Hubungan Tingkat Keterbukaan Diri dengan Kepatuhan Pengobatan pada Orang dengan HIV/AIDS di Kabupaten Jember
Abstract
Stigma negatif dan diskriminasi yang masih banyak terjadi terhadap orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) menyebabkan pasien tersebut merasa benci terhadap
dirinya sendiri, mengisolasi diri, dan enggan terbuka terutama mengenai status
kesehatannya. Pasien HIV/AIDS yang cenderung lebih memilih untuk tertutup
dapat berdampak pada dukungan yang didapatkan entah dari dari teman, keluarga,
maupun orang sekitar. Dukungan yang mereka dapatkan tersebut dapat
berdampak pada kepatuhan pengobatannya, dimana mereka yang tidak memiliki
dukungan akan merasa takut untuk mengakses pelayanan kesehatan, menunda
perawatan medis, bahkan mengonsumsi ARV dengan sembunyi-sembunyi yang
akhirnya akan menyebabkan kegagalan dalam mematuhi terapi secara memadai.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
keterbukaan diri dengan kepatuhan pengobatan pada orang dengan HIV/AIDS di
Kabupaten Jember.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional dengan
pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
teknik non-probability sampling yaitu purposive samping dengan jumlah sampel
170 orang dengan HIV/AIDS di Kabupaten Jember. Kriteria inklusi dalam
penelitian ini meliputi seluruh ODHA yang menerima terapi ARV di Kabupaten
Jember, berusia > 12 tahun, dan dapat berkomunikasi dengan baik. Sedangkan
kriteria eksklusinya adalah ODHA yang tidak dapat berkomunikasi dengan lancar
baik secara lisan maupun tulisan. Penelitian ini dilakukan di 5 Puskesmas
Kabupaten Jember penyedia layanan perawatan dan dukungan pengobatan pada
pasien HIV/AIDS, yaitu Puskesmas Ambulu, Puger, Kencong, Pakusari, dan
Jember Kidul dengan kuesioner yang digunakan adalah Skala Keterbukaan Diri
dan Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8). Analisa data dilakukan
secara univariat dengan hasil data kategorik disajikan dalam bentuk distribusi
frekuensi dan persentase, sedangkan data numerik disajikan dalam bentuk nilai
rata-rata dan standar deviasi untuk data berdistribusi normal dan data tidak normal
disajikan dalam bentuk median serta nilai minimum-maksimum. Analisa bivariat
dilakukan menggunakan uji korelasi Kendall's Tau-B.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat
keterbukaan diri sedang yaitu sejumlah 149 (87.6%) responden. Sedangkan untuk
kepatuhan pengobatan, mayoritas responden memiliki tingkat kepatuhan tinggi
yaitu sejumlah 72 (42.4%) responden. Hasil uji korelasi Kendall’s Tau-B
diperoleh p value = 0,001 (p < 0,05) yang berarti hipotesis dalam penelitian ini
diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara variabel tingkat
keterbukaan diri dengan variabel kepatuhan pengobatan. Hasil analisa
menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi (correlation coefficient) dalam
penelitian ini yaitu 0.248 yang artinya arah korelasi positif dengan kekuatan
korelasi sangat lemah. Hal tersebut berarti semakin tinggi skor keterbukaan diri
maka semakin tinggi pula skor kepatuhan pengobatan pada orang dengan
HIV/AIDS.
Keterbukaan diri yang baik dapat berdampak positif terhadap kepatuhan
pengobatan pada ODHA. Hal tersebut dikarenakan, semakin terbuka seseorang
maka semakin banyak pula dukungan yang didapatkan. Dengan sikap terbuka
yang dimiliki, individu dapat berbagi pikiran sehingga beban yang dimiliki
menjadi lebih ringan. ODHA yang dapat terbuka mengenai dirinya sendiri dapat
menciptakan lingkungan yang mendukung sehingga hambatan yang akan ditemui
selama proses terapi menjadi lebih sedikit. Hasil dalam penelitian ini
menunjukkan adanya korelasi antara tingkat keterbukaan diri dengan kepatuhan
pengobatan pada ODHA. Dengan demikian maka diharapkan pelayanan kesehatan
dapat melakukan pengembangan khususnya untuk memberikan asuhan
keperawatan secara holistik, termasuk aspek psikologis kepada pasien HIV/AIDS
sehingga pasien dapat lebih terbuka dan mendapatkan dukungan dari sekitar.
Adanya intervensi seperti program edukasi, konseling, ataupun terapi mengenai
keterbukaan diri terutama pada pasien HIV/AIDS yang terstigmatisasi dapat
diberikan sehingga kepatuhan pengobatannya dapat menjadi lebih baik lagi.
Collections
- UT-Faculty of Nursing [1652]