dc.description.abstract | Pemberian kredit dilakukan sebagai upaya memajukan usaha dan untuk
meningkatkan ekonomi nasional, tetapi dalam pelaksanaan pemberian kredit tidak
sedikit mengalami kemacetan dalam proses pengembalian hutang. Dalam
perjanjian kredit pasti menggunakan jaminan sebagai hal yang penting, yaitu
untuk menjamin apabila terjadi kemacetan pembayaran kelak, ada bermacammacam
bentuk jaminan, jaminan tersebut disesuaikan dengan barang yang
dijadikan jaminan oleh debitur. Kredit macet dalam dunia perbankan secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kestabilan moneter dalam negeri,
terutama pada dunia perbankan yang memegang peranan sebagai pemberi kredit.
Pada bank-bank milik Pemerintah, Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) diberi
wewenang untuk menagih kredit macet melaksanakan sita eksekusi dan
melakukan penjualan umum (lelang) atas barang jaminan debitur, sehingga
diharapkan piutang negara segera dapat terlunasi. Namun bagaimana bila terjadi
bantahan eksekusi lelang terhadap putusan dari BUPLN /atau PUPN seperti dalam
perkara No. 848 K/Pdt/1999 mengenai bantahan eksekusi lelang terhadap dalam
penyelesaian kredit macet bank pemerintah.
Permasalahan yang akan dibahas adalah apakah ratio decidendi
Pengadilan Negeri Sukabumi Nomor 34/Pdt.G/1998/PN.Smi, tanggal 12 Juni
1997 terhadap lelang yang dilakukan oleh BUPLN (Badan Urusan Piutang dan
Lelang Negara), apakah ratio decidendi Mahkamah Agung Republik Indonesia
dalam perkara Nomor 848.K/Pdt/1999, tanggal 9 Februari 2001 sehingga dalam
amar putusannya menyatakan menolak seluruh bantahan dari pembantah, dan apa
yang menjadi kewenangan BUPLN (Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara)
dalam menangani kasus kredit macet bank pemerintah.
Tujuan skripsi ini untuk mengkaji dan menganalisa ratio decidendi
Pengadilan Negeri Sukabumi Nomor 34/Pdt.G/1998/PN.Smi terhadap lelang yang
dilakukan oleh BUPLN (Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara), untuk
mengkaji ratio decidendi Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam perkara
Nomor 848.K/Pdt/1999, untuk mengkaji kewenangan BUPLN (Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara) dalam menangani kasus kredit macet bank
pemerintah.
Penulisan skripsi ini mempergunakan metode penulisan yuridis normatif
dan pendekatan masalah dengan pendekatan undang-undang statute approach,
pendekatan kasus case approach dan pendekatan konseptual conceptual approach.
Dengan sumber bahan hukum yang dipergunakan adalah bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder. Kemudian melakukan pengumpulan bahan hukum
dengan studi literatur dengan mempelajari, menelusuri, mengkaji dan
menganalisis sesuai dengan permasalahan yang dibahas, kemudian dianlisis
dengan menggunakan analisis yang bersifat preskriptif.
Sebagai hasil penulisan ini adalah Majelis Hakim memberikan Putusan
akhir yang menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan melawan
hukum dan menyatakan penjualan lelang adalah tidak sah dan batal demi hukum
yang menurut penulis hal tersebut salah atau tidak benar. Kerena dalam hal ini
menurut penulis hakim tidak melihat Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960
tentang PUPN. Namun bila dilihat dari Peraturan tersebut yaitu Undang-Undang
Nomor 49 Tahun 1960 tentang PUPN menurut penulis hendaknya hakim tetap
menggunakan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 dalam memberikan
pertimbangan hukumnya, agar tidak menimbulkan konflik norma. Selain itu
Mahkamah Agung dalam pemberikan putusan perkara perdata tersebut tentulah
benar-benar suatu pertimbangan yang tidak memihak dimana dalam memberikan
pertimbangan hakim menggunakan penafsiran-penafsiran yang tepat agar nantinya
pertimbangan-pertimbangan hukum yang dijadikan dasar putusan oleh Majelis
hakim benar-benar memberikan putusan yang adil. | en_US |