaimana politik hukum yang seharusnya diterapkan dalam merestorasi HAM atas keberlakuan pasal tersebut. Adapun Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengkaji, memberikan argumentasi dan preskripsi berupa saran terhadap isu hukum dari permasalahan yang hendak dibahas dalam skripsi ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yang bersifat yuridis normatif (legal research) dengan pendekatan masalah melalui pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan asas-asas hukum (legal principle approach), Pada bahan hukum, penulis menggunakan dua jenis bahan hukum, yaitu bahan hukum primer dan xvii bahan hukum sekunder, serta bahan nonhukum yang kemudian dilanjutkan dengan analisa bahan hukum. Tinjauan pustaka dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai negara dalam keadaan darurat yang meliputi pengertian-pengertian, asas-asas, serta bentuk hukum dan tindakan keadaan darurat, mengenai Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) terkait pengertian dan sistem pengujiannya, serta mengulas mengenai pengertian restorasi, politik hukum, dan HAM yang turut tersaji dalam penulisan di sini. Garis besar pembahasan dalam skripsi ini, dipahami bahwa ketentuan pasal 49 UU No.5 Tahun 1986 Jo UU No. 9 Tahun 2004 sebagai Perubahan Pertama Jo UU No. 51 Tahun 2009 sebagai Perubahan Kedua tentang PTUN secara normatif juga sudah sangat jelas membatasi kewenangan PTUN dalam menyelesaikan sengketa tata usaha negara tertentu di mana keputusan tersebut dikeluarkan dalam “waktu perang atau keadaan darurat” dan “keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Rumusan “kepentingan umum” menurut Pasal 49 huruf b UU No. 5 Tahun 1986 beserta penjelasannya terasa masih terlalu abstrak. Dalam kajian bahasan ini dipaparkan bahwa ketentuan pasal tersebut perlu diuji secara materiil (Judicial Review atau Constitutional Review) oleh lembaga yang berwenang secara konstitusional, dalam hal ini adalah Mahkamah Konstitusi (MK) atas pertimbangan keadaan sosiologis atau penafsiran teleologis bahwa keberadaan pasal tersebut pada praktiknya rentan menimbulkan persoalan hukum dan kemasyarakatan yang pada gilirannya menciderai nilai-nilai dan rasa keadilan masyarakat. Saran yang diajukan dalam skripsi ini adalah diperlukan langkah pengujian terhadap Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN oleh lembaga yang secara legal dan konstitusional berwenang, yakni oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku positif legislator (legislatief review) ataupun melalui pengujian konstitusional yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (judicial/constitutional review) secara materiil selaku negatif legislator agar diharapkan keberlakuan atas pasal tersebut dapat direvisi, dilengkapi, diperjelas atau bahkan ditiadakan sebagai langkah politik hukum yang akan diberlakukan oleh negara terhadap ketentuan Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1986 melalui putusannya sehingga diharapkan dapat merestorasi dan mengembalikan HAM dan hak-hak konstitusional warga negara sebagai pribadi dan kolektif yang cenderung dirampas oleh keberlakuan Pasal 49 UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN. Diharapkan pula melalui politik hukum yang akan ditetapkan, PTUN ataupun perangkat lembaga peradilan lainnya dapat memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara (TUN) sebagaimana yang dimaksud dalam pasal tersebut. Selain itu, dalam konteks kepentingan umum, perlu kembali dirumuskan definisi dan ukuran kepentingan umum agar lebih diperjelas dan diperketat sehingga tidak disalahgunakan dengan mengakomodasikan unsur-unsur keadilan dalam ukuran-ukuran kepentingan umum, serta mendesain suatu pengawasan efektif dan sistem keluhan untuk mencegah penyelenggara administrasi atas pelanggaran hak warga negara yang mengatasnamakan keadaan mendesak untuk kepentingan umum.en_US
dc.relation.ispartofseries080710101163;
dc.subjectKEADAAN DARURAT MELALUI RESTORASI POLITIK HUKUMen_US
dc.titlePENERAPAN PENGUJIAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DALAM KEADAAN DARURAT MELALUI RESTORASI POLITIK HUKUM HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record