GUGATAN AKI BAT WANP RES TAS I DAL AM P ERJ ANJ I AN J UAL BELI YANG MELANGGAR KOMP ETENS I RELATI F
Abstract
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini
adalah metode pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus
(case approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Hasil pembahasan penelitian ini: jika terjadi wanprestasi dalam suatu
perjanjian, maka pihak kreditur menuntut debitur melalui pengadilan dan/atau
arbitrase untuk meminta pelaksanaan perjanjian atau meminta ganti rugi berupa
biaya, kerugian dan bunga. Pada perjanjian untuk memberikan barang tertentu,
jika debitur lalai menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu
semenjak perjanjian dilakukan menjadi tanggungan debitur dan jika perjanjian itu
berupa perjanjian timbal balik, maka kreditur dapat menuntut pembatalan
perjanjian dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi.
Akibat hukum terhadap pengajuan suatu gugatan yang melanggar
kompetensi relatif, maka pengadilan tersebut tidak berwenang mengadili dan
gugatan harus ditolak. Agar gugatan tidak melanggar kompetensi relatif, maka
gugatan harus diajukan ke pengadilan negeri tempat tinggal tergugat. Pasal 118
ayat (1) H.I.R asasnya adalah “yang berwenang adalah pengadilan negeri tempat
tinggal tergugat” dalam bahasa latin dikenal dengan sebutan “Actor Sequitur
Forum Rei”. Berdasarkan asas ini, telah ditentukan batas kewenangan relatif
badan peradilan untuk memeriksa suatu sengketa perdata, yang berwenang
mengadili adalah pengadilan negeri tempat tinggal tergugat.
Ratio decidendi putusan M.A.R.I No. 125 PK/Pdt/2006 yaitu alasan
peninjauan kembali yang diajukan Pemohon Peninjauan Kembali “tidak dapat
dibenarkan” karena tidak memenuhi kriteria yang disyaratkan Pasal 67 huruf (f)
UU No. 3 Th 2009.
Saran dari penulis yaitu: dalam membuat perjanjian sebaiknya para pihak
tetap menjunjung tinggi itikad baik dan konsisten sehingga dalam pelaksanaannya
tidak terjadi konflik yang menyebabkan kerugian bagi para pihak itu sendiri,
hakim badan peradilan umum hendaknya harus cermat dalam menerima perkara
agar dapat mengetahui berwenang atau tidak dalam memeriksa dan memutus
perkara, hakim dalam memutus segala perkara hendaknya putusan itu sesuai
dengan keyakinannya dan sekaligus memberi keadilan bagi para pihak yang
berperkara.
http://digilib.unej.ac.id
http://