dc.description.abstract | Salah satu faktor penyebab rendahnya produksi kacang tanah di Indonesia
adalah adanya serangan hama dan penyebab penyakit tanaman. Salah satu
penyakit penting kacang tanah adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh
Ralstonia (sin. Pseudonomas) solanacearum. Penyakit tumbuhan yang disebabkan
oleh bakteri biasanya sangat sulit dikendalikan. Telah dilaporkan bahwa
penggunaan bahan kimia dalam pengendalian penyakit tanaman yang disebabkan
oleh bakteri pada umumnya tidak berhasil apabila tanah tempat menanam sudah
terinfeksi oleh patogen. Oleh karena itu perlu dilakukan alternatif pengendalian
yaitu dengan pengendalian hayati dan memanfaatkan mikroorganisme yang
bersifat antagonis, diantaranya adalah Pseudomonas fluorescens.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi P. fluorescens
dalam mengendalikan penyakit layu bakteri pada kacang tanah dan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah. Penelitian dilaksanakan dengan tiga
tahap, yaitu isolasi dan uji fisiologi isolat R. solanacearum, uji antagonis in vitro
dan uji in vivo. Uji fisiologi meliputi uji gram, uji hidrolisis pati, uji oksidatif
fermentatif, uji katalase, uji produksi levan, uji fluorescens, dan uji hipersensitif
pada tembakau. Uji in vitro menggunakan RAL terdiri dari 5 perlakuan dengan 3
ulangan,. Uji antagonis in vivo dengan RAL terdiri atas 4 perlakuan dengan 3
ulangan, masing-masing ulangan 10 tanaman, perlakuan A
(perlakuan antagonis 5 hari sebelum inokulasi patogen), dan A
iv
0
(perlakuan
antagonis bersamaan dengan inokulasi patogen), A
(perlakuan antagonis 5 hari
setelah inokulasi patogen).
3
Hasil uji fisiologi menunjukkan bakteri bersifat gram negatif. Pada uji
hidrolisi pati, uji fermentatif, uji fluoresen bersifat negatif. Sedangkan pada uji
oksidatif, uji katalase, uji produksi levan, dan uji hipersensitif pada tembakau
(kontrol), A
2
1
bersifat positif. Pada uji in vitro, dari kelima isolat P. fluorescens (Arjasa,
Mayang, Sumbersari, Ledokombo, Gumukmas), isolat asal Gumukmas
merupakan isolat yang daya hambatnya terhadap R. solanacearum paling tinggi,
yakni sebesar 69,65% yang selanjutnya digunakan dalam uji in vivo. Hasil uji in
vivo menunjukkan bahwa rata-rata kisaran masa inkubasi penyakit layu bakteri
terjadi pada 2 hari setelah inokulasi yakni pada perlakuan A
.
Intensitas penyakit terendah terjadi pada perlakuan A
(perlakuan antagonis 5 hari
sebelum inokulasi patogen), yang mampu menekan intensitas penyakit sebesar
26,67%. Perlakuan yang dilakukan memberi pengaruh terhadap tinggi tanaman,
panjang akar, berat basah dan berat kering tanaman. | en_US |