Show simple item record

dc.contributor.authorDESSY DELIMA OLIVIA
dc.date.accessioned2014-01-16T03:52:57Z
dc.date.available2014-01-16T03:52:57Z
dc.date.issued2014-01-16
dc.identifier.nimNIM000110301039
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/15082
dc.description.abstractTanah dalam masyarakat agraris, mempunyai makna yang sangat penting. Besarnya makna tanah tidak saja terkait dengan kebutuhan dasar dalam rangka subsistensi, tetapi juga menjadi penopang obyektif guna mendefinisikan identitas diri. 1 Tanah juga memiliki variasi makna baik dari sisi ekonomi, sosial, politik, maupun magis religius. Variasi makna itulah yang mendorong manusia dalam hidupnya dipenuhi oleh usaha menguasai, memiliki, ataupun hanya sekedar mengambil manfaat darinya. 2 Nilai tanah bisa ditentukan oleh kelangkaannya, yang di alam pasar selalu tergantung rasio antara luas wilayah dan jumlah penduduk (perbandingan luas tanah dengan jumlah penduduk). Jika rasio luas tanah menurun atau dengan kata lain terjadi peningkatan jumlah penduduk, maka nilai tanah akan meningkat, dan tanah kemudian berkembang menjadi sumber konflik di antara kelompok-kelompok ekonomi dan kelompok sosial dalam komunitas. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa agraris, di mana seluruh kehidupan perekonomian masyarakatnya menyandarkan diri pada hasil pengolahan tanah. Tanah-tanah subur yang ada di wilayah Indonesia pada awal kemerdekaan, status hukumnya banyak yang masih dimiliki oleh para pengusaha perkebunan Barat yang 1 Edi Suhardono, “Matra Sosial Tanah, Tegangan Alam Hukum dan Hukum Alam”, dalam Jurnal Gerbang, No. IV. 9, 2002, hlm. 119. 2 Dominikus Rato, Tanah Sebagai Pewaris pada Masyarakat Ngadha ; Makna dan Dinamikanya, Sebuah Kajian Antropologi Hukum, (Tesis S2 Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 1996), hlm. 10. 2 sudah ditinggalkan, sehingga memunculkan keprihatinan bagi partai-partai politik radikal yang mempunyai visi untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat. Partai politik seperti PKI (Partai Komunis Indonesia) memandang bahwa perkebunan milik pengusaha Barat yang sudah ditinggalkan itu merupakan representasi kepentingan kolonial yang eksistensinya kontradiktif dengan alam kemerdekaan. Status hukum kepemilikan tanah oleh para pengusaha perkebunan Barat dianggap sebagai rintangan bagi kaum tani dalam upaya mendapatkan akses yang lebih luas terhadap tanah yang diperlukan dalam rangka pengembangan produksi pertanian. 3 Desakan dan kritik yang dilancarkan oleh partai-partai politik radikal seperti PKI tersebut, menjadi salah satu alasan Pemerintahan Soekarno mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 8 Tahun 1954 yang isinya mengijinkan pemakaian tanah perkebunan oleh masyarakat sejak tanggal 12 Juni 1954. 4 Pada akhirnya, masyarakat di daerah-daerah yang jauh dari pusat pemerintah tidak percaya lagi dengan pemerintah pusat, dimana pemerintah pusat dianggap tidak bisa mengentaskan berbagai permasalahan, seperti kemiskinan dan status hak kepemilikan tanah bagi masyarakat. 5 Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah pusat dimanfaatkan oleh partai-partai politik yang butuh dukungan masyarakat bagi program partai yang hendak diajukan kepada pemerintah.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries000110301039;
dc.subjectPETANI KETAJEK TERHADAP PERUSAHAAN DAERAH PERKEBUNANen_US
dc.titlePERLAWANAN PETANI KETAJEK TERHADAP PERUSAHAAN DAERAH PERKEBUNAN JEMBER TAHUN 1974-2002en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record