dc.description.abstract | HIV dan AIDS merupakan virus yang cukup berbahaya apabila menyerang manusia karena belum terdapat obat untuk menyembuhkan, hanya obat untuk mencegah. Terdapat beberapa kelompok risiko tinggi HIV, salah satunya yaitu Pekerja Seks Perempuan (PSP) disabilitas. Hal ini dikarenakan mereka memiliki daya tawar yang rendah yakni mulai dari Rp25.000-Rp150.000. Daya tawar PSP disabilitas paling rendah berada di area persawahan. Daya tawar mereka yang rendah tersebut mengakibatkan mereka banyak „digunakan‟. Terlebih perilaku pencegahan HIV dan AIDS pada PSP disabilitas terutama dalam negosiasi kondom masih cukup rendah.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian dilakukan di lokalisasi dan area persawahan di Kabupaten Jember pada bulan Juni – Juli 2024 dengan jumlah informan utama sebanyak 9 orang. Pemilihan informan dilakukan menggunakan teknik purposive dengan teknik pengambilan data yaitu wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Triangulasi pada penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dan teknik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan memiliki rentang usia mulai dari 30-42 tahun dengan pendidikan terakhir paling tinggi adalah SMP. Hal tersebut dikarenakan orangtua mereka tidak memiliki biaya yang cukup untuk melanjutkan pendidikan lebih tinggi. Selain itu, status kawin mereka yang didominasi bercerai menjadi alasan mereka tetap bekerja demi mendapatkan uang untuk orangtua dan keluarga walaupun harus menjajakan dirinya dengan keterbatasan yang dimiliki karena mereka tidak memiliki suami untuk menggantikan bekerja. Terkait pengetahuan mengenai HIV dan AIDS, sebagian besar informan mengetahui cara penularan, cara pencegahan, dan kelompok risiko tinggi HIV, dan masih belum mengetahui mengenai definisi, perbedaan, dan
gejala dari HIV dan AIDS. Dengan mereka mengetahui cara penularan, cara
pencegahan, dan kelompok risiko tinggi HIV maka hal tersebut dapat dijadikan
pedoman mereka dalam berperilaku untuk mencegah dirinya terkena HIV dan
AIDS karena mereka tidak bisa sepenuhnya berhenti untuk bekerja menjadi PSP.
Perilaku pencegahan HIV yang telah informan lakukan diantaranya yaitu
menggunakan kondom dalam melayani pelanggan meskipun negosiasi
penggunaannya belum konsisten, rutin melakukan kunjungan VCT tiap dua bulan
sekali baik karena aturan yang ditetapkan oleh lokalisasi ataupun kesadaran diri
sendiri demi menjaga kesehatan diri, seluruh informan tidak ada yang
menggunakan jarum suntik karena beberapa alasan, mulai dari takut dengan jarum
suntik hingga kesadaran diri sendiri, dan mengupayakan personal hygiene.
Kesimpulan dari penelitian adalah karakteristik, pengetahuan, dan perilaku
pencegahan HIV dan AIDS pada informan saling melengkapi. Dalam hal ini,
informan berpendidikan terakhir paling tinggi adalah SMP. Mengenai hal
tersebut, maka akan berpengaruh dalam penerimaan informasi dan pengetahuan
terutama mengenai kesehatan. Informasi dan pengetahuan yang telah disampaikan
oleh petugas kesehatan dan pendamping lapang tidak bisa sepenuhnya mereka
pahami dengan baik sehingga masih terdapat pengetahuan tentang HIV dan AIDS
yang belum mereka ketahui yakni definisi, perbedaan, dan gejala. Namun, mereka
mengetahui cara penularan, cara pencegahan, dan kelompok risiko tinggi HIV.
Dengan informan mengetahui hal tersebut, maka dapat menjadi pedoman mereka
dalam berperilaku terutama dalam pencegahan HIV dan AIDS yakni dengan
penggunaan kondom saat melayani pelanggan, tidak menggunakan jarum suntik
dan obat-obatan, rutin melakukan kunjungan VCT, serta menjaga personal
hygiene dengan cara mengganti pembalut tiap 3-4 jam sekali, menggunakan sabun
kewanitaan untuk membersihkan alat kelamin, menggunakan kondom saat
melakukan hubungan seksual, dan segera membersihkan alat kewanitaan setelah
selesai berhubungan seksual. | en_US |