dc.description.abstract | Korupsi menjadi sebuah tantangan bagi setiap periode pemerintahan untuk
bisa menyelesaikannya. Fenomena kemiskinan di Indonesia menjadi sebuah
alasan yang dapat melatar belakangi tentang perlunya pemberantasan korupsi.
Upaya pemberantasan korupsi memiliki relevansi nyata dengan upaya untuk
mengurangi tingkat kemiskinan. Pada saat upaya pemberantasan korupsi sedang
digalakkan, para koruptor melancarkan serangan balik terhadap gerakan
pemberantasan korupsi. Salah satunya melalui pengajuan hak uji materiil di
Mahkamah Konstitusi (MK) oleh tersangka korupsi terhadap Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 untuk
selanjutnya disingkat UU PTPK. Dengan alasan keberadaan UU PTPK
bertentangan dengan UUD 1945 serta dianggap telah melanggar hak-hak
konstitusional pemohon sebagai warga negara. Keberhasilan yang telah dicapai
dari perlawanan di jalur konstitusi ini dapat dilihat dari uji materi terhadap materi
muatan Pasal 2 ayat (1), Penjelasan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Penjelasan Pasal 3
dan Pasal 15 sepanjang mengenai kata “percobaan” UU PTPK oleh Ir. Dawud
Djatmiko. MK dalam Putusan Nomor 003/PUU-IV/2006 mengabulkan sebagian
permohonan pemohon dan menyatakan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU PTPK
bertentangan dengan kepastian hukum dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945, oleh
karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Berdasarkan latar
belakang diatas rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini ada dua hal.
Pertama, apakah ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang
positif pada Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang
Dasar 1945. Kedua, apakah dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia Nomor 003/PUU-IV/2006, ajaran sifat melawan hukum
materiil dalam fungsinya yang positif menjadi tidak mempunyai kekuatan hukum
tetap pada upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk memberikan jawaban atas
permasalahan-permasalahan yang dimaksud. Pertama, mengetahui kedudukan
ix
ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang positif pada
Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU PTPK terhadap Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945.
Kedua, mengetahui akibat hukum dari Putusan MK RI Nomor 003/PUU-IV/2006
terhadap ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang positif pada
upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Metode penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif
melalui pendekatan perundang-undangan, kasus, historis dan konseptual sebagai
pendekatan masalahnya. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum
primer berupa peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder.
Analisis bahan hukum menggunakan penalaran deduktif dan induktif.
Kesimpulan yang diperoleh, pertama kedudukan ajaran sifat melawan
hukum materiil dalam fungsi positif pada Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU PTPK
terhadap Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 dapat dipahami sebagai sebuah
konstruksi yuridis yang tidak saling bertentangan. Oleh karena keduanya samasama
dimaksudkan untuk menyelenggarakan keadilan pada praktek penegakan
hukum dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana. Kedua, ajaran
sifat melawan hukum materiil dalam fungsi positif terhadap upaya pemberantasan
tindak pidana korupsi dengan adanya Putusan MK Nomor 003/PUU-IV/2006
masih tetap mempunyai kekuatan hukum untuk dapat diterapkan. Oleh karena
penegak hukum dalam menyelesaikan perkara korupsi menggunakan semua
ketentuan hukum dengan memperhatikan doktrin hukum bukan hanya Putusan
MK. Saran yang diberikan, pertama mengenai kedudukan ajaran sifat melawan
hukum materiil dalam fungsi positif pada Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU PTPK
seharusnya tidak ditafsirkan oleh MK telah melanggar hak konstitusional dari
pemohon akan kepastian hukum dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945. Oleh
karena tinjauan materiil dari sifat melawan hukum ini dimaksudkan sebagai salah
satu instrumen untuk dapat menegakkan hukum dan keadilan. Kedua, aparat
penegak hukum perlu untuk menggunakan semua ketentuan hukum yang ada
dalam menyelesaikan perkara korupsi agar ajaran sifat melawan hukum materiil
dalam fungsi positif dapat diterapkan dengan jalan penemuan hukum. Hal ini
dimaksudkan untuk menyelenggarakan keadilan pada praktek penegakan hukum
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. | en_US |