dc.description.abstract | Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit obstruksi jalan nafas
karena bronkitis kronik atau emfisema. Merokok merupakan faktor resiko PPOK
yang utama. Faktor-faktor resiko lain, diantaranya, polusi di dalam ruangan (asap
rokok, asap kompor), polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor, debu
jalanan), polusi tempat kerja, bahan kimia, zat iritan, dan gas beracun. PPOK juga
bisa disebabkan oleh kurangnya enzim Alfa-1-antitripsin. Enzim ini berfungsi untuk
menetralkan tripsin yang ada dalam rokok. Jika enzim ini rendah dan asupan rokok
tinggi maka akan mengganggu sistem kerja enzim tersebut yang bisa mengakibatkan
infeksi salura pernafasan.
Malnutrisi pada pasien PPOK terjadi karena bertambahnya kebutuhan energi
akibat kerja muskulus respiratorik yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadinya hipermetabolisme. Penurunan berat badan 10
sampai 20% dari semula akan sangat mengurangi kemampuan daya tahan tubuh dan
meningkatkan morbiditas serta mortalitas, bahkan 40% kehilangan berat badan dapat
menyebabkan kematian.
Ekstrak ikan gabus mengandung albumin cukup tinggi yang sangat
dibutuhkan tubuh, mengingat fungsi albumin adalah sebagai protein transport.
Albumin berperan dalam mengangkut molekul-molekul kecil yang kurang larut air
seperti asam lemak, mengikat obat-obatan, anion dan kation kecil serta unsur-unsur
runutan. Dengan adanya albumin ini tentunya akan memperlancar distribusi zat-zat
makanan di dalam tubuh sehingga metabolisme berjalan lancar dan pertumbuhan
tidak terhambat hal ini ditandai dengan kenaikan berat badan.
Penelitian ini menggunakan Quasi-Eksperiment kontrol desain dengan
memberikan intervensi: kapsul ekstrak ikan gabus (3 kali sehari dengan bobot serbuk
tiap kapsul 0,47 gram) selama 14 hari pada kelompok perlakuan dan tanpa pemberian
ekstrak ikan gabus pada kelompok kontrol. Analisa data menggunakan SPSS, uji
yang digunakan merupakan uji hipotesis komparatif variabel numerik dua kelompok
yang meliputi uji t berpasangan untuk kenaikan berat badan kelompok perlakuan
sebelum dan sesudah pemberian ekstrak ikan gabus dan uji t tidak berpasangan untuk
kenaikan berat badan pasien antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan tes normalitas (sebaran
data) dengan Shapiro-Wilk karena jumlah sampel < 50. Pada uji t berpasangan, jika
memenuhi syarat (sebaran data normal) maka dipilih uji t berpasangan dan jika tidak
memenuhi syarat (sebaran data tidak normal) maka dipilih uji Wilcoxon. Sedangkan
pada uji t tidak berpasangan, jika memenuhi syarat (sebaran data normal) maka
dipilih uji t tidak berpasangan dan jika tidak memenuhi syarat (sebaran data tidak
normal) maka dipilih uji Mann-Whitney.
Data yang diperoleh kemudian dianalis menggunakan SPSS. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa hasil uji t berpasangan untuk kenaikan berat badan
kelompok perlakuan sebelum dan sesudah pemberian ekstrak ikan gabus diperoleh
nilai significancy 0,007 (p < 0,05), hal ini berarti terdapat perbedaan kenaikan berat
badan yang signifikan sebelum dan sesudah pemberian ekstrak ikan gabus pada
kelompok perlakuan. Sedangkan untuk kenaikan berat badan pasien antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol dengan uji Mann-Whitney, diperoleh nilai
significancy 0,017 karena nilai p < 0,05 dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara kenaikan berat badan kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. | en_US |