• Login
    View Item 
    •   Home
    • UNDERGRADUATE THESES (Koleksi Skripsi Sarjana)
    • UT-Faculty of Teacher Training and Education
    • View Item
    •   Home
    • UNDERGRADUATE THESES (Koleksi Skripsi Sarjana)
    • UT-Faculty of Teacher Training and Education
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    Konflik Agraria di Desa Pakel Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi 1999-2023

    Thumbnail
    View/Open
    Annisaa Putri Ainun Zariyah_190210302040 (2.790Mb)
    Date
    2025-01-23
    Author
    ZARIYAH, Annisaa Putri Ainun
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Konflik agraria merupakan isu global yang juga kerap terjadi di Indonesia. Tanah memiliki nilai strategis karena berperan penting secara ekonomi dan sosial, sehingga sering menjadi sumber sengketa. Dalam lima tahun terakhir, terdapat 2.288 konflik agraria baru di Indonesia, dengan Jawa Timur menduduki peringkat ketiga sebagai wilayah dengan kasus tertinggi, termasuk 13 konflik baru sepanjang tahun 2022. Kabupaten Banyuwangi, dengan kekayaan sumber daya alam dan lokasi geografis strategis, menjadi salah satu wilayah rawan konflik agraria. Sejarah konflik agraria di Banyuwangi dapat ditelusuri hingga era kolonial Belanda. Kolonialisme membawa perubahan besar di Blambangan, termasuk eksploitasi tanah untuk perkebunan. Sistem tanam paksa menyebabkan penderitaan rakyat, hingga akhirnya digantikan oleh Undang-Undang Agraria tahun 1870, yang membuka peluang bagi investor swasta untuk menguasai tanah di Jawa. Salah satu perusahaan yang muncul adalah N.V. Cultuur Maatschappij Pacouda (Perkebunan Pakuda), yang beroperasi di Desa Sumberejo Pakel. Konflik terjadi ketika perusahaan mengajukan pembukaan hutan yang telah dikelola warga setempat. Pada 1929, warga Pakel mendapat “Soerat Idin Memboeka Tanah” dari Bupati Banyuwangi R.A.A.M. Notohadisuryo. Namun, izin ini ditentang oleh Dinas Kehutanan Hindia Belanda, sehingga memicu konflik berkepanjangan. Situasi semakin rumit pada 1960-an dengan masuknya PT. Bumi Sari, yang menawarkan kerjasama agraria kepada warga. Meskipun demikian, bagi hasil yang dijanjikan tidak terealisasi, dan keberadaan PT. Bumi Sari memicu kecurigaan karena sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) baru diterbitkan pada 1985, tanpa mencantumkan wilayah Pakel.Selama rezim Orde Baru, warga Pakel tidak berani melawan secara terangterangan, meskipun perusahaan terus memperluas wilayahnya. Namun, setelah reformasi, warga mulai menuntut hak mereka atas tanah berdasarkan "Akta 1929." Konflik ini berujung pada bentrokan dengan aparat, yang mengakibatkan penangkapan, kekerasan fisik, dan ketidakamanan sosial bagi warga. Hingga kini, sengketa tanah di Desa Pakel masih mencerminkan kompleksitas masalah agraria di Indonesia. Metode penelitian merupakan tahap yang diambil dalam mengidentifikasi sebuah permasalahan. Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Metode sejarah merupakan proses penelusuran dan pertimbangan yang jeli terhadap dokumen dari masa lampau, sehingga mengharuskan penulis untuk mengembangkan tulisan secara deskriptif, seorang sejarawan harus menilai fakta yang telah dihimpun dengan analisis kausal dan respins terhadap pertanyaan yang ada. Hasil penelitian ini menunjukkan konflik agraria di Desa Pakel berawal dari perjuangan warga yang telah mengelola tanah sejak zaman kolonial Belanda. Pada tahun 1929, melalui "Akta 1929," warga memperoleh hak untuk membuka lahan seluas 3.000 hektar. Namun, setelah kemerdekaan, klaim atas tanah ini diperebutkan oleh PT. Bumi Sari dan Perhutani meskipun ada bukti hukum yang menunjukkan tanah tersebut bukan bagian dari HGU perusahaan. Konflik yang berlangsung lebih dari seratus tahun ini mencerminkan keteguhan warga Pakel dalam mempertahankan hak atas tanah mereka, meskipun dihadapkan pada intimidasi, kekerasan, dan klaim sepihak dari berbagai pihak. Upaya penyelesaian melalui Reforma Agraria dan program TORA belum berhasil, dan PT. Bumi Sari tetap menguasai tanah tersebut meski bukti hukum mendukung klaim warga. Dampak sosialnya terasa signifikan, terutama bagi perempuan yang harus menggantikan peran pria dalam keluarga, serta dampak ekonomi yang merugikan warga yang kehilangan sumber penghidupan. Konflik ini juga berdampak pada lingkungan, dengan kerusakan ekosistem akibat tumpang tindih klaim tanah yang mengancam keberlanjutan sumber daya alam yang sebelumnya dikelola oleh warga secara berkelanjutan.
    URI
    https://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/128457
    Collections
    • UT-Faculty of Teacher Training and Education [15730]

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository
     

     

    Browse

    All of RepositoryCommunities & CollectionsBy Issue DateAuthorsTitlesSubjectsThis CollectionBy Issue DateAuthorsTitlesSubjects

    My Account

    LoginRegister

    Context

    Edit this item

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository