dc.description.abstract | Analisis Yuridis Pembuktian Dalam Perkara Pidana (Perbandingan Antara
Kasus Perkara Nomor : 88/Pid.B/2002/PN.Klt. Dengan Kasus Perkara Nomor:
101/Pid.B/2004/PN.Mgt.), Periati Br Ginting, 020710101244, 2006, 79 Halaman.
Perkembangan modernisasi dan pergeseran kebudayaan berpengaruh positif
dan negatif terhadap sikap dan tindakan manusia. Anak pada zaman ini hidup dalam
lingkungan yang penuh tantangan dan ancaman kejahatan. Lembaga peradilan
sebagai tempat masyarakat mencari dan menemukan keadilan harus terampil dan
cerdas dalam menangani kasus-kasus di masyarakat. Hukum pidana sebagai hukum
publik dan menyangkut kepentingan negara, ketertiban masyarakat dan HAM. Oleh
karena itu Hakim Pengadilan Pidana harus menemukan dan menegakkan kebenaran
materiil, karena itu hakim pidana bersifat aktif dan objektif dalam pemeriksaan dan
pembuktian perkara.
Pembuktian perkara-perkara pidana yang menyangkut kejahatan terhadap
nyawa dan tubuh membutuhkan bantuan ahli karena sifat tubuh manusia yang
gampang berubah. Dalam skripsi ini penulis membandingkan dua kasus sejenis yaitu
tindak pidana kesusilaan terhadap anak. Penerapan Visum et Repertum berbeda
terhadap dua kasus yang diperiksa oleh hakim di persidangan biasa peradilan umum
yaitu Pengadilan Negeri Magetan dan Pengadilan Negeri Klaten. Permasalahan yang
penulis bahas dalam skripsi ini adalah bagaimanakah standard Visum et Repertum
dalam kedua kasus tersebut, dan pertimbangan hakim dalam memutus kasus perkara
tersebut.
Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normantif. Bahan
hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Sedangkan metode pengumpulan bahan hukum adalah dengan metode bola salju.
Penulis dalam uraian pembahasan menguraikan dan membahas tentang
penetapan alat bukti Visum et Repertum, dan pertimbangan hakim dalam memutus
xiv
perkara. Dalam praktik di persidangan hakim menempatkan alat bukti Visum et
Repertum secara berbeda. Dalam kasus pencabulan di Magetan hakim memandang
Visum et Repertum sebagai alat bukti petunjuk yang mendukung dan menguatkan
alat bukti lain. Sedangkan dalam kasus perkosaan disertai pencurian dan
penganiayaan berat yang menyebabkan matinya orang di Pengadilan Negeri Klaten
dinyatakan adanya dua Visum et Repertum. Visum et Repertum pertama yang dibuat
oleh dokter umum dimasukkan sebagai alat bukti keterangan saksi dan Visum et
Repertum kedua yang dibuat oleh ahli kedokteran kehakiman oleh hakim dimasukkan
sebagai alat bukti keterangan surat. Kasus pencabulan di Magetan dilakukan oleh
orang dewasa terhadap anak. Terdakwa dalam kasus ini dijatuhi pidana penjara 4
(empat) tahun. Sedangkan dalam kasus perkosaan di Klaten hakim memutus perkara
tersebut dengan menjatuhkan hukuman 6 (enam) tahun pidana penjara terhadap
terdakwa. Penentuan Visum et Repertum sebagai alat bukti merupakan wewenang
hakim dalam memeriksa dan memutus perkara di persidangan.
Hakim dalam kedua kasus tersebut berpedoman atau menggunakan KUHAP
dan KUHP dengan acara pemeriksaan perkara persidangan biasa. Hakim belum
memperhatikan hak-hak terdakwa anak dan khususnya korban anak dalam
persidangan.
Para penegak hukum seharusnya lebih bijaksana dalam memutus perkara
khususnya terhadap korban anak dan terdakwa anak. Hakim seharusnya
memperhatikan Undang-undang Nomor : 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
dan Undang-undang Nomor : 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dalam
pemeriksaan kasus tersebut di atas. Penulis menyarankan perlu adanya pengaturan
yang jelas tentang Visum et Repertum dalam peradilan pidana. Sehingga ke depan
hakim lebih cermat dalam menerapkan Visum et Repertum sebagai alat bukti dalam
pemeriksaan perkara pidana. | en_US |