Penyebaran Penyakit Pes di Distrik Karanglo Malang Tahun 1910-1919
Abstract
Kegagalan panen yang diakibatkan oleh serangan hama menciptakan
kekhawatiran di tengah masyarakat, terlebih kondisi ini hampir bertepatan dengan
bulan Ramadan. Guna mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah Hindia
Belanda memutuskan untuk mengimpor beras dari Burma (saat ini dikenal dengan
Myanmar). Beras tersebut tiba di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan
didistribusikan melalui jaringan kereta api. Namun, pada 10 November 1910,
setelah pengiriman beras diterima, jalur kereta api yang menghubungkan Malang
dan Wlingi terputus akibat banjir. Akibatnya, beras yang diimpor harus tertahan di
Malang dan disimpan di gudang dekat stasiun. Dari tempat penyimpanan ini,
wabah Pes mulai menyebar. Wilayah pertama yang terdampak adalah Turen.
Penyakit Pes merupakan suatu penyakit zoonosis yang terdapat pada tikus, dapat
ditularkan kepada manusia melalui gigitan pinjal Xenopsylla cheopis yang
terinfeksi bakteri Yersinia Pestis. Terlebih, iklim tropis Malang menciptakan
kondisi yang mendukung pertumbuhan dan penyebaran bakteri penyebab Pes.
Beberapa penelitian dilakukan dan untuk memastikan diagnosis secara
bakteriologis. Hasil menunjukkan bahwa penyakit Pes tidak hanya terbatas di
pusat kota Malang, tetapi telah menyebar ke desa-desa termasuk distrik Karanglo.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah kolonial guna menanggulangi penyakit Pes di
Distrik Karanglo Malang?; 2) Bagaimanakah dampak penyakit Pes di Distrik
Karanglo Malang dalam bidang sosial dan kesehatan?. Tujuan penelitian ini untuk
mengkaji secara mendalam kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kolonial guna
menanggulangi penyakit Pes di Distrik Karanglo Malang serta menganalisis
dampak sosial dan kesehatan yang diakibatkan penyakit Pes di Distrik Karanglo
Malang tahun 1910-1919. Teori dan pendekatan dalam penelitian ini adalah teori Talcott Parsons sociology of Health and Illness dan pendekatan sosiologi
pendidikan. Metode penelitian yang digunakan menggunakan metode penelitian
sejarah yang dilakukan melalui empat tahap yaitu: heuristik, kritik, interpretasi
dan historiografi.
Hasil penelitian yang ditemukan secara garis besar yaitu, distrik Karanglo
merupakan bagian afdeeling Malang. Daerah ini menjadi salah satu wilayah yang
terdampak parah oleh penyakit Pes. Iklim tropis yang lembab mendukung
perkembangan penyakit zoonosis yang terdapat pada tikus. Dalam upaya
penanggulangannya, pemerintah kolonial memiliki peran dalam pengelolaan
distrik melalui kebijakan sosial dan Kesehatan. Pada puncaknya, wabah menyebar
di empat sub-district di Karanglo dengan Karangploso mencatat kasus tertinggi
(115 kasus). Penyebaran lebih parah di desa-desa yang berada di daerah
pegunungan dengan suhu lebih dingin dan lembap. Penanganan penyakit
dilakukan oleh Dokter kolonial (Dr. Deutmann) dan dokter pribumi (Mas
Soedirman). Mereka secara aktif melakukan pemeriksaan harian, vaksinasi, dan
dokumentasi pasien. Mobilitas tim medis ditingkatkan dengan kendaraan dan
metode transportasi lainnya, termasuk kuda dan berjalan kaki untuk mencapai
desa-desa terpencil. Upaya penanggulangan lain yang dilakukan meliputi
pemberlakuan karantina, pembatasan pergerakan penduduk, pemberian hadiah
untuk tikus yang berhasil dibunuh, pembakaran rumah serta pemberian
disinfektan.
Hasil dari penelitian ini Menunjukkan kondisi sosial dan geografis yang
melatarbelakangi penyebaran penyakit Pes di Distrik Karanglo peran dinas
kesehatan sipil dalam mengupayakan penanggulangan Pes dari peranan dokter,
pemberian vaksinasi, hingga karantina massal. Dampak sosial mencakup
pembatasan mobilitas masyarakat, evakuasi ke kamp pengungsian, dan hilangnya
tempat tinggal akibat pembakaran rumah yang terkontaminasi. Pes tidak hanya
menyebar di pusat kota Malang saja, akan tetapi juga menjangkit distrik-distrik
yang lain, salah satunya Distrik Karanglo.