Show simple item record

dc.contributor.authorShanty Nugrahiningtyas
dc.date.accessioned2014-01-23T05:33:49Z
dc.date.available2014-01-23T05:33:49Z
dc.date.issued2014-01-23
dc.identifier.nimNIM062110101011
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/22191
dc.description.abstractPeranan Bahan Tambahan Makanan (BTM) khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan makanan yang sintesis. Salah satu bahan tambahan makanan yang diizinkan digunakan pada makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah bahan pengawet, dimana bahan pengawet ini dapat diartikan sebagai bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruaian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Penggunan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya, tetapi pada saat ini masih banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam makanan dan berbahaya bagi kesehatan misalnya boraks dan formalin. Formalin banyak disalahgunakan untuk mengawetkan makanan seperti tahu dan mie basah. Formalin sebenarnya merupakan bahan untuk mengawetkan mayat dan organ tubuh dan sangat berbahaya bagi kesehatan, oleh karena itu dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 formalin merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan. Formalin tidak boleh digunakan sebagai pengawet makanan, sehingga tidak boleh ada residunya pada makanan. Pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan keracuanan pada manusia dengan gejala sulit menelan, sakit perut akut, muntahmuntah, berak berdarah, gangguan peredaran darah dan pada dosis yang tinggi dapat mengakibatkan kematian. Salah satu bahan makanan sehari-hari yang mengandung formalin adalah tahu. Tahu merupakan salah satu makanan yang menyehatkan karena kandungan proteinnya yang tinggi serta mutunya setara dengan mutu protein hewani dengan NPU (net protein utility) yang cukup tinggi sekitar 65% serta daya cerna yang tinggi pula sekitar 85-98 persen. Selain memiliki kelebihan, tahu juga mempunyai kelemahan, yaitu kandungan airnya yang tinggi sehingga mudah rusak karena mudah ditumbuhi mikroba. Kerusakan tahu ini ditandai dengan adanya lendir di sekitar permukaan tahu, makin lama makin lembek dan warna berubah menjadi bening kecoklatan serta menimbulkan bau kurang sedap. Untuk memperpanjang masa simpan, kebanyakan industri tahu yang ada di Indonesia menambahkan pengawet. Bahan pengawet yang ditambahkan tidak terbatas pada pengawet yang diizinkan, tetapi banyak pengusaha yang nakal dengan menambahkan formalin. Hasil pemantauan yang dilakukan di kota-kota besar pada pasar tradisional dan swalayan, seperti di Hero, Superindo, Carrefour, dan Diamond menunjukan pada tahu, dari 290 sampel 33,45% diantaranya juga masuk kategori mengandung bahan tambahan makanan yang dilarang. Menurut penelitian Alfian (2007), 62.85 % tahu putih yang beredar di pasar tradisional Sidoarjo mengandung formalin dan 37.15 % tidak mengandung formalin. Berpegang pada seluruh uraian tersebut, penulis bermaksud mengkaji mengenai kandungan formalin yang terkandung di dalam tahu yang dijual di pasar tradisional dan supermarket yang terdapat di wilayah kota Jember. Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik observasional (pengamatan) karena penelitian ini selain mengambarkan bagaimana kandungan formalin pada tahu yang terdapat di pasar tetapi juga mengkaji perbedaan kandungan formalin pada tahu putih yang terdapat di pasar tradisional dan supermarket. Sebagai data penunjang diberikan kuisioner kepada pembeli tahu agar dapat mengetahui pengetahuan konsumen mengenai tahu berformalin. Untuk uji kandungan formalin yang terdapat pada tahu dilakukan uji laboratorium pada Laboratorium Analisia Pangan Politeknik Negeri Jember dengan menggunakan metode Ferri klorida. Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan dua macam teknik yakni uji laboratorium dengan 26 sampel dan wawancara kepada pembeli tahu sebanyak 140 responden. Data yang terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan dua cara. Pertama tebel frekuensi dan tabulasi silang digunakan untuk memberikan gambaran dan perbedaan tentang kandungan formalin yang dijual di pasar tradisional dan supermarket. Kedua untuk menguji proporsi perbedaan antara kandungan formalin pada pasar tardisional dan supermarket dilakukan dengan uji Chi Square dengan bantuan program SPSS versi 11.5. Interval kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau level of significancy 5% (0,05). Pengetahuan responden tentang formalin dalam tahu mayoritas di pasar tradisional dan supermarket masuk kedalam kategori sedang yaitu sebesar 60,7% pada pasar tradisional dan sebesar 53,6% pada supermarket. Kandungan formalin dalam tahu putih yang dijual di pasar tradisional dan supermarket secara keseluruhan adalah sebanyak 92,3% (24 sampel) tahu yang terdapat di kota Jember ini tidak mengandung formalin serta 7,7% (2 sampel) tahu yang terdapat di kota Jember mengandung formalin. Untuk tahu yang dijual di sepuluh pasar tradisional 100% (18 sampel) tidak mengandung formalin, sedangkan tahu yang dijual di tiga supremarket di kota Jember terdapat 75% (6 sampel) tidak mengandung formalin dan 25% (2 sampel) tahu mengandung formalin. uji Chi Square untuk mengetahui perbedaan hasil analisis kandungan formalin dalam tahu yang dijual di Pasar Tradisional dan Supermarket didapatkan nilai signifikan sebesar 0,027 sehingga dapat dikatakan terdapat perbedaan yang signifikan antara kandungan formalin dalam tahu yang dijual di Pasar Tradisional dan Supermarket.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries062110101011;
dc.subjectKandungan Formalinen_US
dc.titleANALISIS KANDUNGAN FORMALIN DALAM TAHU PUTIH YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL DAN SUPERMARKET DI WILAYAH KOTA JEMBERen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record