dc.description.abstract | Suatu perkawinan yang tidak memenuhi rukun dan syarat perkawinan
dapat dibatalkan, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan Pasal 22 yang menyebutkan. “Perkawinan dapat
dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan”. Batal yaitu rusaknya hukum yang ditetapkan
terhadap suatu amalan seseorang, karena tidak terpenuhinya syarat-syarat dan
rukunnya. Selain tidak memenuhi syarat dan rukunnya, juga perbuatan itu
dilarang atau diharamkan oleh agama. Larangan perkawinan dalam ilmu fikih
disebut Mahran, mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi. Larangan
perkawinan ada dua macam, pertama disebut mahram mu’aqqat (larangan dalam
waktu tertentu) dan kedua mahram mu’abbad (larangan untuk selama-lamanya).
Larangan perkawinan yang dimaksud adalah orang-orang yang tidak boleh
melakukan perkawinan, yang dimaksud disini adalah perempuan-perempuan yang
tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki; atau sebaliknya laki-laki mana saja
yang tidak boleh mengawini seorang perempuan.
Salah satu kasus pembatalan perkawinan karena hubungan nasab yang
terjadi pada Pengadilan Agama Lumajang. Kasus ini bermula ketika terjadi
perkawinan antara seorang laki-laki bernama Hasan (bukan nama sebenarnya)
Umur 33 tahun, pekerjaan Swasta, tempat kediaman Sidodadi RT.02 RW.03 Desa
Kertowono Kecamatan Gucialit Kabupaten Lumajang (Termohon I) dengan
seorang perempuan yang bernama Muryati binti Khoiri (bukan nama sebenarnya),
Umur 29 tahun, pekerjaan Swasta, tempat kediaman Sidodadi RT.02 RW.03 Desa
Kertowono Kecamatan Gucialit Kabupaten Lumajang (Termohon II), perkawinan
keduanya terjadi pada tahun 1998, dari perkawinan keduanya telah di lahirkan 2
(dua) orang anak yang masing-masing berusia 8 (delapan) tahun dan 4 (empat)
tahun.
Berdasarkan dari uraian tersebut diatas, maka penulis ingin membahas dan
mengkaji lebih lanjut kasus tersebut dalam suatu karya ilmiah berbentuk skripsi
dengan judul: KAJIAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN
PERKAWINAN AKIBAT ADANYA HUBUNGAN NASAB (Studi Putusan
Nomor.1136/Pdt.G/2006/PA.Lmj).
Masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, antara lain; apakah
pertimbangan hukum bagi hakim pengadilan agama dalam mengabulkan
permohonan pembatalan perkawinan akibat adanya hubungan nasab,
bagaimanakah proses pemeriksaan permohonan pembatalan perkawinan akibat
adanya hubungan nasab, bagaimana akibat hukum dari suatu perkawinan yang
dibatalkan berkaitan dengan harta kekayaan dan anak.
Tujuan penulisan skrispi ini terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum pada intinya penulisan skripsi ini adalah untuk diajukan sebagai
tugas akhir untuk mendapat gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jember. Tujuan khusus untuk memberikan jawaban atas permasalahan
yang diangkat. Metode penulisan skripsi ini menggunakan tipe yuridis normatif,
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang, pendekatan kasus,
dan pendekatan konseptual. Bahan hukum terdiri atas bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder. Analisis bahan hukum menggunakan metode diskriptif.
Perkawinan Termohon I dan Termohon II telah melanggar ketentuan
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Intruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam dan hukum
syar’i, maka perkawinan Termohon I dan Termohon II harus dibatalkan. Proses
pemeriksaan pembatalan perkawinan akibat adanya hubungan nasab tidak jauh
berbeda dengan proses pemeriksaan perkara lain, tata cara pengajuan dan
pemeriksaan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan sama dengan
pengajuan dan pemeriksaan gugatan perceraian. Akibat hukum apabila
perkawinan putus karena pembatalan perkawinan, maka harta bersama dibagi
menjadi 2 (dua) bagian, masing-masing suami istri berhak mendapatkan ½
(setengah) dari harta bersama sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Akibat
hukum dari perkawinan yang dibatalkan berkaitan dengan anak, Anak yang lahir
dari perkawinan yang dibatalkan adalah anak yang sah.
Untuk menghilangkan kemungkinan atau menghalangi timbulnya hal-hal
yang tidak diinginkan hakim harus bertindak hati-hati dalam mengambil
keputusannya. Dalam memutus permohonan pembatalan perkawinan ini
pengadilan harus selalu memperhatikan ketentuan agama mereka yang
perkawinannya dimintakan pembatalannya. Bagi Kantor Urusan Agama harus
lebih teliti dalam memeriksa permohonan perkawinan, hal ini dimaksudkan untuk
menghindari suatu perkawinan yang dilarang hukum islam dan peraturan
perundang-undangan, dan juga sebelum akad nikah dilaksanakan Pegawai
Pencatat Nikah harus menanyakan kepada calon suami dan calon istri dan juga
keluarga dari masing-masing calon suami istri tersebut, dan bagi calon suami dan
calon istri dan keluarga dari masing-masing calon suami sitri harus memberikan
jawaban yang sebenarnya. Hakim yang memeriksa perkara pembatalan
perkawinan, harus memenuhi harapan pencari keadilan yang selalu menghendaki
peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan, apalagi dalam perkara pembatalan
perkawinan akibat hubungan nasab, tidak perlu pemeriksaaan yang berbelit-belit
yang dapat menyebabkan proses pemeriksaan berjalan lama jika bukti-bukti yang
ada diakui dan tidak disangkal oleh para pihak, jangan sampai akibat pemeriksaan
yang berjalan lama menimbulkan masalah baru. Pemerintah hendaknya juga
mengatur masalah-masalah yang berkaitan dengan kedudukan hukum bagi anak
hasil perkawinan yang dinyatakan batal demi hukum. Bagi Petugas Pencatat
Perkawinan hendaknya pengumuman tentang pemberitahuan kehendak
melangsugkan perkawinan dengan cara menempelkan pengumuman menurut
formulir yang ditempelkan pada kantor pencatat perkawinan harus diletakkan
pada tempat yang mudah dibaca oleh masyarakat umum. | en_US |