Show simple item record

dc.contributor.authorYUSTITA, RICKY
dc.date.accessioned2014-01-21T01:50:54Z
dc.date.available2014-01-21T01:50:54Z
dc.date.issued2014-01-21
dc.identifier.nimNIM070710191008
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/19218
dc.description.abstractDalam menjalankan kekuasaan pemerintahan, Presiden dibantu oleh menteri- menteri negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Dalam ketentuan Pasal 10 Undang-Undang No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyatakan bahwa dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 10 tersebut memberikan keleluasaan bagi presiden untuk menentukan apakah kehadiran wakil menteri diperlukan atau tidak. Pengangkatan wakil menteri tersebut ternyata menimbulkan diskusi yang berkepanjangan. Ada dua persoalan pokok yang menjadi topik pembicaraan. Pertama, menyangkut administratif dan kedua, bertumpu pada urgensi adanya lembaga wakil menteri yang akan menyangkut, bukan saja bertambah "tambunnya" pemerintahan, tetapi terlebih utama lagi, berdampak pada anggaran yang harus disediakan. Dalam sidang putusan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian Pasal 10 Undang Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara melalui Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No.79/PUU-IX/2011 ; Mahkamah Konstitusi memutuskan penjelasan Pasal 10 Undang Undang tersebut tidak berlaku karena bertentangan dengan UUD 1945. Permasalahan dalam skripsi ini meliputi 3 (tiga) hal, yaitu (1) Apakah latar belakang pembentukan wakil menteri pada beberapa kementerian ? (2) Bagaimana hubungan antara menteri dengan wakil menteri ? dan (3) Bagaimanakah kedudukan dan peranan wakil menteri pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.79/PUU- IX/2011 ? Tujuan umum dilaksanakannya penulisan hukum ini antara lain : untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya Hukum Tata Negara terkait Kedudukan dan Peranan Wakil Menteri Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.79/PUU-IX/2011. Sedangkan metode penelitian dalam penulisan skripsi ini untuk pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang dipergunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan non hukum sebagai penunjang. Hasil penelitian yang diperoleh antara lain bahwa latar belakang dalam mengangkat jabatan wakil menteri tersebut adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan fungsi-fungsi kementerian negara. Sebelumnya, Indonesia tidak pernah mengenal adanya jabatan wakil menteri (wamen), karena jabatan tertinggi pada kementerian negara dipegang oleh menteri sebagai pembantu presiden. Namun, seiring dengan perjalanan waktu mengikuti perkembangan zaman dan kompleksitas fungsi-fungsi kementerian sehingga dirasa perlu untuk mengangkat wakil menteri yang bertugas membantu menteri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Wakil menteri diberikan kewenangan untuk membantu tugas-tugas kepemimpinan menteri, termasuk mewakili menteri dalam sidang-sidang kabinet jika menteri berhalangan, juga menghadiri sidang-sidang setingkat menteri di diberbagai forum. Namun, wakil menteri tidak memiliki hak suara dalam sidang-sidang kabinet dan tidak berwenang mengambil keputusan dalam berbagai forum. Dilihat dari segi kewenangannya, jabatan wakil menteri bukanlah jabatan yang strategis. Wakil menteri hanya berhak mewakili menteri dan tidak punyak hak mengambil keputusan serta hak suara dalam sidang-sidang kabinet. Wakil menteri adalah subordinasi menteri karena kewenangan utama tetap berada di tangan menteri. Wakil menteri merupakan jabatan birokrasi tertinggi di Indonesia, tetapi tidak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan tanpa persetujuan menteri. Pengangkatan wakil menteri dianggap bisa menimbulkan masalah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan ke depan. Keberadaan wakil menteri itu dikhawatirkan dapat memicu benturan dan konflik baru di internal kementerian. Gesekan itu berpotensi terjadi karena umumnya kapasitas para wakil menteri lebih baik dibandingkan dengan menteri. Para wakil menteri itu memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman birokrasi yang relatif bagus. Selain itu, pangkat dan golongan wakil menteri juga setara dengan sekretaris jenderal (sekjen) dan direktur jenderal (dirjen) sehingga kemungkinan para dirjen dan sekjen tersebut akan lebih nyaman berkoordinasi dengan menteri. Konflik internal kementerian berpotensi terjadi karena tidak ada aturan yang jelas mengenai tugas wakil menteri.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries070710191008;
dc.subjectKEDUDUKAN DAN PERANAN WAKIL MENTERI, PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.79/PUU-IX/2011en_US
dc.titleKEDUDUKAN DAN PERANAN WAKIL MENTERI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.79/PUU-IX/2011en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record