dc.description.abstract | Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan untuk membentuk suatu rumah tangga, oleh karena itu perkawinan
harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan tertentu baik yang menyangkut
kedua belah pihak maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan itu
sendiri. Dalam suatu perkawinan terdapat syarat dan rukun perkawinan. Guna
mewujudkan tujuan perkawinan itu sendiri supaya dapat terealisasi dengan baik
maka dalam pelaksanaan suatu perkawinan syarat dan rukun perkawinan harus di
teliti tentang kebenarannya karena syarat dan rukun perkawinan adalah penentu
dari sah dan tidaknya suatu perkawinan. Perkawinan supaya mempunyai kekuatan
hukum yang tetap maka harus dicatatkan pada lembaga pencatatan nikah, apabila
perkawinan tersebut tidak dicatatkan maka harus menempuh jalan permohonan
Isbat Nikah.
Pada uraian fakta telah dijelaskan bahwa pemohon telah menikah dengan
seorang perempuan (istri pemohon) yang dilaksanakan di hadapan Pegawai
Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama, kecamatan Tempurejo, kabupaten Jember,
namun hingga sekarang pemohon belum mendapatkan kutipan akta Nikah
sebagaimana mestinya hingga istri pemohon meninggal dunia pada tanggal 13
Desember 2004 dan setelah pemohon mengurus pada Kantor Urusan Agama
(KUA) kecamatan Tempurejo, kabupaten Jember, pernikahan pemohon dengan
istri pemohon tidak terdaftar dalam buku Register Nikah di Kantor Urusan Agama
sebagaimana surat keterangan nomor: 474.2/02/555.01/2005 tanggal 16 Februari
yang ditanda tangani oleh kepala Kantor Urusan Agama kecamatan Tempurejo,
kabuparen Jember.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis
mengenai : (a). Syarat dan rukun perkawinan sebagai salah satu alat bukti dalam
permohonan Isbat Nikah dalam perkara Nomor: 1109/Pdt.G/2005/PA.Jr. (b).
Pembuktian terhadap syarat dan rukun perkawinan dalam permohonan Isbat
Nikah dalam perkara Nomor: 1109/Pdt.G/2005/PA.Jr. (c). Pertimbangan Hakim
xii
Pengadilan Agama Jember dalam mengabulkan permohonan Isbat Nikah dalam
perkara Nomor: 1109/Pdt.G/2005/PA.Jr.
Guna mendukung tulisan tersebut menjadi sebuah karya tulis ilmiah yang
dapat di pertanggung jawabkan maka penulis menggunakan metode pendekatan
yuridis normatif, pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah dengan
jalan menelaah dan mengkaji peraturan perundang-undangan dan buku-buku yang
berisi konsep-konsep teoritis, kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang
menjadi pokok pembahasan dan dibahas dalam skripsi ini
Kesimpulan yang dapat di ambil dari permasalahan tentang syarat dan
rukun perkawinan sebagai salah satu alat bukti dalam permohonan Isbat Nikah
adalah sebagai berikut:
- Termasuk syarat dan rukun perkawinan menurut hukum Islam adalah: (1)
Mempelai laki-laki, (2). Mempelai perempuan, (3). Wali, (4). Dua orang saksi,
(4). Mahar, (5). Shighat atau Ijab Kabul.
- Pembuktian syarat dan rukun perkawinan sebagai salah satu alat bukti dalam
permohonan Isbat Nikah maka dalam pembuktiannaya kita perlu mengetengahkan
doktrin-doktrin dalam ilmu fiqh dalam kitab kifayatul ahyar dan doktrin fiqh
dalam kitab fathul munin IV halaman 253, karena syarat dan rukun perkawinan
merupakan alat-alat bukti diluar Pasal 164 HIR.
- Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Jember dalam mengabulkan
permohonan Isbat Nikah dalam perkara Nomor: 1109/Pdt.G/2005/PA.Jr. adalah:
bahwa maksud dan tujuan permohonan pemohon adalah pemohon mengajukan
permohonan pengesahan nikah dengan alasan bahwa pemohon telah
melangsungkan perkawinan menurut hukum agama Islam dengan seorang
perempuan yaitu almarhum istri pemohon, namun hingga sekarang pemohon
belum memperoleh kutipan Akta Nikah, serta menimbang bahwa permohonan
pengesahan nikah dan sengketa kewarisan merupakan suatu hal yang sangat
berbeda. oleh karena itu pengesahan nikah dan gugatan kewarisan tidak dapat
digabung penyelesaiannya baik dalam bentuk gugat kumulatif maupun dalam
bentuk rekonpensi.
Adapun saran dari penulis adalah sebagai berikut: Dalam melaksanakan
suatu perkawinan harus memenuhi unsur agama dan ketentuan dalam pasal 2 ayat
xiii
(1) dan (2) UU Nomor 1 Tahun 1974. Serta apabala ingin mengajukan gugatan
harus ada korelasinya antara gugatan yang satu dengan yang lainnya. | en_US |