dc.description.abstract | Pelaksanaan hibah atau disebut juga “pemberian cuma-cuma” tanpa
mengharapkan imbalan merupakan salah satu bentuk tolong-menolong yang
dianjurkan agama guna mempererat hubungan sosial antar manusia dalam
kehidupan bermasyarakat. Ketentuan mengenai hibah diatur dalam Hukum
Perdata, Hukum Islam, maupun Hukum Adat, akan tetapi dalam kenyataannnya di
masyarakat terjadi penyimpangan pelaksanaan hibah. Seringkali prosedur dalam
perjanjian hibah masih asal-asalan tanpa melihat akibat yang ditimbulkannya,
sehingga perjanjian hibah yang semula bertujuan untuk mempererat hubungan
sosial antar manusia akhirnya berujung pada sengketa di Pengadilan seperti
halnya yang terjadi dalam Perkara Nomor : 37/Pdt.G/2007/PN.Jr.
Tahun 1985 Hermani (Tergugat I) menghibahkan sebidang tanah hak milik
dengan Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor : 1204 atas nama Hermani beserta
bangunan rumah yang berada diatasnya kepada istri (Siti Romlah) dan 7 (tujuh)
orang anaknya dihadapan Notaris Titiek Maryati, S.H. (Akta Hibah Nomor :
155/9K./III/1985). Sepeninggal Siti Romlah, bulan Juni 2006, tanah dan rumah
tersebut dijadikan jaminan atas hutang Hermani kepada Koperasi Puri Niaga
(Tergugat II). Oleh karena Hermani tidak dapat melunasi hutang secara kontan,
akhirnya diadakan lelang dan objek sengketa terjual kepada Nuniek Widyanawati
(Tergugat III). Anak-anak Hermani (Penggugat) yang merasa memiliki hak atas
tanah objek sengketa karena merupakan ahli waris yang sah dari Siti Romlah Alm.
merasa dirugikan, oleh karenanya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri
Jember. Atas perkara Nomor : 37/Pdt.G/2007/PN.Jr, Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jember dalam pertimbangan hukumnya berpendapat bahwa penghibahan
yang dilakukan Hermani kepada istrinya dan 7 (tujuh) orang anaknya tidak pernah
ada, dengan dasar pertimbangan Pasal 1678 KUH Perdata tentang larangan
penghibahan antara suami istri dalam ikatan perkawinan.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk menyusun skripsi
yang berjudul “PERJANJIAN HIBAH ANTARA SUAMI ISTRI YANG
MASIH DALAM IKATAN PERKAWINAN DAN AKIBAT HUKUMNYA
(Studi Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor : 37/Pdt.G/2007/PN.Jr)”
Permasalahan dalam skripsi ini meliputi siapa saja pihak-pihak yang dapat
bertindak sebagai penerima hibah? Apa akibat hukum perjanjian hibah yang diberikan oleh suami kepada istri? Apa Ratio Decidendi Putusan Pengadilan
Negeri Jember Nomor : 37/Pdt.G/2007/PN.Jr.
Tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan
memahami siapa saja pihak-pihak yang dapat bertindak sebagai penerima hibah,
akibat hukum perjanjian hibah yang diberikan oleh suami kepada istri, dan Ratio
Decidendi Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor : 37/Pdt.G/2007/PN.Jr.
Penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yang bersifat yuridis
normatif dengan metode pendekatan masalah yang digunakan adalah Pendekatan
perundang-undangan (statute approach), sumber bahan hukum yang
dipergunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non
hukum serta digunakan analisa bahan hukum dengan metode deduktif kualitatif.
Menurut Pasal 1676 KUH Perdata, setiap orang dapat menghibahkan dan
dapat menerima hibah, kecuali mereka yang oleh undang-undang dinyatakan tidak
cakap untuk itu. Akibat hukum perjanjian hibah yang diberikan oleh suami kepada
istri adalah batal demi hukum atau dianggap tidak ada sejak semula dan terhadap
siapapun juga. Alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim (Ratio
Decidendi) dalam putusan Nomor : 37/Pdt.G/2007/PN.Jr adalah berdasar
ketentuan Pasal 1678 KUH Perdata, Pasal 1335 KUH Perdata, dan Pasal 1337
KUH Perdata. Untuk menentukan Ratio Decidendi, Majelis hakim Pengadilan
Negeri Jember menggunakan Interprestasi gramatikal.
Perjanjian hibah meskipun merupakan perjanjian cuma-cuma, namun para
pihak (baik pemberi hibah maupun penerima hibah) seyogyanya melaksanakan
berdasarkan tata cara dan prosedur yang benar sehingga dikemudian hari tidak
berpotensi menimbulkan konflik serta tetap harus mengindahkan/memperhatikan
ketentuan-ketentuan tetap perihal hibah yang telah diatur dalam undang-undang
agar tidak sampai terjadi pembatalan akta hibah. | en_US |