dc.description.abstract | Demam Berdarah Dengue atau DBD adalah masalah kesehatan masyarakat yang paling serius. Angka penderita dan kematian karena wabah DBD di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun (Rezeki dan Hindra, 1999). Wabah ini telah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Jember. Humas DinKes Jember mengatakan jumlah kasus pada bulan Januari pada tahun 2009 mencapai 344 kasus dan untuk Februari sudah mencapai 45 kasus dalam 5 hari pertama sehingga total 389 kasus (Inilah com-Jember, 2009[serial online]).
Penyakit demam berdarah (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus melalui perantara nyamuk Aedes aegypti. Salah satu cara untuk mencegah penyakit tersebut adalah mengendalikan vektornya. Pengendalian Aedes aegypti sudah banyak dilakukan pemerintah diantaranya dengan fogging dan abatesasi yang secara umum berbahaya bagi lingkungan.
Dampak negatif yang disebabkan oleh insektisida sintetik tersebut perlu dicari insektisida alternatif yang lebih aman dan ramah lingkungan yaitu insektisida botani. Insektisida botani lebih menguntungkan karena bahan aktif yang dikandung tumbuh-tumbuhan mudah terurai oleh sinar dan udara (Simanjuntak, 1997). Tumbuhan yang dapat dikembangkan sebagai insektisida botani adalah daun babadotan (Ageratum conyzoides, L.) yang memiliki kandungan bahan aktif yaitu saponin, tanin, flavonoid, polifenol dan mengandung minyak atsiri. Tumbuhan lain berfungsi sebagai insektisida botani adalah tanaman sereh wangi (Andropogon nardus, L.) memiliki senyawa sitronella dalam minyak atsiri mempunyai sifat racun dehidrasi (Santoso, 1992). Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul “ Perbedaan Toksisitas Ekstrak Daun Babadotan (Ageratum conyzoides L.) dan Ekstrak Daun Sereh Wangi (Andropogon nardus L.) terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti L.”.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Farmasi Universitas Jember. Penelitian ini disusun dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 10 perlakuan dan 2 kontrol, masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali dengan waktu dedah 24 jam dan 48 jam. Besarnya pengaruh ekstrak daun babadotan dan ekstrak daun sereh wangi terhadap mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti L. dianalisis menggunakan uji ANOVA dan bila berbeda nyata dihitung dengan menggunakan Uji Duncan dengan taraf 5% (Ningrum, 2007). Nilai LC50-24 jam, LC50-48 jam, LC90-24 jam, dan LC90-48 jam dianalisis menggunakan Analisis Probit. Software yang digunakan adalah SPSS for Windows versi 11,5.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun babadotan dan sereh wangi menyebabkan mortalitas larva Aedes aegypti L. semakin meningkat. Babadotan memiliki LC50 dan LC90 dalam waktu pemaparan 24 jam adalah 1576 ppm dan 2609 ppm. Sedangkan LC50 dan LC90 pada pemaparan 48 jam adalah 777 ppm dan 1.548 ppm. Kemudian diketahui bahwa LC50 dan LC90 ekstrak daun sereh wangi dalam waktu pemaparan 24 jam adalah 8047 ppm dan 10692 ppm, sedangkan pada pemaparan 48 jam LC50 dan LC90 sebesar 6867ppm dan 9149 ppm. Hasil uji ANOVA dari kedua ekstrak tersebut menunjukkan bahwa masa dedah 24 jam dan 48 jam pemberian ekstrak daun babadotan berpengaruh sangat nyata dalam meningkatkan mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti L.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun babadotan (Ageratum conyzoides, L.) lebih efektif digunakan sebagai larvasida. Hal ini berdasarkan pada besarnya LC50 dan LC90 dari ekstrak daun babadotan pada masa dedah 24 jam dan 48 jam membutuhkan konsentrasi yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan ekstrak daun sereh wangi (Andropogon nardus,L.). | en_US |