Show simple item record

dc.contributor.authorFRIEDA SEPTIASARI
dc.date.accessioned2014-01-23T08:11:45Z
dc.date.available2014-01-23T08:11:45Z
dc.date.issued2014-01-23
dc.identifier.nimNIM070710101193
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/22407
dc.description.abstractPengenaan Bea Meterai diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Objek Bea Meterai dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 adalah dokumen. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang: perbuatan, keadaan/kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai menyatakan bahwa ”Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata” dikenakan Bea Meterai. Ketentuan tersebut jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 4 UndangUndang Nomor 13 Tahun 1985 yang mengatur mengenai dokumen yang tidak dikenakan Bea Meterai menimbulkan kerancuan penafsiran. Dokumen-dokumen yang tidak dikenakan Bea Meterai akan tetap dikenakan Bea Meterai jika akan digunakan sebagai alat pembuktian dalam perkara perdata. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisis mengenai kewajiban Bea Meterai tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul ”ASPEK HUKUM BEA METERAI DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PERDATA”. Rumusan masalah meliputi 3 (tiga) hal pertama, apakah pemeteraian terhadap dokumen-dokumen yang hendak dijadikan sebagai alat bukti surat di Pengadilan dapat dilakukan dengan cara melekatkan meterai sendiri oleh pihak yang berperkara. Kedua, apakah seluruh dokumen termasuk akta-akta autentik harus dilekatkan meterai (Nazegeling), apabila hendak dijadikan sebagai alat bukti di Pengadilan. Ketiga, apa akibat hukumnya jika alat bukti surat tidak atau kurang dilunasi Bea Meterai. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang cara pemeteraian kemudian terhadap dokumen-dokumen yang hendak dijadikan sebagai alat bukti surat di Pengadilan oleh pihak yang berpekara, tentang keharusan dilekatkan meterai terhadap dokumen-dokumen termasuk aktaakta otentik, apabila hendak dijadikan sebagai alat bukti di Pengadilan dan untuk mengetahui akibat hukum alat bukti surat yang tidak atau kurang dilunasi Bea Meterainya. Metodologi yang digunakan yaitu terdiri dari tipe penelitian secara yuridis normatif; pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach); sumber bahan hukum yaitu bahan hukum primer, sekunder; dan analisis bahan hukum yang digunakan adalah metode deduktif. Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen. Pelekatan Meterai pada dokumen yang hendak dijadikan sebagai alat bukti surat di Pengadilan tidak dapat dilakukan oleh pihak yang berperkara melainkan harus dilakukan pemeteraian kemudian (Nazegeling) di Kantor Pos. Seluruh dokumen termasuk akta-akta otentik yang hendak dijadikan sebagai alat bukti di Pengadilan wajib dibayar kembali Bea Meterainya menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Akibat hukum jika alat bukti surat tidak atau kurang dilunasi Bea Meterainya adalah alat bukti surat tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, maka hakim wajib menolak sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Bea Meterai. Saran dari skripsi ini adalah Pejabat Pemerintah, Hakim, Panitera, Jurusita, Notaris dan Pejabat Umum lainnya, dalam menjalankan tugas atau jabatannya agar selalu mensosialisasikan tentang bagaimana cara penggunaan Meterai, cara pelunasan bea meterai yang tidak atau kurang dilunasi bea meterainya dan cara pemeteraian kemudian terhadap dokumen yang apabila hendak dijadikan alat bukti di Pengadilan. Kepada masyarakat atau pihak yang berperkara, dalam mengajukan alat bukti surat di muka pengadilan, diwajibkan untuk melakukan Pemeteraian Kemudian (Nazegeling) terhadap dokumen yang hendak dijadikan sebagai alat bukti tersebut. Pihak yang berperkara dilarang atau tidak diperbolehkan melekatkan sendiri Meterai pada dokumen yang akan diajukan sebagai bukti surat tanpa adanya pengesahan dari pejabat kantor pos. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi syarat sahnya pengajuan alat bukti surat di pengadilan.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries070710101193;
dc.subjectHUKUM, PERDATAen_US
dc.titleASPEK HUKUM BEA METERAI DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PERDATAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record