Show simple item record

dc.contributor.advisorDARIJANTO, H.
dc.contributor.advisorQHOIWUTUN, Y.A. TRIANA
dc.contributor.authorSANTOSO, Aditya Christian
dc.date.accessioned2013-12-25T03:45:51Z
dc.date.available2013-12-25T03:45:51Z
dc.date.issued2013-12-25
dc.identifier.nimNIM990710101099
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/12807
dc.description.abstractDalam suatu negara pasti mendambakan keadaan negaranya adil, aman, damai sehingga diciptakan suatu aturan hukum yang diikuti oleh sanksi. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut maka dalam kehidupan dalam masyarakat diperlukan kaidah atau norma-norma yang bermanfaat untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang dilarang dan yang diperbolehkan. Dengan adanya hal tersebut maka lahirlah norma-norma dalam kehidupan bermasyarakat seperti norma agama, kesopanan dan kesusilaan yang bermanfaat untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang dilarang dan yang diperbolehkan. Selanjutnya karena norma-norma tersebut tidak memberi sanksi yang tegas pada pelanggarnya, maka kemudian lahirlah norma hukum yang dalam perkembangannya dikodifikasikan dalam suatu ketentuan hukum yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Sebagai upaya untuk penegakan hukum itu sendiri bukan hanya undang-undang saja yang diperlukan untuk mewujudkannya, akan tetapi juga diperlukan para aparat penegak hukum. Proses (proses pelaksanaan penegakan hukum) pidana merupakan suatu bentuk pemeriksaan yang dilakukan menurut tata cara yang telah ditentukan dalam undang-undang, sesuai dengan pasal 3 Kitab Undang-undang hukum Acara Pidana. Undang-undang ini menentukan hak-hak dan kewajiban para penegak hukum dalam melaksanakan proses penegakan hukum. proses pemeriksaan pidana dimulai pada saat adanya dugaan bahwa telah terjadi suatu perbuatan yang akhirnya menjadi suatu tindak pidana, sampai pada saat djalankannya putusan pengadilan. Putusan pengadilan tidak muncul begitu saja tanpa adanya suatu proses yang panjang. Penyidikan yang merupakan awal proses adalah dasar dari pemeriksaan atau pemeriksaan di pengadilan.dalam rangka penuntutan hasil penyidikan ini oleh penuntut umum diletakkan dalam ketentuan pidana sebenarnya. Penuntutan berintikan dakwaan yang berisi fakta-fakta. Fakta-fakta ini harus sesuai dalam bingkai ketentuan pidana, dan dalam hal ini yang membuat adalah jaksa penuntut umum. 2 Pada penulisan skripsi ini penulis mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui alasan-alasan yang mendasari pertimbangan Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa hanya berdasarkan KUHP dan penegakan hukuim dan keadilan dilakukan dalam putusan perkara No. 54/pid. B/05/PN Jr. Metodologi yang digunakan dalam membahas skripsi ini menggunakan pendekatan yurudis normative, yaitu menelaah peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan judul, selanjutnya dihubungkan dengan permasalahan yang ada. Pembahasan skripsi ini tentang kasus kekerasan fisik dalam rumah tangga yang dilakukan oleh Suhariyanto alias P. Heri kepada istrinya (Handayani alias Anik), selanjutnya kasus ini dianalisis menurut hukum pidana yang diatur dalam Pasal 72, pasal 74, pasal 75, pasal 103, pasal 351, pasal 356 KUHP; Pasal 183 KUHAP; Pasal 5, pasal 6, pasal 10, pasal 26, pasal 44, pasal 51, pasal 55 UU tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Penekanan pembahasan skripsi ini di fokuskan pada alasan-alasan hakim yang mendasari pertimbangan Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa hanya berdasarkan KUHP dan mengetahui penegakan hukum dalam putusan dilakukan dalam putusan perkara No. 54/Pid. B/05/PN Jr. Kekerasan dalam lingkup rumah tangga sangat berbeda dengan kekerasan yang terjadi pada umumnya. Perbedaannya adalah terletak pada penerapan penggunaan peraturan bagi orang yang melakukan tindakan kekerasan. Perlindungan yang diberikan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana dalam Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga hendaknya dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya. Karena apabila seorang korban kekerasan dalam rumah tangga khususnya seorang istri, tidak segera mendapatkan suatu perlindungan maka dapat berakibat fatal yaitu adanya intimidasi dan kekerasan berlanjut, mengingat sifat dari tindak pidana ini merupakan delik aduan. Perlu adanya ancaman sanksi yang lebih berat, tegas dan aturan yang lebih jelas mengenai batasanbatasan yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga. Dalam 3 Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terdapat ketentuanketentuan yang berbeda mengenai pertanggung jawaban pelaku tindak pidana kekerasan dengan yang ada dalam KUHP. Pelaku kekerasan fisik dalam rumah tangga apabila menurut dalam ketentuan Undang-undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak hanya dipertanggung jawabkan denga pidana penjara saja, melainkan dapat ditambah pula dengan denda.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries990710101099;
dc.subjectPENGHAPUSAN KEKERASANen_US
dc.titleSTUDI KASUS PERKARA NO.54/PID.B/05/PN. Jr SEHUBUNGAN DENGAN PENETAPAN UU NO. 23 Th. 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGAen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record