Show simple item record

dc.contributor.authorMaharani, Yusmi Zam Zam
dc.date.accessioned2025-03-21T07:49:14Z
dc.date.available2025-03-21T07:49:14Z
dc.date.issued2024-12-17
dc.identifier.nim220720201017en_US
dc.identifier.urihttps://repository.unej.ac.id/xmlui/handle/123456789/125849
dc.descriptionBerdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan saran kepada pemerintah untuk segera mengatur peraturan baru untuk Notaris di Indonesia yaitu pengaturan pembuatan akta otentik melalui sistem elektronik agar dapat dilakukan di Indonesia, karena dibandingkan dengan Negara seperti Belanda, Korea, Amerika, Jepang, China, dan Austria mereka sudah lebih dulu memberlakukan peleksaan tugas jabatan Notaris menggunakan sistem elektronik yang dalam hal ini bertujuan untuk memajukan Negara mereka dengan percepatan pelayanan kenotariatan.en_US
dc.description.abstractPenjelasan Pasal 15 ayat (3) memberikan arahan terkait bentuk kewenangan lain seorang Notaris salah satunya adalah sertifikasi transaksi dengan konsep pembuatan akta otentik melalui sistem elektronik. Namun hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN yang mengatur bahwa Notaris wajib hadir secara fisik di hadapan pihak-pihak tertentu untuk membacakan dan menandatangani akta. Kehadiran fisik ini merupakan syarat formil yang harus dipenuhi agar suatu akta otentik dianggap sah dan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata mengenai definisi akta otentik. Oleh karena itu terdapat konflik norma antara Pasal 15 ayat (3) dan Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN. Hal ini perlu diteliti lebih mendalam terkait keabsahan akta otentik yang dibuat melalui sistem elektronik oleh Notaris tanpa kehadiran fisik para pihak. Fokus tesis ini adalah menganalisis tanggung jawab Notaris dalam pembuatan akta otentik secara elektronik yang ditinjau dari segi keabsahan akta, bentuk tanggung jawab Notaris terkait akta otentik yang dibuat melalui sistem elektronik, dan konsep kedepan terhadap pembuatan akta otentik yang dibuat melalui sistem elektronik. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode yuridis normatif atau hukum normatif. Penelitian ini melibatkan beberapa pendekatan, yaitu pendekatan undang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Sumber utama penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Untuk menganalisis bahan hukum, digunakan metode analisis deduktif-induktif. Proses ini dilakukan dengan menarik kesimpulan dari pengetahuan umum menuju hal-hal khusus, guna menemukan kaidah yang benar dan tepat untuk menyelesaikan isu hukum yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan hasil pembahasan tesis ini adalah Pertama, pembuatan akta otentik melalui sistem elektronik tidak dapat dilaksanakan karena apabila dilaksanakan dapat melanggar syarat sah persyaratan keabsahan akta otentik, begitu pula dengan Pasal 15 ayat (3) UUJN dan Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN yang menimbulkan konflik norma antara keduanya. Pasal 15 ayat (3) UUJN mengisyaratkan adanya pemberlakuan sistem elektronik pada pelaksanaan jabatan Notaris tetapi pada 16 ayat (1) huruf m UUJN makna menghadap saat membuat akta otentik masih dimaknai secara konvensional dan ini merupakan syarat formil yang wajib dipenuhi agar suatu akta otentik dinyatakan sah yang merupakan ketentuan turunan dari Pasal 1868 KUH Perdata, yang menjelaskan definisi akta otentik. Oleh karena itu, Notaris harus berhati-hati dalam menerima calon penghadap, terutama dalam permintaan pembuatan akta otentik melalui sistem elektronik. Jika pembuatan akta dilakukan tanpa aturan hukum yang jelas, maka akta tersebut berisiko kehilangan status otentiknya dan dapat terdegradasi menjadi akta di bawah tangan. Hal ini tentu dapat merugikan para penghadap, terutama dalam hal kekuatan pembuktian dan perlindungan hukum yang diberikan. Oleh karena itu apabila Notaris masih melanggar ketentuan tersebut, maka Notaris dapat dimintai pertanggungjawabannya apabila terbukti telah merugikan penghadap, hal ini dikarenakan Notaris harus bertanggung jawab atas kelalaian serta kesalahan terhadap akta yang akan dibuatnya atau setelah akta itu dibuat. Kedua, bentuk tanggung jawab Notaris atas kelalaian yang dibuatnya apabila melaksanakan pembuatan akta otentik melalui sistem elektronik padahal hal tersebut belum ada aturannya maka, Notaris bertanggung jawab secara perdata mencakup kewajiban untuk mengganti biaya, kerugian, dan bunga akibat tuntutan hukum jika Notaris terbukti bersalah, dan akta yang dibuatnya kehilangan kekuatan hukum baik terdegradasi menjadi akta di bawah tangan maupun batal demi hukum. Dasar penuntutan ini merujuk pada Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum, meskipun sanksi tersebut tidak secara eksplisit diatur dalam UUJN. Oleh karena itu, pihak yang dirugikan tetap dapat menuntut ganti rugi dari Notaris. Bentuk tanggung jawab kedua adalah bentuk tanggung jawab pidana. Apabila Notaris terbukti melakukan pelanggaran pada pembuatan akta otentik, maka dapat dimintai pertanggungjawabannya secara pidana dengan melakukan pelaporan seperti pemalsuan dokumen, dan lain sebagainya. Selain tanggung jawab perdata dsn pidana, terdapat pula tanggung jawab administratif. Majelis Pengawas Notaris dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada Notaris, bahkan tanpa adanya laporan atau tuntutan dari pihak tertentu. Cukup dengan adanya fakta bahwa akta otentik yang dibuat telah terdegradasi menjadi akta di bawah tangan, Majelis Pengawas Notaris berwenang mengadakan sidang untuk memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku apabila Notaris terbukti lalai dalam menjalankan tugasnya. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan saran kepada pemerintah untuk segera mengatur peraturan baru untuk Notaris di Indonesia yaitu pengaturan pembuatan akta otentik melalui sistem elektronik agar dapat dilakukan di Indonesia, karena dibandingkan dengan Negara seperti Belanda, Korea, Amerika, Jepang, China, dan Austria mereka sudah lebih dulu memberlakukan peleksaan tugas jabatan Notaris menggunakan sistem elektronik yang dalam hal ini bertujuan untuk memajukan Negara mereka dengan percepatan pelayanan kenotariatan.en_US
dc.description.sponsorshipMagister Kenotariatanen_US
dc.publisherHukumen_US
dc.subjectJawab Notaris Terhadap Pembuatan Akta Otentik Melalui Sistem Elektronik; Yusmi Zam Zam Maharani, 220720201017; 2024; 101 halaman; Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Jember.en_US
dc.titleTanggung Jawab Notaris Terhadap Pembuatan Akta Otentik Melalui Sistem Elektroniken_US
dc.title.alternativeTanggung Jawab Notaris Terhadap Pembuatan Akta Otentik Melalui Sistem Elektroniken_US
dc.identifier.prodiKenotariatanen_US
dc.identifier.nidn196303081988021001en_US
dc.identifier.nidk196303081988021001en_US
dc.identifier.pembimbing1Prof Hoidinen_US
dc.identifier.pembimbing2Dr.Rahmadien_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record