dc.description.abstract | Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
menghendaki bahwa pemeriksaan sidang anak dilakukan oleh hakim majelas
dengan acara pemeriksaan singkat kecuali dinggap perlu hakim dapat dibentuk
dengan hakim majelis yang secara otomatis acara pemeriksaannya adalah acara
pemeriksaan biasa. Kewajiban untuk menentukan jenis dari acara pemeriksaan
sidang anak adalah yang pertama dari penuntut umum. Sebuah fakta hukum yaitu
Putusan Nomor 15/Pid.B.A/2007/Pn.Bwi. dimana dalam putusan tersebut seorang
anak yaitu Eko Agus Wahyudi 14 (empat belas) tahun diadili dengan acara
pemeriksaan biasa ke Pengadilan Negeri Banyuwangi karena diduga melakukan
tindak pidana pencabulan terhadap korban anak yaitu Arimbi Sekar Ning Tyas 7
(tujuh) tahun sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 82 Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Penuntut umum berpendapat
bahwa perbuatan tersebut diancam dengan pidana penjara 15 (lima belas) tahun
dan sulit pembuktiannya.
Permasalahan yang penulis angkat berdasarkan uraian tersebut diatas
adalah: (1) apa yang menjadi dasar penuntut umum melimpahkan perkara
perbuatan cabul yang dilakukan oleh anak dengan acara pemeriksaan biasa ke
Pengadilan Negeri. (2) apakah pengertian kata “sulit pembuktiannya” dalam
penjelasan Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak sama dengan acara pemeriksaan biasa menurut Kitab Undangundang
Hukum
Acara
Pidana.
Tujuan yang hendak dicapai penulis dalam penulisan skripsi ini adalah (1)
untuk mengetahui dasar penuntut umum melimpahkan perkara perbuatan cabul
yang dilakukan oleh anak dengan acara pemeriksaan biasa ke sidang Pengadilan
Negeri. (2) untuk mengetahui pengertian kata “sulit pembuktiannya” dalam
penjelasan Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak kaitannya dengan acara pemeriksaan biasa menurut Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam hal hakim yang memeriksa.
Metode penulisan yang digunakan dalam skripsi ini : tipe penelitian
menggunakan yuridis normatif, pendekatan masalah yang digunakan adalah statute approach (pendekatan undang-undang), sumber bahan hukum yang terdiri
dari 1. bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, 2. bahan hukum
sekunder yang terdiri dari buku-buku teks, hasil penelitian dan komentarkomentar
atas
putusan
pengadilan
yang
terkait
dengan
permasalahan
yang
dibahas
dan
analisis bahan hukum yaitu menggunakan metode deduktif yang merupakan
pengembalian dari kesimpulan yang bersifat umum menuju hal yang bersifat
khusus.
Kesimpulan penulis adalah : (1) dasar penuntut umum dalam
melimpahkan perkara perbuatan cabul yang dilakukan oleh anak dengan acara
pemeriksaan biasa ke sidang Pengadilan Negeri adalah karena berpendapat bahwa
perkara Nomor 15/Pid.B.A/2007/Pn.Bwi. ancaman pidananya lebih dari 5 (lima)
tahun dan sulit pembuktiannya karena tidak ada saksi langsung yang melihat
kejadian pencabulan tersebut, dan ditakutkan terdakwa akan mengingkari atas apa
yang dijelaskan dalam proses penyidikan di kepolisian. (2) pengertian kata “sulit
pembuktiannya” dalam penjelasan Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak adalah sama dengan kata “sulit
pembuktiannya” dalam acara pemeriksaan biasa menurut Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana, hanya saja ada beberapa perbedaan perlakuan terhadap
anak dalam proses pemeriksaan di persidangan. | en_US |