Pemodelan 3D Densitas Bawah Permukaan Gunung Merapi Berdasarkan Data Gravitasi Citra Satelit
Abstract
Indonesia memiliki aktivitas vulkanik dan tektonik yang tinggi karena
posisinya di pertemuan lempeng Indo-Australia, Pasifik, dan Eurasia. Salah satu
gunung aktif di Indonesia adalah Gunung Merapi, yang terletak di perbatasan
Yogyakarta dan Jawa Tengah. Letusan Gunung Merapi dapat mengganggu
kehidupan sosial ekonomi masyarakat, sehingga penting untuk memahami perilaku
gunung dengan mempelajari struktur bawah permukaannya. Pemodelan 3D
densitas bawah permukaan menggunakan metode gravitasi dapat membantu
mengidentifikasi struktur geologi dan potensi kantong magma, yang berguna untuk
memprediksi aktivitas vulkanik.
Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan densitas bawah permukaan
Gunung Merapi menggunakan data gravitasi citra satelit guna memahami struktur
geologi gunung. Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api paling aktif
dengan frekuensi erupsi yang tinggi. Oleh karena itu, memahami struktur bawah
permukaan gunung ini sangat penting untuk mitigasi risiko bencana dan evaluasi
aktivitas vulkanik.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan data sekunder
anomali gravitasi citra satelit dari TOPEX. Proses dimulai dengan pengumpulan
data gravitasi dan topografi wilayah Gunung Merapi melalui website TOPEX, yang
kemudian dikoreksi dengan Bouguer dan Terrain untuk mendapatkan anomali
Bouguer lengkap (ABL). Data yang telah dikoreksi dianalisis menggunakan
perangkat lunak seperti Surfer, Global Mapper, dan Oasis Montaj untuk
memisahkan anomali regional dan residual. Pemisahan ini diikuti dengan
pemodelan 3D menggunakan Grablox dan Bloxer untuk menggambarkan struktur
bawah permukaan dan potensi kantong magma.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wilayah Gunung Merapi memiliki topografi yang bervariasi dengan ketinggian berkisar antara 133,9 hingga 1865,3
meter di atas permukaan laut. Berdasarkan analisis anomali Bouguer lengkap,
terdapat variasi gravitasi yang disebabkan oleh perbedaan densitas di bawah
permukaan, dengan nilai anomali antara -5 mGal hingga 110 mGal. Pemisahan
anomali menjadi komponen regional dan residual menghasilkan peta kontur yang
menggambarkan struktur geologi besar dan lokal. Pemodelan 3D anomali residual
memberikan gambaran mengenai distribusi densitas mulai dari 1,30 g/cm³ hingga
3,00 g/cm³, yang mencerminkan adanya berbagai jenis batuan seperti andesit,
basalt, dan tuf, serta potensi kantong magma di bawah permukaan. Visualisasi 3D
ini menunjukkan hubungan antara distribusi densitas dengan topografi Gunung
Merapi, memberikan wawasan mengenai komposisi batuan, jalur magma, dan
potensi aktivitas vulkanik yang memengaruhi stabilitas struktur gunung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa topografi Gunung Merapi memiliki
tiga zona ketinggian, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Anomali Bouguer lengkap
mengungkapkan variasi gravitasi yang menunjukkan adanya perbedaan densitas
material di bawah permukaan, yang dikategorikan menjadi anomali rendah, sedang,
dan tinggi. Pemisahan anomali regional dan residual menghasilkan peta kontur
yang menggambarkan struktur bawah permukaan, dengan anomali positif
mengindikasikan material padat dan anomali negatif menunjukkan material dengan
densitas rendah. Pemodelan 3D anomali residual memberikan gambaran distribusi
densitas pada kedalaman yang bervariasi, menunjukkan adanya kantong magma
pada kedalaman 2,5–5,0 km dengan densitas 1,30–1,60 g/cm³. Model ini juga
memperlihatkan zona densitas tinggi (>2,67 g/cm³) yang merepresentasikan batuan
vulkanik keras seperti andesit dan basalt.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemodelan 3D densitas bawah
permukaan Gunung Merapi memberikan pemahaman mengenai struktur geologi
gunung. Pemanfaatan teknologi satelit dan pendekatan geofisika tidak hanya
mendukung upaya mitigasi risiko bencana vulkanik tetapi juga memberikan
informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk meningkatkan kesiapsiagaan
masyarakat dan mendukung strategi mitigasi bencana berbasis data ilmiah yang
lebih akurat.