Show simple item record

dc.contributor.authorIna Soraya
dc.date.accessioned2014-01-23T04:51:45Z
dc.date.available2014-01-23T04:51:45Z
dc.date.issued2014-01-23
dc.identifier.nimNIM082010101072
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/22114
dc.description.abstractMalaria merupakan penyakit infeksi parasitik yang penting di negara berkembang. Mortalitas malaria di Indonesia mencapai 199.576 per tahun. Pemerintah RI mengupayakan untuk menurunkan angka tersebut melalui program pengendalian kasus malaria. Program ini meliputi pengobatan terhadap penderita dan pengendalian vektor. Pengobatan pada penderita malaria menyebabkan munculnya masalah baru yaitu resistensi Plasmodium. Hal ini menunjukkan upaya yang dilakukan belum mampu menyelesaikan kasus malaria Indonesia. Upaya lain yang dikembangkan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas adalah vaksin. WHO menyatakan bahwa vaksin ideal yang bisa ditemukan mampu menurunkan kasus malaria. Perkembangan penelitian dunia vaksin malaria menghasilkan variasi vaksin diantaranya TBV. Salah satu pendekatan TBV yang dikembangkan hingga saat ini yaitu vaksin berbasis saliva vektor. Hal ini didasarkan pada beberapa penelitian menyatakan bahwa paparan gigitan nyamuk steril secara berulang terhadap mencit coba mampu mengurangi pertumbuhan parasit dalam tubuh. Vektor malaria di Indonesia diantaranya adalah nyamuk An. aconitus betina. Kemampuan saliva vektor An. aconitus sebagai kandidat vaksin TBV berbasis saliva akan diuji melalui pengaruhnya terhadap derajat parasitemia mencit coba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi saliva An. aconitus sebagai kandidat target pengembangan TBV melalui pengukuran derajat parasitemia mencit coba dan mengetahui perbedaannya pada kelompok kontrol, perlakuan yang divaksin dengan pellet, dan perlakuan yang divaksin dengan supernatan. Metode yang dilaksanakan berawal dari isolasi kelenjar saliva dengan metode mikrodiseksi dengan beberapa modifikasi. Kemudian hasil isolasi dibuat vaksin dengan ekstraksi melalui metode freez and thaw. Vaksin yang dihasilkan berupa vaksin pellet, supernatan, dan kontrol. Langkah berikutnya dilakukan vaksinasi selama tiga kali dengan jeda waktu 2 minggu pada semua kelompok. Setelah vaksinasi terakhir, mencit coba diinokulasikan Plasmodium berghei dan 40 jam pasca inokulasi dibuat sediaan darah tepi dari ekor untuk pengukuran derajat parasitemia. Pengambilan data derajat parasitemia dilakukan pada hari ke0, 4, 6, dan 7. Hasil dari pengukuran derajat parasitemia tampak adanya kecenderungan pada kelompok yang divaksin dengan ekstrak kelenjar saliva lebih rendah dibandingkan kontrol. Derajat parasitemi pada kelompok pellet hari ke-0 belum menunjukkan adanya parasit, hari ke-4, 6, dan 7 menunjukkan derajat parasitemi yang lebih rendah dibandingkan kelompok supernatan dan kontrol. Hal ini dimungkinkan karena respon imun Th1 yang salah satunya adalah INF-γ pada kelompok pellet lebih tinggi dibandingkan dengan supernatan. Th1 merupakan sistem imun tubuh yang berperan dalam melawan parasit malaria. Hal ini menunjukkan bahwa kelenjar saliva vektor An. aconitus juga memiliki pengaruh terhadap penekanan derajat parasitemia mencit coba. Derajat parasitemi kelompok supernatan pada hari ke-2, 4, 6, dan 7 menunjukkan kecenderungan lebih rendah dibanding kontrol. Namun, penelitian ini perlu diulang untuk mendapatkan data yang dapat dianalisa dan dikembangkan lebih lanjut terkait sistem imun yang berperan sebagai efek vaksinasi untuk melawan malaria. Penelitian ini juga diharapkan dapat dikembangkan hingga menjadi vaksin model bagi manusia dalam kasus malaria.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries082010101072;
dc.subjectParasitemiaen_US
dc.titleDerajat Parasitemia Mencit BALB/c Pasca Vaksinasi Kelenjar saliva Anopheles aconitus sebagai Model Transmission Blocking Vaccine (TBV) terhadap Malariaen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record