Show simple item record

dc.contributor.authorANWAR NASIR
dc.date.accessioned2014-01-20T23:54:10Z
dc.date.available2014-01-20T23:54:10Z
dc.date.issued2014-01-20
dc.identifier.nimNIM040710101146
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/18812
dc.description.abstractKonflik di Nanggroe Aceh Darusalam antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berlangsung sejak 4 Desember 1976 yakni sejak dideklarasikannya pendirian GAM oleh Hasan Muhammad Di Tiro. Konflik tersebut terus berkembang tanpa ada perdamaian, hingga diadakan banyak perundingan antara Pemerintah Indonesia dengan GAM, namun kondisi keamanan terus memburuk hingga pemerintah Indonesia mengumumkan Darurat Milter di Aceh pada 19 Mei 2003. Pada masa Darurat Militer inilah Juru Runding GAM Nashiruddin Bin Ahmad bersama dengan keempat Juru Runding GAM lainnya ditangkap. Kemudian Nashiruddin Bin Ahmad dibawa ke sidang pengadilan dan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana makar dan terorisme. Pada tingkat kasasi terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion) diantara hakim majelis mengenai kualifikasi tindak pidana yang terbukti antara tindak pidana makar dan terorisme. Namun dalam putusannya Mahkamah Agung tetap menyatakan terdakwa Nashiruddin Bin Ahmad bersalah melakukan tindak pidana makar dan terorisme. Rumusan Masalah yang akan dibahas adalah apakah kualifikasi tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa selaku Juru Runding dalam Putusan Nomor 406 K/PID/2004 sudah tepat, dan mengapa Mahkamah Agung dalam pertimbangannya menyatakan bahwa tindak pidana yang didakwakan sebagai makar dan terorisme. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui maksud dari permasalahan yang hendak dibahas. Metode penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif, pendekatan masalah adalah Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) yakni dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder serta analisis bahan hukum. Kesimpulannya, Kualifikasi tindak pidana yang didakwakan kepada Nashiruddin Bin Ahmad selaku Juru Runding GAM adalah sebagai tindak pidana makar sudah tepat, hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 106 KUHP yakni makar dengan maksud memisahkan wilayah negara ke bawah pemerintahan asing dan Pasal 108 KUHP yakni makar dengan melakukan pemberontakan bersenjata. Sehingga seharusnya surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa adalah primair Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair Pasal 108 ayat (1) ke-2 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan alasanalasan Mahkamah Agung bahwa Nashiruddin Bin Ahmad terbukti melakukan tindak pidana makar adalah (1). Adanya proklamasi Negara Aceh Sumatera atau proklamasi GAM, (2). Adanya susunan organisasi GAM/Negara Aceh Sumatera, dan (3). Terpenuhi semua unsur Pasal 106 KUHP. Dan penulis berpendapat bukan sebagai terorisme karena (1). Elemen penting Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ialah bahwa tindak pidana terorisme dikecualikan dari tindak pidana politik, tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana politik, tindak pidana dengan motif politik, dan tindak pidana yang bertujuan politik (Pasal 5), sedangkan GAM adalah organisasi bertujuan politik yakni untuk memerdekakan wilayah Aceh, sehingga perbuatan terpidana Nashiruddin Bin Ahmad adalah untuk mencapai tujuan politik tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai perbuatan terorisme. (2). Pada waktu ditangkap dan diadili Nashiruddin Bin Ahmad berkedudukan sebagai Juru Runding GAM dan menurut hukum internasional serta Perjanjian Penghentian Permusuhan antara Pemerintah Indonesia dan GAM, Juru Runding dijamin keamanan dan kebebasan bergerak serta dijamin dari ancaman penangkapan dan penghukuman dari salah satu pihak dalam perundingan. Saran penulis, Pemerintah Indonesia harus mengamandemen UndangUndang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme terutama mengenai batasan pengertian terorisme dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa tindak pidana terorisme dikecualikan dari tindak pidana politik, tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana politik, tindak pidana dengan motif politik, dan tindak pidana yang bertujuan politik karena dalam berbagai peraturan internasional tindak pidana terorisme selalu berhubungan dengan tujuan politik.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries040710101146;
dc.subjectTINDAK PIDANA MAKAR, TERORISMEen_US
dc.titleANALISIS YURIDIS TENTANG TINDAK PIDANA MAKAR DAN TERORISME OLEH TERDAKWA SELAKU JURU RUNDING GERAKAN ACEH MERDEKA (GAM) (Putusan Nomor 406 K/PID/2004)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record