Show simple item record

dc.contributor.authorHandhitya Yanuar Pamungkas
dc.date.accessioned2013-12-27T02:39:56Z
dc.date.available2013-12-27T02:39:56Z
dc.date.issued2013-12-27
dc.identifier.nimNIM070910101094
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/13239
dc.description.abstractSaling klaim dan upaya-upaya penguasaan atas wilayah-wilayah di Kepulauan Spratly dilakukan sedikitnya oleh enam negara, yaitu Cina, Vietnam, Filipina, Taiwan, Brunei, dan Malaysia. Klaim negara-negara tersebut terhadap Kepulauan Spratly didasarkan pada sejumlah catatan sejarah, penemuan situs, dokumen-dokumen kuno, peta-peta, maupun penggunaan gugus-gugus pulau oleh para nelayannya. Persoalannya menjadi lebih rumit karena klaim-klaim tersebut saling tumpang tindih karena masingmasing negara menganggap “benar” klaim versinya sendiri. Kepulauan Spratly adalah sebuah gugusan pulau-pulau kecil dan pulau-pulau karang yang terletak di kawasan Laut Cina Selatan (LCS). Kepulauan Spratly merupakan kawasan yang sangat bermakna strategis, baik dari segi ekonomis, politis dan militer. Kepulauan Spratly disinyalir menyimpan sumber daya alam yang melimpah, terutama minyak bumi dan gas alam. Kawasan ini juga merupakan salah satu jalur pelayaran dan jalur lintas laut perdagangan internasional terpenting dan terpadat di dunia. Selain itu, Kepulauan Spratly juga merupakan kawasan militer yang strategis, karena bisa digunakan sebagai tempat untuk melakukan pengamatan (surveillances) ataupun pencegatan (interdiction), terhadap segala bentuk aktifitas militer negara lain. Dengan segala kelebihan yang dimilikinya, tidak mengherankan bila negaranegara tersebut saling klaim dan berupaya untuk terus mempertahankan klaim mereka atas Kepulauan Spratly. Klaim tumpang tindih tersebut mengakibatkan adanya pendudukan terhadap seluruh maupun sebagian wilayah kepulauan, yang kemudian memicu adanya perselisihan maupun terjadinya kontak senjata. Setelah sempat tenang beberapa saat, ketegangan di Kepulauan Spratly kembali terjadi pada pertengahan tahun 2011. Ketegangan yang kembali melibatkan Cina, viii Vietnam dan Filipina tersebut membuat Amerika Serikat merasa tertarik untuk terlibat dalam sengketa tersebut. Namun, kehadiran Amerika di sengketa Kepulauan Spratly mendapat tentangan dari Cina. Cina menganggap bahwa Amerika Serikat bukanlah salah satu dari negara-negara yang mengklaim wilayah di Kepulauan Spratly. Keterlibatan Amerika Serikat pada sengketa ini, menurut Cina, justru akan memperburuk situasi di kawasan Kepulauan Spratly. Adanya permintaan bantuan keamanan dari Filipina sebagai negara aliansi Amerika Serikat, seolah menjadi pintu masuk bagi Amerika Serikat untuk ikut terlibat dalam sengketa ini. Kehadiran dan keterlibatan Amerika Serikat dalam sengketa Kepulauan Spratly juga tidak terlepas dari kekhawatiran Amerika Serikat atas peningkatan kapabilitas militer Cina. Bila dibandingkan dengan negara pengklaim Kepulauan Spratly lainnya, maka militer Cina bukanlah tandingan sepadan bagi mereka. Inilah yang menjadi perhatian serius Amerika Serikat, yaitu mencegah Cina agar tidak memaksakan klaim tunggal atas Kepulauan Spratly melalui kekuatan militer yang dimilikinya. Karena apabila Kepulauan Spratly benar-benar menjadi wilayah kekuasaan Cina, maka secara tidak langsung akan berdampak pada pengaruh Amerika Serikat di kawasan Pasifik.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries070910101094;
dc.subjectSengketa Kepulauan Spratlyen_US
dc.titleKEHADIRAN ARMADA MILITER AMERIKA SERIKAT PADA SENGKETA KEPULAUAN SPRATLY TAHUN 2011en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record