dc.description.abstract | Salah satu skim pembiayaan dalam konteks fiqh yang paling banyak
digunakan oleh perbankan syariah adalah skim pembiayaan jual-beli murabahah
Pada murabahah dicantumkan akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat
berubah selama berlakunya akad. Akad dalam konsep murabahah ini
menggunakan akad hiwalah, sebagai bentuk pengalihan hutang. Seiring dengan
berkembangnya institusi keuangan Islam di Indonesia, maka suatu aturan hukum
turut pula dikembangkan untuk melegalisasi serta melindungi akad-akad yang
sesuai Syari’ah Islam diterapkan dalam Sistem Keuangan Islam di Indonesia.
Maka dari itu, Dewan Syari’ah Nasional–Majelis Ulama Indonesia telah
mengeluarkan fatwa No: 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hiwalah disebutkan
bahwa pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). Pada praktek
perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier
mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat
ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Guna mengantisipasi resiko kerugian
yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang
berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang
berutang.
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang timbul yaitu
apakah bentuk tanggungjawab para pihak pada akad hiwalah dalam pembiayaan
murabahah di perbankan syariah, apa akibat hukum akad hiwalah pada
pembiayaan murabahah di perbankan syariah, apa cara yang digunakan pada
penyelesaian sengketa akibat terjadi wanprestasi dalam pembiayaan murabahah di
perbankan syariah.
Tujuan penulisan skripsi ini Memenuhi salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Jember, merupakan salah satu
bentuk penerapan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan yang bersifat
teoritis dengan praktik yang terjadi di masyarakat, memberikan kontribusi
pemikiran yang diharapkan akan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya,
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu tipe penelitian
yang bersifat normatif (legal research). Pendekatan masalah yang digunakan
penyusunan skripsi ini yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach)
dan pendekatan konsep (conceptual approach). Sumber bahan hokum yang
digunakan adalah sumber bahan hukum primer dan sumber bahan huium
sekunder.
Kesimpulan dari skripsi ini yaitu bentuk tanggung jawab para pihak dalam
akad hiwalah dalam pembiayaan murabahah di perbankan syariah, ketiga pihak
ini adalah muhal alaih atau bank bertanggung jawab untuk menyerahkan barang
kepada nasabah, menanggung atas barang apabila terjadi suatu cacat, bertanggung
jawab apabila terjadinya gangguan terhadap barang sekaligus sebagai penerima
atas pengalihan dari muhal (nasabah) kepada muhil (supplier). Muhal sebagai
nasabah yang berhutang, bertangggung jawab membayar beban kepada muhal
alaih, muhil atau supplier yang bertanggung jawab untuk memberikan barang
kepada muhal alaih. Apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya maka
dapat dilakukannya pengambilan jaminan kepada bank, UU No. 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia Pasal 28 berupa fidusia bank berhak untuk menjual jaminan melalui kantor lelang Negara, eksekusi paksa melalui Pengadilan Agama.
Eksekusi yang dilakukan pertama adalah eksekusi secara sukarela (penyerahan
jaminan yang dilakukan oleh nasabah kepada bank), sementara apabila nasabah
tidak memberikan jaminan tersebut secara sukarela maka bank berhak
melaksanakan eksekusi secara paksa (upaya paksa) atas permohonan pemohon
eksekusi dengan bantuan kekuatan umum karena termohon eksekusi tidak
memenuhi isi penyerahan barang secara sukarela. Ketentuan syariah terdapat
dalam surat Al-Baqarah ayat 28. Akibat hukum akad hiwalah dalam akad
pembiayaan murabahah diperbankan syariah terjadinya pengalihan utang kepada
nasabah (muhal) dan nasabah mempunyai kewajiban membayar kepada bank
(muhal alaih). Cara penyelesaian sengketa akibat wanprestasi dalam akad
pembiayaan murabahah penyelesaiannya melalui dua cara yaitu non litigasi dan
litigasi. Non litigasi penyelesaiannya dengan musyawarah, mufakat, dan apabila
tidak ditemui suatu keputusan diselesaikan dengan melalui arbitrase. Bentuk
perjanjian yang menggunakan jaminan fidusia apabila ditemuinya bentuk
wanprestasi maka kembali kepada akta jaminan fidusia yang mana dilakukan
pengambilan jaminan oleh bank kemudian dijual di kantor pelelangan Negara.
Badan arbitrase nasional yang menjadi wewenang dalam menyelesaikan sengketa.
Melalui jalur non litigasi dengan arbitrase tidak menemukan suatu titik temu
perdamaian maka dapat dilakukan eksekusi di Pengadilan Negeri. Jalur litigasi
yang dilakukan di pengadilan agama dan eksekusinya sesuai dengan Undangundang
No. 30 Tahun 1999 tentang abitrase. Eksekusi putusan arbitrase, putusan
aribtrase yang sudah ditandatangani arbiter bersifat final and binding. Salinan
otentik putusan diserahkan dan didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri.
Apabila putusan tidak dilaksanakan secara sukarela, maka dilaksanakan
berdasarkan perintah ketua Pengadilan Negeri, ketentuan ini terdapat dalam
SEMA No.8 tahun 2010 tentang Eksekusi Putusan Badan Syariah.
Saran ditujukan, Bank Indonesia perlu membuat peraturan Bank Indonesia
(PBI) tentang hiwalah supaya dalam pelaksanaan pelayanan dalam jual beli dan
utang piutang dalam syariah mempunyai landasan hukum secara formal. Produkproduk
bank syariah di Indonesia seharusnya sama disetiap bank syariah, akad
hiwalah yang merupakan salah satu produk bank syariah namun belum semuanya
bank syariah yang ada melayani pelayanan produk ini. Penyelesaian sengketa
dalam ruang lingkup syariah belum memadai untuk dilaksanakan diseluruh
Indonesia, hal ini masih berpusat pada Ibukota. Badan Arbitrase Nasional belum
memiliki adanya suatu perwakilan yang ada disetiap kota bahkan kabupaten. | en_US |