dc.description.abstract | Pada prakteknya, penerapan pidana uang pengganti tidak terdapat
keseragaman, semua diserahkan sepenuhnya pada penafsiran hakim. Pidana
pembayaran uang pengganti meskipun dalam perkara tindak pidana korupsi
jenisnya sebagai pidana tambahan, tetapi memiliki peran yang sentral dalam
upaya pengembalian kerugian keuangan negara. Maka berdasarkan uraian tersebut
di atas penulis mencoba membahas dan menganalisa Putusan Nomor:356
K/PID/2005 dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Pidana
Pembayaran Uang Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi (Putusan
Nomor 356 K/Pid/2005)” dengan rumusan masalah apakah terhadap perkara
tindak pidana korupsi wajib dijatuhkan pidana pembayaran uang pengganti dan
apakah penjatuhan pidana pembayaran uang pengganti dalam Putusan Nomor
356K/PID/2005 telah sesuai dengan ketentuan pidana pembayaran uang pengganti
dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui maksud dari permasalahan yang
hendak dibahas. Metode penelitian meliputi pendekatan masalah Pendekatan
Perundang-Undangan (Statue Approach) dalam Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Pendekatan
konseptual (Conceptual Approach), bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum
primer dan sekunder serta analisis bahan hukum.
Pembahasan, menguraikan bahasan dari permasalahan yakni tentang
kedudukan pidana pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana korupsi dan
analisis penjatuhan pidana pembayaran uang pengganti dalam Putusan Nomor
356K/PID/2005 terhadap ketentuan pidana pembayaran uang pengganti dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001.
Kesimpulannya, terhadap perkara tindak pidana korupsi yang merugikan
keuangan negara berdasarkan Pasal 2, 3 dan 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah wajib
dijatuhkan pidana pembayaran uang pengganti meskipun kedudukannya sebagai
xi
pidana tambahan tetapi memiliki peran sentral dalam pengembalian kerugian
keuangan negara. Mengingat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 memberikan kebijakan bahwa
spirit pemberantasan korupsi sebenarnya bukan hanya untuk menghukum pelaku
korupsi akan tetapi juga harus ditindak lanjuti dengan upaya pengembalian
kerugian negara secara maksimal.. Sedangkan Penjatuhan Pidana Pembayaran
Uang Pengganti dalam Putusan Nomor 356K/PID/2005 pada dasarnya telah
sesuai dengan ketentuan Pidana Pembayaran Uang Pengganti dalam UndangUndang
Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001. Penjatuhan Pidana Pembayaran Uang Pengganti dalam Putusan
Nomor 356K/PID/2005 telah menerapkan sistem pidana pembayaran uang
pengganti secara berjenjang atau berlapis yakni secara sukarela (Pasal 18 ayat (1)
huruf b), pelelangan (Pasal 18 ayat (2)), dan subsidair pidana penjara (Pasal 18
ayat (3)) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UndangUndang
Nomor
20
Tahun
2001.
Saran penulis, untuk menghindarkan terjadinya penafsiran hukum yang
beragam maka seharusnya dibuat suatu pedoman khusus yang lebih lanjut
mengenai hal-hal pidana uang pengganti yang tidak diatur dalam undang-undang
korupsi. Diharapkan nantinya akan memberikan keseragaman dalam penerapan
hukumnya untuk dapat mewujudkan pegembalian kerugian keuangan negara
secara maksimal dan dalam waktu yang tidak terlalu lama. | en_US |