Show simple item record

dc.contributor.authorALFI NADZIROTUL FAIZAH
dc.date.accessioned2014-01-21T05:20:58Z
dc.date.available2014-01-21T05:20:58Z
dc.date.issued2014-01-21
dc.identifier.nimNIM090710101143
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/19689
dc.description.abstractHak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan hasil proses kemampuan berpikir yang dijelmakan ke dalam bentuk ciptaan atau invensi. Ciptaan atau invensi tersebut merupakan milik yang di atasnya melekat suatu hak yang bersumber dari akal (intelek). Desain Industri pada dasarnya adalah suatu proses penciptaan, penemuan, dan penemuan yang tidak terpisahkan dari segi-segi produksi, sehingga perlu diberikan suatu perlindungan dengan peraturan perundang-undangan. Perlindungan tentang Desain Industri di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, hak atas desain industri diberikan negara kepada pendesain dalam jangka waktu tertentu yaitu 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000. Peraturan mengenai Desain Industri selain untuk mewujudkan komitmen terhadap Persetujuan TRIPs, juga untuk memberikan landasan bagi perlindungan yang efektif terhadap berbagai bentuk pembajakan, penjiplakan, dan peniruan atas Desain Industri yang telah didaftarkan. Dalam praktek, masih banyak ditemukan permasalahan-permasalahan di bidang Desain Industri. Penulis mengkaji perkara perdata berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 801 K/ Pdt.Sus/2011, yaitu PT. APLUS PACIFIC yang mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran Hak Desain Industri “Rangka Plafon” milik ONGGO WARSITO karena Desain Industri milik Tergugat dianggap mirip dengan PT. APLUS PACIFIC. Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang timbul yaitu apakah setiap bentuk produk dapat diberikan perlindungan desain industri, apakah akibat hukum gugatan pembatalan pendaftaran hak desain industri antara PT. Aplus Pacific dan Onggo Warsito, apakah ratio decidendi (pertimbangan hukum) hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 801 K/Pdt.Sus/2011 tentang penolakan pembatalan pendaftran hak desain industri ditinjau dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Jember, merupakan salah satu bentuk penerapan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan yang bersifat teoritis dengan praktik yang terjadi di masyarakat, memberikan kontribusi pemikiran yang diharapkan akan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan penyusunan skripsi ini yaitu pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan studi kasus (case study). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Kesimpulan dari skripsi ini adalah bentuk produk yang diberikan Perlindungan Desain Industri telah diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000. Akibat hukum dari pembatalan Pendaftaran Hak Desain Industri terhadap kasus Sengketa PT. APLUS PACIFIC dan ONGGO WARSITO berdasarkan putusan tersebut adalah menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi sehingga para pihak masih tetap memiliki Hak Desain Industri pada masing-masing desainnya. Ratio Decidendi (Pertimbangan Hukum) Hakim dalam Putusan Nomor: 801 K/Pdt.Sus/2011 telah sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri dan Judex Facti, karena dalam Desain Industri menganut prinsip kebaruan dan tidak sama bukan kemiripan, dalam kasus ini unsur kebaruan yang dimaksud adalah adanya garis yang lebih dalam dan lipatan sambungan sehingga terdapat perbedaan terhadap obyek sengketa. Saran yang dapat penulis sampaikan yaitu hendaknya ada pengaturan yang lebih jelas mengenai syarat pemberian Hak Desain Industri, sebagaimana pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri ini. Revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri mengenai unsur “tidak sama” dan “kebaruan” agar tidak terjadi kesalahpahaman ataupun multitafsir dalam penilaian pemberian Hak Desain Industri. Pemerintah khususnya yang bergerak dalam bidang HKI harusnya lebih teliti dalam mengkaji permasalahan yang mungkin terjadi dalam sengketa HKI khususnya Desain Industri.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries090710101143;
dc.subjectSENGKETA DESAIN INDUSTRI ANTARA PT. APLUS PACIFIC DENGAN ONGGO WARSITOen_US
dc.titleTINJAUAN YURIDIS SENGKETA DESAIN INDUSTRI ANTARA PT. APLUS PACIFIC DENGAN ONGGO WARSITOen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record