Show simple item record

dc.contributor.authorARIP EKO PRASETIYO
dc.date.accessioned2014-01-19T01:45:30Z
dc.date.available2014-01-19T01:45:30Z
dc.date.issued2014-01-19
dc.identifier.nimNIM060710101154
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/17182
dc.description.abstractBanyak pihak yang memahami bahwa pemakzulan merupakan turunnya, berhentinya atau dipecatnya Presiden atau pejabat tinggi dari jabatannya. Sesungguhnya arti pemakzulan sendiri merupakan tuduhan atau dakwaan sehingga pemakzulan lebih menitikberatkan pada prosesnya dan tidak mesti berakhir dengan berhenti atau turunnya Presiden atau pejabat tinggi negara lain dari jabatannya. Dalam praktek pemakzulan yang pernah dilakukan di berbagai negara, hanya ada beberapa proses pemakzulan yang berakhir dengan berhentinya seorang pimpinan negara. Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan tidak mengatur bagaimana mekanisme pemakzulan dapat dilakukan dan alasan apa yang dapat membenarkan pemakzulan boleh dilakukan. Berbeda dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasca perubahan yang secara eksplisit sudah mengaturnya. Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut secara mendalam tentang proses pemakzulan di Indonesia dalam bentuk penulisan hukum dengan judul : “PENGATURAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMAKZULAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN MENURUT UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945”. Permasalahan yang hendak dibahas adalah mengenai bagaimanakah pengaturan pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden berdasarkan UUD 1945 pasca amandemen. Permasalahjan yang kedua adalah bagaimanakah kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam proses pemakzulan menurut UUD 1945. Penyusunan skripsi ini bertujuan adalah untuk mengkaji dan menganalisis permasalahan yang menjadi pokok pembahasan dalam skripsi ini. Untuk menemukan, mengembangkan serta menguji kebenaran terhadap kedua permasalahan dalam skripsi ini. Hal demikian yang nantinya dpat menghadirkan suatu karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normative (legal research), pendekatan masalah adalah Pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber bahan hukum penyusunan skripsi ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Analisis bahan hukum dengan beberapa tahapan yang kemudian hasil analisis bahan penelitian tersebut kemudian diuraikan dalam pembahasan guna menjawab permasalahan yang diajukan. Kesimpulan dalam skripsi ini adalah proses pemakzulan dimulai dengan pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum sesuai yang diatur dalam UUD 1945 pasca amandemen Pasal 7A. DPR kemudian meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR, bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah bersalah karena melakukan pelanggaran hukum dan ini merupakan kewajiban MK untuk memberikan kepastian hukum (rechtsmatigheid) sesuai Pasal 7B ayat (4) UUD 1945 amandemen dan Pasal 24 C ayat (2) UUD 1945 amandemen serta Pasal 10 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Kemudian Keberadaan MK sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang mempunyai wewenang mengadili atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah merupakan suatu upaya normatif bangsa Indonesia untuk menghindari terulangnya alasan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden yang hanya didasarkan pada fitnah dan sangkaan yang hanya memuaskan kepentingan politik dan para elit politik.. Saran dalam skripsi ini adalah Hendaknya apabila memang nanti terjadi proses pemakzulan di Indonesia, semua kebijakan pemerintah yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pasca amandemen harus dilaksanakan secara konsisten dan penuh tanggung jawab oleh ketiga lembaga tinggi Negara yang telah mendapatkan tugas dan wewenang masingmasing dalam mekanisme pemakzulan tersebut. Saran yang kedua adalah hendaknya Dalam menjalankan tugas serta wewenangnya terkait dengan pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, MK harus menjalankan secara konsisten prosedural pemeriksaan terhadap Presiden dan atau Wakil Presiden yang dituduh oleh DPR yang mana sudah diatur dalam PMK No 21 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Memutus Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran Oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, dan juga diperlukan ketegasan bahwa putusan tersebut harus dilaksanakan oleh semua pihak, dan MPR hanya dalam kapasitas untuk melaksanakan putusan MK tersebut.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060710101154;
dc.subjectPENGATURAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSIen_US
dc.titlePENGATURAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMAKZULAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN MENURUT UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record