Pertimbangan Hakim Terhadap Penjatuhan Pidana dalam Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Putusan Nomor : 1474/pid.b/2019/pn.Dps)
Abstract
Tindak pidana pembunuhan berencana merupakan salah satu kejahatan yang paling serius dalam hukum pidana Indonesia. Hal ini dikarenakan tindak pidana ini menyangkut hilangnya nyawa manusia. Oleh karena itu, setiap putusan hakim dalam perkara tindak pidana pembunuhan berencana harus mempertimbangkan berbagai aspek dengan cermat dan hati-hati. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan sangat penting untuk menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.
Kasus yang dianalisis oleh penulis dalam skripsi ini adalah Putusan Nomor 1474/Pid.B/2019/PN.Dps tentang kasus pembunuhan berencana. Rumusan yang diangkat dalam sekripsi ini yaitu : pertama, Apakah Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam putusan nomor 1474/Pid.B/2019/PN.Dps sudah sesuai dengan Surat Edaran Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor B-607/E/11/1993. Tentang Pembuatan Surat Dakwaan. Kedua, Apakah pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 1474/Pid.B/2019/PN.Dps sudah sesuai dengan fakta-fakta didalam persidangan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif. Untuk Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Kemudian dari bahan-bahan hukum tersebut dilakukan analisis guna mempermudah penulis dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi.
Berdasarkan hasil pembahsan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Pertama, dalam menentukan bentuk surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum harus mengikuti aturan dari Surat Edaran Kejaksaaan Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan yang kemudian dilengkapi dan disempurnakan didalam Surat Edaran Kejaksaaan Agung Republik Indonesia Nomor : B-607/E/11/1993. Didalam putusan tersebut Jaksa Penuntut Umum menggunakan surat dakwaan alternatif yang dimana, pengertian dakwaan alternatif menurut Van Bemmelen, masing masing dakwaan tersebut saling mengecualikan satu sama lain. Sedangkan didalam putusan tersebut Jaksa Penuntut Umum menggunakan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP dan Pasal 351 ayat 3 yang dimana ketiga pasal tersebut terdapat perbedaan tindak pidana. Kedua, peritmbangan hakim dalam putusan 1474/Pid.B/2019/PN.Dps tidak sesuai dengan fakta fakta persidangan. Karena dalam faktanya terdakwa membunuh korban dengan keadaan emosi tinggi. Dalam membuktikan adanya unsur “direncanakan terlebih dahulu” menurut Adami Chazawi berpendapat bahwa ada 3 (tiga) syarat agar terpenuhinya unsur tersebut yaitu : Memutuskan kehendak dengan tenang, Ada ketersediaan waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak, Pelaksanaan kehendak perbuatan dalam suasana tenang. Adapun saran yang dapat penulis berikan yaitu : pertama, Penuntut Umum harus memperhatikan ketelitian dan kecermatan dalam merumuskan bentuk Surat Dakwaan. Sehingga untuk dapat mengidentifikasi perbuatan terdakwa, penuntut umum dapat memilih bentuk Surat Dakwaan yang tepat. Jika bentuk Surat Dakwaan tidak sesuai dengan perbuatan terdakwa, maka seharusnya penuntut umum dapat mengubah dan memperbaiki Surat Dakwaan sesuai dengan Surat Edaran Kejaksaaan Agung Republik Indonesia Nomor : B-607/E/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan. Kesalahan dalam penyusunan rumusan dan pemilihan bentuk Surat Dakwaan dapat memberikan keuntungan bagi terdakwa. Kedua, Dalam memberikan pertimbangan untuk menjatuhkan putusan pidana terhadap terdakwa, hakim harus teliti dalam memperhatikan fakta fakta yang ada didalam persidangan. Dengan melakukan pertimbangan yang teliti maka akan terwujudnya suatu keadilan bagi kedua belah pihak yaitu korban dan terdakwa.
Collections
- UT-Faculty of Law [6321]