Show simple item record

dc.contributor.authorANGGRAINI, Dyah Retno
dc.date.accessioned2025-07-15T04:14:12Z
dc.date.available2025-07-15T04:14:12Z
dc.date.issued2025-01-17
dc.identifier.nim211510701036en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/127351
dc.descriptionFinalisasi unggah file repositori tanggal 15 Juli 2025_Kurnadien_US
dc.description.abstractNematoda Meloidogyne incognita merupakan salah satu patogen penting di Indonesia. Serangan M. incognita dapat mengakibatkan kerusakan serius dan dapat menurunkan hasil panen 26,5 – 73,3% (Rawal, 2020). Infeksi M. incognita juga dapat menyebabkan berkurangnya ketahanan inang terhadap cekaman biotik maupun abiotik (Subedi et al., 2020). M. incognita memiliki sebaran inang yang luas, salah satunya tanaman tomat. Fase juvenil 2 merupakan fase dimana nematoda aktif menusukkan stilet pada akar tanaman inang untuk memperoleh nutrisi dan melakukan reproduksi pada fase selanjutnya. Rusaknya jaringan akar akibat infeksi ini dapat mengakibatkan kerugian yang lebih besar akibat adanya potensi infeksi sekunder oleh patogen jamur atau bakteri yang ada dalam tanah (Furusawa et al., 2019). Sehingga pengendalian M. incognita penting untuk dilakukan. Umumnya, teknik pengendalian yang mudah dilakukan adalah pengunaan nematisida sintetik dengan bahan aktif seperti carbofuran dan dazomet. Akan tetapi, penggunaan nematisida sintetik secara terus menerus dapat mengakibatkan resistensi, berkurangnya jumlah musuh alami, bahkan rusaknya struktur alami tanah (Budi, 2021). Alternatif yang dapat dilakukan adalah penerapan konsep biokontrol. Biokontrol didefinisikan sebagai solusi terhadap suatu permasalahan dengan menggunakan agens hayati (Yusuf et al., 2024). Pengendalian dengan agens hayati secara langsung dapat menekan patogen dan secara tidak langsung dengan menginduksi ketahanan tanaman (Lestari et al., 2022). Bacillus sp. merupakan salah satu Agens Pengendali Hayati (APH) yang memiliki kemampuan dalam mengendalikan M. incognita. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Hersanti et al. (2023), campuran Bacillus subtilis dengan serat karbon dan silika nano dapat menurunkan populasi Meloidogyne spp. hingga 90% secara In Vitro. Akan tetapi, pada kenyataannya penggunaan APH di lahan seringkali dilaporkan kurang efektif. Ekosistem merupakan rumah bagi mikroorganisme dengan sifat berbeda yang dapat mempredasi bakteri antagonis. Selain itu, faktor stabilitas lingkungan seperti fluktuasi temperatur, osmolaritas, dan ketersediaan sumber karbon dapat merangsang Bacillus beralih ke fase letargi dan fase stasioner (Setiaji et al., 2023). Riset tentang agen biokontrol pertama kali dilakukan pada awal abad ke-19, menggunakan mikroorganisme atau pun metabolitnya untuk mengatasi penyakit pada tanaman pangan (Singh et al., 2020). Metabolit sekunder merupakan hasil dari sintesis senyawa metabolit primer, seperti asam amino, asetil koenzim A, asam mevalonat, dan senyawa antara dari jalur shikimate. Metabolit sekunder dapat berupa senyawa volatil, toksin, enzim, seperti protease, kitinase, glukonase, dan lain sebagainya (Khairurrahman, 2023). Bacillus sp. memproduksi beragam metabolit antifungi, diantaranya lipopeptida dari surfaktin, iturin, dan fengisin (Setiaji et al., 2023). Peptida tersebut merupakan senyawa siklik dari 7 atau 10 rantai asam amino yang berhubungan dengan β-amino (iturin) atau asam lemak βhydroxy (surfaktin dan fengisin). Senyawa ini dapat meluruhkan penyusun tubuh patogen yang sebagian besar terdiri dari kitin dan protein sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pengendali nematoda (Abdel-Salam et al., 2018). Dari rumusan tersebut, metabolit sekunder dari agens biokontrol berpotensi dapat mengendalikan nematoda. Bacillus sp. dapat menghasilkan enzim proteinase, enzim kitinase, dan HCl yang mana dapat mengendalikan nematoda (Adiwena et al., 2023). Organisme yang berbeda berpotensi menghasilkan metabolit yang berbeda pula baik secara komposisi maupun konsentrasi. Adanya perbedaan jenis media untuk pertumbuhan berbagai mikroorganisme, membuka pemikiran baru bahwasanya kondisi dan lingkungan tumbuh mikroorganisme dapat memengaruhi produksi metabolit (Kai, 2020). Dewasa ini telah banyak dikembangkan modifikasi media tumbuh mikroorganisme, tak terkecuali teknik fortifikasi. Contoh fortifikasi media tumbuh mikroorganisme adalah penambahan MnCl2 dalam media Nutrient Broth (NB) untuk menunjang pertumbuhan bakteri. MnCl2 menjadi salah satu pilihan dikarenakan jumlahnya yang banyak dan mudah didapatkan. MnCl2 adalah senyawa yang termasuk ke dalam golongan garam klorida. Mangan (Mn) berfungsi klorida (Cl) bersama dengan bikarbonat, dapat berperan dalam sistem buffer yang mempertahankan pH. pH atau derajat keasaman merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan bakteri, utamanya pada densitas bakteri yang dihasilkan. Rentang pH minimum dan maksimum untuk pertumbuhan ideal bakteri berkisar antara 4 hingga 9, dan yang paling optimal berkisar antara 6,7-7,5 (Fajar et al., 2022). Harapannya, dengan adanya fortifikasi media pertumbuhan bakteri dengan mikronutrien dan modifikasi pH dapat memengaruhi komposisi dan meningkatkan jumlah serta ragam senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh Bacillus sp.en_US
dc.description.sponsorshipPembimbing Utama Ankardiansyah Pandu Pradana, S.P. M.Sien_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherFakultas Pertanianen_US
dc.subjectCell-Free Supernatanten_US
dc.subjectBacillus spen_US
dc.subjectFortifikasi Mncl2en_US
dc.subjectMeloidogyne incognitaen_US
dc.titlePengaruh Cell-Free Supernatant dari Bacillus sp. melalui Fortifikasi Mncl2 dan Uji Efektivitas terhadap Meloidogyne incognitaen_US
dc.typeSkripsien_US
dc.identifier.prodiProteksi Tanamanen_US
dc.identifier.pembimbing1Ankardiansyah Pandu Pradana, S.P., M.Si.en_US
dc.identifier.validatorKacung- 17 Februari,2025en_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record