dc.description.abstract | Saling klaim dan upaya-upaya penguasaan atas wilayah-wilayah di Kepulauan
Spratly dilakukan sedikitnya oleh enam negara, yaitu Cina, Vietnam, Filipina, Taiwan,
Brunei, dan Malaysia. Klaim negara-negara tersebut terhadap Kepulauan Spratly
didasarkan pada sejumlah catatan sejarah, penemuan situs, dokumen-dokumen kuno,
peta-peta, maupun penggunaan gugus-gugus pulau oleh para nelayannya. Persoalannya
menjadi lebih rumit karena klaim-klaim tersebut saling tumpang tindih karena masingmasing
negara
menganggap
“benar”
klaim
versinya
sendiri.
Kepulauan Spratly adalah sebuah gugusan pulau-pulau kecil dan pulau-pulau
karang yang terletak di kawasan Laut Cina Selatan (LCS). Kepulauan Spratly
merupakan kawasan yang sangat bermakna strategis, baik dari segi ekonomis, politis dan
militer. Kepulauan Spratly disinyalir menyimpan sumber daya alam yang melimpah,
terutama minyak bumi dan gas alam. Kawasan ini juga merupakan salah satu jalur
pelayaran dan jalur lintas laut perdagangan internasional terpenting dan terpadat di
dunia. Selain itu, Kepulauan Spratly juga merupakan kawasan militer yang strategis,
karena bisa digunakan sebagai tempat untuk melakukan pengamatan (surveillances)
ataupun pencegatan (interdiction), terhadap segala bentuk aktifitas militer negara lain.
Dengan segala kelebihan yang dimilikinya, tidak mengherankan bila negaranegara
tersebut saling klaim dan berupaya untuk terus mempertahankan klaim mereka
atas Kepulauan Spratly. Klaim tumpang tindih tersebut mengakibatkan adanya
pendudukan terhadap seluruh maupun sebagian wilayah kepulauan, yang kemudian
memicu adanya perselisihan maupun terjadinya kontak senjata.
Setelah sempat tenang beberapa saat, ketegangan di Kepulauan Spratly kembali
terjadi pada pertengahan tahun 2011. Ketegangan yang kembali melibatkan Cina,Vietnam dan Filipina tersebut membuat Amerika Serikat merasa tertarik untuk terlibat
dalam sengketa tersebut. Namun, kehadiran Amerika di sengketa Kepulauan Spratly
mendapat tentangan dari Cina. Cina menganggap bahwa Amerika Serikat bukanlah salah
satu dari negara-negara yang mengklaim wilayah di Kepulauan Spratly. Keterlibatan
Amerika Serikat pada sengketa ini, menurut Cina, justru akan memperburuk situasi di
kawasan Kepulauan Spratly.
Adanya permintaan bantuan keamanan dari Filipina sebagai negara aliansi
Amerika Serikat, seolah menjadi pintu masuk bagi Amerika Serikat untuk ikut terlibat
dalam sengketa ini. Kehadiran dan keterlibatan Amerika Serikat dalam sengketa
Kepulauan Spratly juga tidak terlepas dari kekhawatiran Amerika Serikat atas
peningkatan kapabilitas militer Cina. Bila dibandingkan dengan negara pengklaim
Kepulauan Spratly lainnya, maka militer Cina bukanlah tandingan sepadan bagi mereka.
Inilah yang menjadi perhatian serius Amerika Serikat, yaitu mencegah Cina agar tidak
memaksakan klaim tunggal atas Kepulauan Spratly melalui kekuatan militer yang
dimilikinya. Karena apabila Kepulauan Spratly benar-benar menjadi wilayah kekuasaan
Cina, maka secara tidak langsung akan berdampak pada pengaruh Amerika Serikat di
kawasan Pasifik. | en_US |