Show simple item record

dc.contributor.authorHADI, Dadang Nur Setyo
dc.date.accessioned2014-01-20T02:05:06Z
dc.date.available2014-01-20T02:05:06Z
dc.date.issued2014-01-20
dc.identifier.nim070710191039
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/18048
dc.description.abstractKehidupan sehari-hari sebuah keluarga tidak selamanya berjalan baik, yaitu kebersamaan antara orangtu dan anak tidak selamanya terjalin hubungan baik yang timbul perselisihan antara orangtua dan anak. Salah satu bentuk sengketa yang timbul tersebut karena ahliwaris nya sehingga dapat menimbulkan suatu keadaan yang tidak harmonis dalam sebuah keluarga. Salah satu daerah kajian dalam penulisan skrip si adalah desa Watukebo, Kecamatan Rogojampi di Banyuwangi yang sebagian besar mayoritas nya adalah suku Osing yang sedikit berbeda dengan adat waris Jawa yang mayoritas beragama Islam sehingga banyak berpengaruh pada hukum adat nya dengan hukum waris Islam. Permasalahan dalam skripsi ini meliputi 2(dua) hal yaitu; apakah anak yang beda agama nya dengan pewaris dapat menjadi ahli waris menurut hukum adat waris masyarakat desa Watukebo, Kecamatan Rogojampi di Banyuwangi, dan bagaimana kah pembagian waris terhadap ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris khusus nya antara laki-laki dan perempuan Tujuan umum dilaksanakan nya penulisan hukum inliah antara lain: untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dan dalam bidang hukum khusus nya hukum waris adat. Guna mendukung tulisan tersebut menjadi sebuah karya tulisi lmiah yang dapat di pertanggungjawabkan, maka metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan masalah pendekatan undang-undang (statuteapproach) dan pendekatan konseptual (conseptualapproach). Hasil penelitian yang di peroleh antara lain bahwa, Sistem pembagian waris yang dianut masyarakat adat di desa Watukebo,Kecamatan Rogojampi yakni sistem pewaran bilateral yang berarti sistem pertalian keluarga atau keturunan menurut garis bapak ibu. Dalam permasalahan ahli waris beralih agama, apabila dilihat dari Hukum Waris Adat Osing tetap mendapat kan bagian warisan, karena dianggap sebagai penerus keturunan keluarga dan pelaksana kewajiban-kewajibannya, sehingga merupakan ahli waris yang satu urut garis keturunan dengan pewaris. xii Pada masyarakat adat Osing di Watukebo, umum nya anak laki-laki nya di kedudukan lebih karena dianggap lebih besar kewajibannya. Menurut hukum waris adat di DesaWatukebo, Kecamatan Rogojampidi Banyuwangi, pada dasarnya semua anak baik laki-laki maupun perempun mempunyai hak yang sama atas harta peninggalan orangtuanya. agar dari tiap anak dengan tidak memandang lelaki atau perempuan, lahir lebih dahulu atau lahir kemudian, serta dengan tidak memandang agamanya, mempunyai hak yang ada harta peninggalan bapak dan ibunya. Demikian, hanya dengan anak yang berpindah keyakinan agama tetap memperoleh hak waris yang sama. Perbedaan agama antara orang tua dan anaknya hanya dianggap sebagai perbedaan keyakinan, namun demikian hak dan kewajiban untuk saling menghormati, menyayangi dan menjaga tak akan pernah hilang antara orang tua dan anak, sedengan demikian kedudukan anak yang berpindah agama atau berada agama tetap memperoleh bagian warisan yang diberikan bahwa, hendak nya nilai-nilai hukum adat di masyarakat adat di desa Watukebo, Kecamatan Rogojampi tetap dijaga dan dilestarikan dengan baik. Dalam kehidupan Hukum adat Osing di Banyuwangi, lebih mengutamakan kebersamaan, kekeluargaan dan persatuan guna terciptanya kerukunan hidup bersama sehingga dalam hubungan yang demikian itu orang akan lebih mengutamakan kewajibannya dari pada hak nya karena landasan dari pada hukum adat adalah landasan hidup bersama dan atau untuk kepentingan individu Setiap orang tentu mempunyai hak dan kewajiban karena antara hak dan kewajiban tidak dapat dipisahkan. Hendakya jika terjadi perselisihan antar pewaris dalam kekeluargaan dalam adat suku Osing, dapat dilakukan dengan musyawarah diantara ahli waris didalam keluarganya. Bilamana terjadi perbedaan pendapat karena ke tidak rukunan dalam keluarga maka musyawarah itu dapat diajukan kepada ketua adat(Bendesa). Apabila usaha ketua adat tidak mendatang kan hasil maka perselisihan pembagian harta warisan dapat dimusyawarah kan dengan kepala desa untuk dapat di mintakan petuah-petuah sesuai dengan aturan-auran atau hukum adat yang berlaku. Jika masih juga terdapat perdebatan maka langkah terakhir adalah mengajukan kepengadilanen_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries070710191039;
dc.subjectHUKUM AHLI WARIS YANG BEDA AGAMA NYAen_US
dc.titleKedudukan Hukum Ahli Waris yang Beda Agama nya dengan Pewaris menurut Hukum Adat Waris di Desa Watu Kebo Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangien_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record