dc.description.abstract | Nematoda Meloidogyne incognita merupakan salah satu patogen penting di
Indonesia. Serangan M. incognita dapat mengakibatkan kerusakan serius dan dapat
menurunkan hasil panen 26,5 – 73,3% (Rawal, 2020). Infeksi M. incognita juga
dapat menyebabkan berkurangnya ketahanan inang terhadap cekaman biotik
maupun abiotik (Subedi et al., 2020). M. incognita memiliki sebaran inang yang
luas, salah satunya tanaman tomat. Fase juvenil 2 merupakan fase dimana nematoda
aktif menusukkan stilet pada akar tanaman inang untuk memperoleh nutrisi dan
melakukan reproduksi pada fase selanjutnya. Rusaknya jaringan akar akibat infeksi
ini dapat mengakibatkan kerugian yang lebih besar akibat adanya potensi infeksi
sekunder oleh patogen jamur atau bakteri yang ada dalam tanah (Furusawa et al.,
2019). Sehingga pengendalian M. incognita penting untuk dilakukan.
Umumnya, teknik pengendalian yang mudah dilakukan adalah pengunaan
nematisida sintetik dengan bahan aktif seperti carbofuran dan dazomet. Akan tetapi,
penggunaan nematisida sintetik secara terus menerus dapat mengakibatkan
resistensi, berkurangnya jumlah musuh alami, bahkan rusaknya struktur alami tanah
(Budi, 2021). Alternatif yang dapat dilakukan adalah penerapan konsep biokontrol.
Biokontrol didefinisikan sebagai solusi terhadap suatu permasalahan dengan
menggunakan agens hayati (Yusuf et al., 2024). Pengendalian dengan agens hayati
secara langsung dapat menekan patogen dan secara tidak langsung dengan
menginduksi ketahanan tanaman (Lestari et al., 2022).
Bacillus sp. merupakan salah satu Agens Pengendali Hayati (APH) yang
memiliki kemampuan dalam mengendalikan M. incognita. Pada penelitian yang
telah dilakukan oleh Hersanti et al. (2023), campuran Bacillus subtilis dengan serat
karbon dan silika nano dapat menurunkan populasi Meloidogyne spp. hingga 90%
secara In Vitro. Akan tetapi, pada kenyataannya penggunaan APH di lahan
seringkali dilaporkan kurang efektif. Ekosistem merupakan rumah bagi
mikroorganisme dengan sifat berbeda yang dapat mempredasi bakteri antagonis.
Selain itu, faktor stabilitas lingkungan seperti fluktuasi temperatur, osmolaritas, dan ketersediaan sumber karbon dapat merangsang Bacillus beralih ke fase letargi dan
fase stasioner (Setiaji et al., 2023).
Riset tentang agen biokontrol pertama kali dilakukan pada awal abad ke-19,
menggunakan mikroorganisme atau pun metabolitnya untuk mengatasi penyakit
pada tanaman pangan (Singh et al., 2020). Metabolit sekunder merupakan hasil dari
sintesis senyawa metabolit primer, seperti asam amino, asetil koenzim A, asam
mevalonat, dan senyawa antara dari jalur shikimate. Metabolit sekunder dapat
berupa senyawa volatil, toksin, enzim, seperti protease, kitinase, glukonase, dan
lain sebagainya (Khairurrahman, 2023). Bacillus sp. memproduksi beragam
metabolit antifungi, diantaranya lipopeptida dari surfaktin, iturin, dan fengisin
(Setiaji et al., 2023). Peptida tersebut merupakan senyawa siklik dari 7 atau 10
rantai asam amino yang berhubungan dengan β-amino (iturin) atau asam lemak βhydroxy (surfaktin dan fengisin). Senyawa ini dapat meluruhkan penyusun tubuh
patogen yang sebagian besar terdiri dari kitin dan protein sehingga berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai pengendali nematoda (Abdel-Salam et al., 2018). Dari
rumusan tersebut, metabolit sekunder dari agens biokontrol berpotensi dapat
mengendalikan nematoda. Bacillus sp. dapat menghasilkan enzim proteinase,
enzim kitinase, dan HCl yang mana dapat mengendalikan nematoda (Adiwena et
al., 2023).
Organisme yang berbeda berpotensi menghasilkan metabolit yang berbeda
pula baik secara komposisi maupun konsentrasi. Adanya perbedaan jenis media
untuk pertumbuhan berbagai mikroorganisme, membuka pemikiran baru
bahwasanya kondisi dan lingkungan tumbuh mikroorganisme dapat memengaruhi
produksi metabolit (Kai, 2020). Dewasa ini telah banyak dikembangkan modifikasi
media tumbuh mikroorganisme, tak terkecuali teknik fortifikasi. Contoh fortifikasi
media tumbuh mikroorganisme adalah penambahan MnCl2 dalam media Nutrient
Broth (NB) untuk menunjang pertumbuhan bakteri. MnCl2 menjadi salah satu
pilihan dikarenakan jumlahnya yang banyak dan mudah didapatkan. MnCl2 adalah
senyawa yang termasuk ke dalam golongan garam klorida. Mangan (Mn) berfungsi klorida (Cl) bersama dengan bikarbonat, dapat berperan dalam sistem buffer yang
mempertahankan pH. pH atau derajat keasaman merupakan salah satu faktor
penting dalam pertumbuhan bakteri, utamanya pada densitas bakteri yang
dihasilkan. Rentang pH minimum dan maksimum untuk pertumbuhan ideal bakteri
berkisar antara 4 hingga 9, dan yang paling optimal berkisar antara 6,7-7,5 (Fajar
et al., 2022). Harapannya, dengan adanya fortifikasi media pertumbuhan bakteri
dengan mikronutrien dan modifikasi pH dapat memengaruhi komposisi dan
meningkatkan jumlah serta ragam senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan
oleh Bacillus sp. | en_US |