dc.description.abstract | Proses peradilan pidana dimulai dari kepolisian dengan proses penyidikan.
Sebelum proses penyidikan dimulai polisi seharusnya memberitahukan hak-hak
tersangka sesuai dengan prinsip-prinsip KUHAP. Dalam kasus ini memang telah
diterapkan prinsip KUHAP namun tidak sesuai dengan aturan-aturan yang
seharusnya diterapkan dalam setiap tingkat pemeriksaan sesuai dengan prinsip
KUHAP, terdakwa dalam kasus ini ialah Pak Erfan (47 tahun), terdakwa
melakukan persetubuhan terhadap korban yang masih dibawah umur yakni
Ismawati (14 tahun) didakwa dengan menggunakan Pasal 81 ayat 1 Undang-
undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 285, Pasal 287
KUHP tentang Tindak pidana persetubuhan. Akan tetapi di dalam persidangan
terdakwa mengakui tidak pernah melakukan apa yang telah didakwakan oleh
penuntut umum karena pada saat penyidikan hak-hak seorang tersangka tidak
diberitaukan yakni seorang tersangka harus didampingi seorang penasihat hukum,
di dalam BAP tertuliskan bahwa tersangka didampingi penasihat hukum tetapi
dipersidangan terdakwa mengatakan tidak perna didampingi oleh penasihat
hukum dan apa yang di tulis dalam BAP tidak sesuai dengan kenyataanya.
Setelah proses penyidikan selesai penyidik menyerahkan berkas acara
pemeriksaan (BAP) yang kemudian dilimpahkan kepada kejaksaan. Pada kasus ini
penuntut umum seharusnya melakukan tugasnya yakni mempelajari dan
menelitinya apakah penyelidikan tersebut telah lengkap atau belum, dalam hal ini
penuntut umum kurang memperhatikan hal tersebut dan langsung menyusun surat
dakwaan, sesuai dengan BAP yang diterimanya. Penyusunan surat dakwaan oleh
penuntut umum kurang cermat karena tidak sesuai dengan fakta-fakta yang
sesungguhnya. Surat dakwaan yang di buat oleh penuntut umum telah memenuhi
syarat formil tetapi syarat materiil tidak dipenuhi karena antara yang di
dakwaakan dengan fakta yang terjadi dipersidangan tidak sesuai sehingga
mengakibatkan penuntutan penuntut umum tidak dapat diterima.
Salah satu perkara yang menarik untuk dikaji adalah Putusan Pengadilan
Negeri Jember No: 1102/Pid.B/2008/PN.Jr. Permasalahan pertama dalam skripsi
ini adalah Apakah pemeriksaan tersangka di tingkat penyidikan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan permasalahan kedua apa akibat hukum dari putusan Pengadilan yang menyatakan penuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah Untuk menganalisis pemeriksaan
tersangka di tingkat Penyidik telah sesuai dengan Prinsip-prinsip dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dan untuk menganalisis akibat
hukum dari putusan Pengadilan yang menyatakan Penuntutan Penuntut Umum
tidak dapat diterima.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah tipe penelitian
yuridis normative dengan menggunakan pendekatan masalah yaitu dengan
pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual
(conceptual approach) dan bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, serta analisis bahan hukumnya bersifat preskriptif yang didasarkan pada norma-norma dan aturan hukum.
Berdasarkan hasil pembahasan disimpulkan bahwa pemeriksaan tersangka
ditingkat penyidikan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Karena selama proses pemeriksaan
berlangsung di muka penyidik, tidak diterapkannya prinsip KUHAP yakni Pasal
52, Pasal 54, Pasal 56 dan Pasal 115 KUHAP. Bahwa akibat hukum yang
ditimbulkan dari putusan yang menyatakan penuntutan penuntut umum tidak
dapat diterima, dan terdakwa dibebaskan atau terdakwa tidak dipidana. Bagi
penuntut umum akibat dari putusan yang menyatakan penuntutan penuntut umum
tidak dapat diterima, penuntut umum dapat mengajukan upaya hukum lain, yakni
banding dan kasasi. Bagi terdakwa karena kelalaian penuntut umum dalam
beracara maka terdakwa dapat mengajukan ganti kerugian dan rehabilitasi.
Saran penulis dalam skripsi ini adalah sebaiknya Penyidik lebih berhati-
hati lagi dalam menangani suatu perkara yang masuk. Karena kepolisian
merupakan pintu pertama masuknya perkara dan penyidik seharusnya menerapkan
Pasal 115 ayat 1 KUHAP. Aparat penegak hukum seharusnya lebih jeli dalam
menafsirkan suatu kasus dalam hal ini penuntut umum, agar lebih cermat, jelas dan lengkap dalam menyusun surat dakwaan dan tuntutan. | en_US |