Hubungan Riwayat Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 2-3 Tahun di Wilayah Pertanian Kecamatan Ajung Kabupaten Jember
Abstract
Stunting merupakan salah satu gangguan dengan keadaan dimana anak
mengalami kegagalan dalam pertumbuhan dengan keadaan tubuh yang pendek
yang secara umum disebabkan oleh kurangnya gizi secara kronis dan terjadinya
infeksi tsaat bayi masih di kandungan maupun setelah bayi dilahirkan (Sekretariat
Wakil Presiden RI, 2017).
Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2021,
prevalensi balita dengan stunting di Indonesia masih sangat tinggi ialah sebanyak
24,4%, hasil tersebut masih melewati batas 20% yang ditetapkan oleh WHO. Dari
data tersebut juga diperolah angka stunting di Jawa Timur dengan persentase
sebanyak 23,5%, sehingga masih belum memenuhi kategori provinsi baik dan
termasuk dalam kategori Kronis Akut. Dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur,
persentase stunting di Kabupaten Jember masih melebihi rata-rata provinsi ialah
sebanyak 23,9% (SSGI, 2021).
Stunting dapat disebut juga dengan pengerdilan yang mana terjadi pada anak
di bawah 5 tahun pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK) dimulai dari janin
hingga anak berusia 2 tahun. Stunting dapat diketahui melalui pengukuran
antropometri, seorang anak dikatakan stunting apabila hasil pengukuran
antropometri hasil berada di bawah -2 SD (The Global Nutrion Report (2018) dalam
Ariani, 2020).
Pada pemberian MPASI terdapat beberapa hal yang penting untuk
diperhatikan ialah kuantitas, kualitas, serta keamanan pangan yang diberikan
(Kemenkes RI, 2018). Dalam hal ini ibu perlu memahami aturan pemberian MPASI
dengan frekuensi dan porsi secara bertahap serta hati-hati. Pemberian MPASI
secara bertahap perlu memperhatikan tingkat umur yang sesuai, jenis, frekuensi,
porsi dan juga kesiapan pencernaan balita. Balita dapat diberikan makanan
DIGITAL REPOSITORY UNIVERSITAS JEMBER
DIGITAL REPOSITORY UNIVERSITAS JEMBER
xii
xii
tambahan yang bervariasi meliputi bubur cair, bubur kental, sari buah, makanan
lumat, makanan lembek hingga makanan padat. Selain itu perlu diperhatikan
tingkat kebersihan diri, bahan makanan, dan lingkungan sekitar saat persiapan
maupun saat pemberian MPASI (WHO, 2016; Lestiarini & Sulistyorini, 2020;
Piliang & Asfur, 2021).
Peneliti menggunakan metode retrospektif untuk mengetahui gambaran
situasi secara objektif dengan melihat kejadian masa lampau yang dikaitkan dengan
saat ini. Penelitian ini ini dilakukan dengan tujuan dari penelitian untuk
mengidentifikasi hubungan riwayat pemberian MPASI dengan kejadian stunting
pada balita. Jumlah sampel ditentikan dengan G-Power mendapatkan hasil 96
responden, penetapan sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling dengan
memperhatikan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan.
Responden akan diberikan kuesioner mengenai riwayat pemberian MPASI
untuk mengukur pemberian MPASI pada balita. Dalam pengukuran tinggi badan
untuk menilai stunting peneliti menggunakan dokumentasi pengukuran yang telah
dilakukan oleh tenaga kesehatan berpengalaman.
Hasil penelitian riwayat pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) pada
balita usia 2-3 tahun dari 96 responden didapatkan riwayat pemberian MPASI
berada pada kategori cukup sebanyak 79 orang (82,3%), kemudian beberapa
responden melakukan pemberian MPASI kurang sebanyak 6 orang (6,3%) dan
MPASI baik sebanyak 11 orang (11,5%). Sedangkan, hasil pengukuran stunting
pada balita usia 2-3 tahun didapatkan balita dalam kategori normal yaitu sebanyak
78 anak (81,3%), dan sisanya mengalami stunting dengan kategori sangat pendek
sebanyak 6 anak (6,3%), dan pendek sebanyak 12 anak (12,5%).
Hasil uji Spearman Rank menunjukkan bahwa p < α (0,002 < 0,05), sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara riwayat pemberian
MPASI dengan kejadian stunting pada balita usia 2-3 tahun di Kecamatan Ajung.
Kekuatan korelasi berdasarkan hasil r senilai 0,302 dapat diartikan bahwa kekuatan
antar variabel cukup dengan arah korelasi positif (+).
Hasil akhir penelitian ini menunjukkan riwayat pemberian MPASI pada balita
usia 2-3 tahun di wilayah Kecamatan Ajung Kabupaten Jember berada pada
kategori cukup, oleh karena itu diperlukan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan
pemberian MPASI baik berupa promotif atau preventif. Upaya promotif yang dapat
dilakukan ialah dengan konseling maupun penyuluhan terkait MPASI maupun cara
pembuatan MPASI berdasarkan usia, jenis, tekstur, frekuensi, dan pelaksaan
pemberian MPASI yang baik. Dalam upaya preventif hal tersebut diharapkan dapat
mencegah permasalahan status gizi balita terutama stunting.
Collections
- UT-Faculty of Nursing [1583]