Tinjauan Sosiologis Penyusunan Anggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Jember Tahun 2020 (Studi Kasus pada KPU Kabupaten Jember)
Abstract
Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi bagian dari sistem
demokrasi dengan rakyat menjadi pondasi paling pokok, sehingga secara langsung
atau tidak bentuk formula kebijakan dari pemerintah ditentukan oleh suara rakyat
yang memiliki hak suara melalui wadah pemilihan (Sarbaini, 2020). Terbitnya
Undang-Undang (UU) nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
merupakan periode awal pelaksanaan pemilihan langsung oleh rakyat melalui
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sebagai penyelenggara dan pasangan
calon diusung oleh Partai Politik. Terbitnya UU nomor 1 Tahun 2015 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014
Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menandai awal
penyelenggaraan Pilkada Serentak.
Pelaksanaan Pilkada tidak lepas kaitannya dengan anggaran. Anggaran
merupakan salah satu aspek penggerak utama penyelenggaraan Pilkada. Hal ini
dikarenakan pendanaan Pilkada menjadi kunci penyelenggara Pilkada dalam
menuntaskan seluruh aspek penyelenggaraan dan pengawasannya (Mujahid dan
Harjono, 2020). Dalam penyusunannya, anggaran Pilkada memuat tahapantahapan pelaksanaannya hingga Pilkada berakhir. Oleh karenanya, memerlukan
anggaran yang disusun harus direncanakan secara matang.
Perhelatan Pikada serentak salah satunya bertujuan untuk menyederhanakan
tahapan pemilihan dari yang sebelumnya 17 bulan menjadi 9 bulan sehingga
diharapkan dapat menekan besarnya anggaran yang dikeluarkan untuk
pembiayaan pilkada. Adanya perubahan sistem ini diharapkan berdampak pada
efisiensi anggaran dan efisiensi waktu tanpa mengorbankan asas pemilihan yang
demokratis serta tetap memperhatikan aspek legitimasi calon kepala daerah
terpilih (Farida, 2017).
Menurut Elsa and Kosandi (2021), dilihat dari sudut pandang politik, anggaran
terkait dengan politik kekuasaan, yakni pihak yang mempunyai kekuatan dalam
memutuskan. Penyusunan anggaran Pilkada merupakan proses politik yang melewati bermacam tahap pengambilan keputusan dengan berbagai mekanisme
pendekatan, antara lain: melakukan lobi-lobi, bernegosiasi, beradu pendapat
hingga akhirnya memunculkan konflik yang terkait dengan kepentingan–
kepentingan yang perlu diakomodir dalam politik yang dihasilkan (Cazals &
Mandon, 2015).
Pilkada serentak tahun 2020 diselenggarakan tanggal 09 Desember 2020 di
270 daerah, yang meliputi: Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur di 9 provinsi,
pemilihan Bupati/Wakil Bupati di 224 kabupaten dan pemilihan Walikota/Wakil
Walikota di 37 kota. Semula penyelenggaran Pilkada serentak akan dilaksanakan
pada tanggal 23 September 2020 sesuai dengan Peraturan KPU RI Nomor 15
Tahun 2019. Akan tetapi, jadwal tersebut berubah menjadi tanggal 09 Desember
2020 dikarenakan bangsa Indonesia dilanda Corona Virus Disease 2019 (COVID19) yang mengakibatkan jadwal tahapan pilkada mundur dari jadwal sebelumnya
(Aida & Hardiyanto, 2020).
Terdapat beberapa fenomena menarik dalam penyusunan anggaran Pilkada
serentak Tahun 2020. Penyusunan anggaran Pilkada berpedoman pada
Permendagri Nomor 54 Tahun 2019 Tentang Pendanaan Kegiatan Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota yang Bersumber Dari APBD. Sumber Anggaran
dalam pelaksanaan Pilkada merupakan hibah dari Pemerintah Daerah, yang
pendanaannya dibebankan pada APBD masing-masing Pemda secara proporsional
sesuai dengan beban kerja masing-masing daerah. Anggaran Pilkada diusulkan
oleh KPU Kabupaten/kota kepada bupati/walikota. Dalam proses penyusunan
anggaran, KPU berpedoman pada standar satuan harga sesuai ketentuan APBN.
Hal ini dapat menimbulkan ketidakselarasan, karena adanya perbedaan standar
satuan harga pada ketentuan APBN dan APBD masing-masing daerah.
Collections
- MT-Accounting [58]