Show simple item record

dc.contributor.authorDANNY FIRMANSYAH ADI SANTOSO
dc.date.accessioned2013-11-29T07:47:54Z
dc.date.available2013-11-29T07:47:54Z
dc.date.issued2013-11-29
dc.identifier.nimNIM070710101175
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/1752
dc.description.abstractKorupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime), karenanya selain sangat sulit untuk diberantas pelakunya juga tidak jarang adalah para pejabat dan para pemegang kekuasaan. Artinya korupsi dilakukan oleh orang-orang cerdas dan para intelektual yang memiliki ilmu pengetahuan luas sehingga korupsi dilakukan dengan rapi dan sistematis. Salah satu cara korupsi yang dilakukan adalah korupsi secara berlanjut, yakni dilakukan dalam beberapa rentetan mekanisme pencairan uang, jadi tidak dilakukan 1 (satu) kali dengan jumlah yang banyak, melainkan sedikit demi sedikit, sehingga sulit untuk diketahui adanya suatu tindak pidana korupsi. Kasus korupsi secara berlanjut yang menarik perhatian penulis adalah pada Putusan Mahkamah Agung nomor: 719 K/Pid.Sus/2010. Pada peradilan tingkat pertama, Terdakwa terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi Secara Berlanjut, kemudian di tingkat Banding Pengadilan Tinggi menyatakan putusan Pengadilan Negeri dibatalkan dan terdakwa dinyatakan bebas. Selanjutnya pada tingkat Kasasi, Mahkamah Agung menyatakan Putusan Pengadilan tinggi tersebut harus dibatalkan karena terdakwa terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi Secara Berlanjut. Munculnya putusan Mahkamah Agung yang kontradiktif dengan putusan Pengadilan Tinggi ini, maka penulis mempunyai dua permasalahan yakni apakah sudah tepat putusan Mahkamah Agung menyatakan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa merupakan perbuatan berlanjut dan apakah yang menjadi dasar pertimbangan Mahkamah Agung membatalkan putusan bebas Pengadilan Tinggi telah sesuai dengan Pasal 253 ayat (1), Pasal 255 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Tujuan penulis adalah untuk menganalisis akurasi putusan Mahkamah Agung yang menyatakan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa adalah suatu perbuatan berlanjut, serta untuk menganalisis dasar pertimbangan Mahkamah Agung membatalkan putusan bebas Pengadilan Tinggi dengan dihadapkan pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Metode penelitian yang dipakai adalah menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statue approach) dan Studi kasus (case study), Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder. Analisis bahan hukum dilakukan dengan cara mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan, pengumpulan bahan-bahan hukum dan non hukum yang sekiranya dipandang mempunyai relevansi, melakukan telaah atas permasalahan yang akan dibahas yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan, menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab permasalahan yang ada, memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah 1. Putusan Mahkamah Agung menyatakan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa merupakan perbuatan berlanjut adalah tepat, karena meskipun uraian unsur “perbuatan berlanjut” pada dakwaan tidak rinci dengan jelas dan pertimbangan Majelis Hakim juga tidak jelas/kabur, namun penulis telah menganalisa bahwa benar unsur “Perbuatan Berlanjut” terpenuhi. 2. Dasar pertimbangan Mahkamah Agung membatalkan Putusan Pengadilan Negeri telah sesuai, yakni telah mengacu pada Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP Jo pasal 255 ayat (1) KUHAP. Namun dalam merumuskan pertimbangannya, Mahkamah Agung hanya menyimpulkan bahwa alasan-alasan kasasi Jaksa Penuntut Umum telah membuktikan bahwa bebasnya terdakwa oleh Pengadilan Tinggi adalah bebas tidak murni, tapi tidak ada analisa hukum yang disampaikan dalam pertimbangan hakim, Mahkamah Agung dalam Pertimbangan Hakim terkesan hanya sekedar mencantumkan memori kasasi saja dengan tanpa melakukan analisa terhadap memori kasasi tersebut kemudian memutuskan suatu pemidanaan. Saran dalam skripsi ini adalah di dalam pertimbangan hakim harus benar benar menguraikan adanya perbuatan berlanjut secara rinci dan jelas, dan mempertimbangkannya dengan cermat. Hendaknya diberikan batasan penilaian dengan penjelasan yang jelas terhadap Pasal 253 ayat (1) KUHAP agar tidak diinterpretasikan terlalu luas terhadap ketiga alasan tersebut dalam menilai kesalahan Judex Facti dalam menerapkan hukumen_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries070710101175;
dc.subjectMahkamah Agung, korupsien_US
dc.titleANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TENTANG PEMIDANAAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERLANJUT (Putusan Mahkamah Agung Nomor : 719 K/PID.Sus/2010)en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record